Bab 16

1.4K 209 12
                                    

Hinata melihat pada tangan Gaara yang terulur ke arahnya. Sejenak ia ragu, namun saat melihat tatapan tegas Gaara yang terkesan lembut, tangan Hinata perlahan mulai menyambut.

Gaara membantu Hinata berdiri, mengambilkan jubah hitam milik Sasuke dan menyampirkannya kembali di bahu Hinata. Jubah itu dengan sempurna menutupi tubuh mungil sang putri Hyuuga.

"Arigatou, Kazekage-sama."

"Hm."

Hinata yang salah tingkah di hadapan Gaara, mencoba mencari alasan untuk menyudahi pertemuan canggung mereka.

"Apa kalian bertengkar?"

Namun pertanyaan Gaara, mengurungkan niat Hinata. Sontak gadis itu menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan si pemimpin desa.

"Apa Uchiha Sasuke melakukan hal yang buruk padamu?"

Hinata menatap Gaara dan mulai bersuara, "T-tidak Kazekage-sama. I-ini hanya salah paham."

"Hm."

Keduanya terdiam beberapa detik sebelum Gaara kembali bersuara.

"Aku akan mengantarmu kembali ke penginapan."

Penginapan yang diperuntukkan bagi para Shinobi dari luar Suna jaraknya memang tidak jauh dari perbatasan kota dan menara pengawas. Penginapan itu adalah sebuah bangunan berlantai tiga dengan kamar-kamar yang cukup untuk menampung Shinobi yang sedang menjalankan misi atau sekedar melakukan pelatihan di Suna.

"A-aku bisa kembali sendiri, Kazekage-sama tidak perlu mengantar."

Hinata berojigi, untuk kemudian pamit pada Gaara yang memilih untuk tidak lagi bersuara. 

Hinata mulai melangkah gontai, berusaha fokus agar ia bisa sampai dengan selamat ke penginapan. Namun kepalanya yang terasa berat membuat pandangannya kian mengabur, Hinata berhenti sejenak untuk memulihkan tenaganya. 

"Kyaa!"

Teriakkan lolos dari mulutnya saat tubuhnya terangkat dan kakinya tidak lagi menyentuh tanah yang tertutup hamparan pasir tempatnya sejak tadi berpijak.

"K-Kazekage-sama!"

Gaara menggendongnya ala bridal style.

"Hm."

Mulutnya terkatup rapat, matanya tak mampu melihat ke arah manapun selain leher jenjang Gaara. Harum patchouli bercampur cedarwood menggelitik hidungnya.

Beberapa kali Hinata sempat menahan napas demi menekan debaran jantungnya yang berdetak dengan tempo cepat. Ia hanya takut Gaara dapat mendengar suara berisik dari dalam dadanya.

Sepanjang perjalanan menuju penginapan, banyak pasang mata yang melihat pada mereka. Namun Gaara seakan acuh, pun saat beberapa orang menyapa sekedar memberi hormat padanya. Sedangkan Hinata yang terlalu malu, hanya dapat berharap agar ia bisa menghilang saat itu juga.

Hinata mendapat kamar di lantai dua. Gaara tampak tidak keberatan meski berkali Hinata meminta untuk diturunkan. Hingga pintu kamar berwarna coklat itu terlihat, Gaara pun menurunkan Hinata dari lengannya.

Gaara melihat Hinata menunduk dalam. Kedua tangannya meremas tiap sisi jubah yang ia kenakan. Sangat jelas terlihat jika gadis itu sedang kebingungan. Oleh karenanya, Gaara memilih untuk tidak lagi mengganggunya.

"Selamat malam."

Hinata mendongak dan menemukan punggung Gaara mulai menjauh dari jangkauannya.

"Kazekage-sama."

.

.

.

Benarkah ini semua karena kesalahannya?

Karena salahnya Hinata pergi untuk misi panjang dan berbahaya yang Kakashi berikan?

Karena dirinya yang tidak peka akan sebuah perasaan, ia lantas membuat Hinata menderita.

Padahal selama ini, gadis itu yang selalu mendukungnya dengan tulus.

"Sejak dulu, Hinata hanya menghabiskan waktunya untuk memerhatikanmu, mendukungmu, melindungimu!"

Kalimat Tenten malam saat pertunangannya dengan Sakura terdengar.

"Di saat orang lain tidak memerhatikanmu, hanya Hinata yang melakukannya!"

Pria itu, Uzumaki Naruto si pahlawan desa, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Hinata rela mengorbankan nyawa demi untuk menyelamatkanmu!"

Mengusap wajah tampannya dengan gusar, dan berharap ia bisa mengabaikan semua kalimat yang Tenten ucapkan.

"Neji bahkan rela mati untuk melindungi Hinata yang malah melindungimu!"

"Ck Baka!"

Naruto tersenyum sinis. Beranjak dari duduknya, meraih botol sake yang ada di atas meja makan, dan langsung menenggak tanpa peduli jika isinya berceceran membasahi kaos yang saat itu ia kenakan.

Brak!

Naruto melihat tajam botol sake yang telah ia letakkan kembali ke atas meja dengan kasar. Lalu sebuah keinginan datang begitu saja bersamaan dengan hembusan angin yang membelai surai kuningnya ... angin yang masuk tanpa permisi dari jendela kamarnya yang terbuka. 

Ya, Naruto merasa harus meminta maaf pada Hinata dan memperjelas perasaannya pada Sakura.

Benarkah hanya karena obsesi atau murni karena cinta ?

Sepertinya, ia harus mempersiapkan diri untuk mengunjungi Suna.

.

.

.

tbc-thankiss ♥


UnintendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang