Kiba dan Shino memberitahu Hinata jika tugas mereka adalah untuk mendampingi sekaligus membantu Sasuke melacak keberadaan Zetsu putih. Hinata sendiri merasa tidak masalah dengan hal itu karena yang ia tahu, setelah perang dunia ninja usai, Uchiha Sasuke kembali mendapat kepercayaan dari Hokage, pun Uchiha terakhir itu bersedia menebus segala dosa-dosanya dengan melakukan perjalanan untuk menolong banyak orang.
Mendengar nama Uchiha Sasuke, Hinata teringat kembali akan kejadian malam itu, di kedai ramen Paman Teuchi.
Kejadian yang sangat ingin ia lupakan.
"Mulai sekarang aku tidak akan mengejar Sasuke-kun lagi!"
Hinata mengabaikan rotinya yang tinggal setengah saat suara Sakura kembali terdengar.
"Aku sudah lelah berjuang sendirian, sekarang waktunya aku mulai memikirkan diriku sendiri."
Sulung Hyuuga itu pun terpekur, seakan dirinya dipaksa untuk berada sekali lagi di dalam situasi yang menghancurkan hatinya dan membuatnya kesusahan untuk mengumpulkan serpihannya.
'Berjuang sendirian?'
Bukankah selama ini mereka mengalami hal yang sama?
Sakura yang selalu berjuang mengejar Sasuke hingga mengabaikan perhatian Naruto?
Naruto yang mengabaikan Hinata, mati-matian berjuang untuk mendapatkan cinta Sakura?
Sasuke yang lebih memilih memelihara kobaran api dendam di dalam hatinya, daripada melihat perhatian yang diberikan oleh Sakura dan Naruto?
Sedangkan Hinata, ya ia yang selama bertahun memelihara cintanya sendirian, meski pada akhirnya ia berani menyatakan, namun sepertinya tidak ada yang terlalu peduli dengan perasaannya.
Padahal mereka semua saat itu tahu, Hinata menyatakan cinta pada Naruto.
Ya mereka, baik Naruto pun Sakura, bahkan mungkin semua shinobi yang kebetulan hari itu berada di sana.
Namun segalanya seakan tutup mata dan pura-pura tuli akan apa yang terjadi.
"Hinata?"
'Waktunya untuk memikirkan diri sendiri?'
Helaan napas terdengar begitu berat. Sekarang Hinata hanya perlu mengumpulkan serpihan hatinya dan melanjutkan hidupnya kembali dengan benar. Daripada memaksakan, lebih bijak rasanya jika ia melepaskan. Daripada menyakitkan, lebih baik rasanya jika ia mengikhlaskan. Dan daripada ia terus berjuang sendirian, lebih tepat rasanya jika ia mulai merelakan kisah cinta pertamanya yang tidak berjalan mulus seperti harapannya.
"Hoii Hinata! kau kenapa?"
Hinata mengerjap, melihat pada Kiba yang sedang melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Eeh?"
Ekspresi wajah Kiba berubah khawatir, "Kau baik-baik saja?"
"Y-ya." jawab Hinata tergagap. Gadis itu terlihat kikuk saat menggigit sisa rotinya.
"Hinata--"
Hinata melihat pada Shino, lalu menaikkan sebelah alisnya tanda ia sedang menunggu pria itu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kau masih memikirkan Naruto?"
Susah payah Hinata menelan potongan roti yang sudah ia kunyah. Mengalihkan perhatian dari Shino, gadis itu memilih menekuri setengah bagian roti yang tersisa di tangannya.
"Hei kenapa kau bertanya seperti itu?" protes Kiba pada Shino.
Namun Shino kembali bersuara. "Orang yang tidak peduli pada kita, mungkin sengaja dihadirkan untuk membuat kita belajar bahwa kebahagiaan itu harus datang dari dua arah."
Hening ... baik Kiba pun Hinata tidak pernah menyangka jika Shino yang irit bicara, bisa berkata sedemikian panjang lebar dan penuh makna.
Perlahan, Hinata memutuskan menoleh pada Shino, menatap dalam kedua mata sahabatnya yang selalu tertutup kacamata hitam.
"Perjuanganmu sudah terlalu hebat Hinata, dan kau harus bangga pada dirimu sendiri."
Kiba mengangguk setuju pada Shino.
"Shino benar! Kami akan membantumu untuk melewati ini semua .. kau harus tahu, jika kau itu luar biasa, Hinata."
Bergantian, Hinata melihat pada Kiba dan Shino dengan penuh haru.
"Shino-kun, Kiba-kun ... arigatou."
Kiba tersenyum lebar, pria itu meninggalkan tempatnya untuk duduk di sebelah Hinata dan menepuk pelan kepala sahabatnya itu.
"Kau selalu bisa mengandalkan kami."
Pelangi hanya terjadi saat hujan turun. Ketabahan hanya terbentuk saat luka menusuk jiwa. Hinata yakin setelah berhasil menyembuhkan luka hatinya ... dirinya, hidupnya akan baik-baik saja. Terlebih ia memiliki sahabat yang sangat peduli padanya, Kiba dan Shino.
"Kau berhak mendapatkan pria yang lebih baik daripada Naruto."
Suara Shino lagi-lagi bagai angin segar yang menerpa wajah Hinata.
"Arigatou."
Ketiganya kembali bercengkrama dan membicarakan hal-hal lain untuk mengalihkan perhatian dari patah hati Hinata. Hingga pembicaraan mereka kembali tertuju pada Uchiha Sasuke yang sedang mereka tunggu kehadirannya.
"Hinata, kau tidak takut-kan pada Uchiha Sasuke? tenang saja aku akan melindungimu."
Hinata tertawa ringan, menggeleng, lalu membalas kalimat Kiba, "Aku tidak takut pada Uchiha-san, Kiba-kun."
Ya, Hinata merasa tidak ada yang perlu ditakuti dari Sasuke, toh mereka memang tidak mengenal dekat dan mungkin nanti saat menjalani misi tidak perlu banyak berinteraksi, toh di antara mereka ada Kiba dan Shino. Hinata berencana untuk menuruti semua yang Kiba dan Shino katakan agar tidak menyusahkan mereka. Karena Hinata sadar, jika dirinya akan bersama dengan mereka untuk jangka waktu yang cukup lama.
"Bagus!" sahut Kiba.
Hinata tersenyum penuh asa, seraya berharap keputusannya pergi dari Konoha menjadi jalan terbaik yang ia pilih untuk menapaki langkah barunya, meninggalkan lukanya di belakang.
"Sedang membicarakanku?"
Baik Hinata, Kiba dan Shino, ketiganya tidak ada yang menyadari kehadiran seseorang yang entah kapan telah duduk disalah satu dahan pohon besar tempat Hinata sejak tadi bersandar.
"Uchiha Sasuke?"
.
.
.
tbc-thankiss
Happy birthday to my lovely chara ♥ Hyuuga Hinata ♥

KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended
FanfictionSetelah perang dunia ninja usai, Hinata memilih pergi dari Konoha. Alih-alih demi sebuah misi, Hinata hanya sedang berusaha membuat jarak untuk mengobati hatinya yang retak. Dalam perjalanan ia menemukan banyak hal tak terduga ... mampu merasakan ci...