Bab 17

1.5K 214 12
                                    

Malam yang makin larut takkan pernah benar-benar hening bagi mereka yang sudah terbiasa berteman akrab dengan sepi. Langit bertabur bintang yang berkilau pun terlihat biasa saja bagi seseorang yang telah lama mengembara demi menebus dosa-dosa masa lalunya.

Uchiha Sasuke berdiri di atas atap bangunan yang menjadi tempat mereka tinggal sementara. Dinginnya desir angin yang menembus ke dalam kain pakaian yang ia kenakan, tidak lantas menjadi alasan untuknya beranjak. 

Sasuke bahkan melihat saat Gaara membawa Hinata dalam rengkuhan lengan kokohnya masuk ke dalam penginapan. Sungguh ia tidak peduli, meski begitu, butuh ratusan kata makian yang ia lontarkan dalam hati terhadap dirinya sendiri, bahwa sekali lagi, sungguh Sasuke tidak peduli.

Lantas mengapa ada gelenyar aneh yang mengganggu kinerja hatinya?

Rasanya benar-benar membuat Sasuke risih. 

Gadis itu, Hyuuga Hinata ... benar-benar mengganggunya, bukan hanya karena misi mereka yang berjalan lebih lambat dari seharusnya. Namun gangguan itu juga Sasuke rasakan saat ia hanya melihat pada Hinata. Darahnya yang berdesir cepat entah bagaimana malah membuat hatinya menghangat.

Setelah Gaara dan Hinata tidak lagi terlihat. Sasuke baru tersadar jika sejak tadi ia menahan napas.

Uchiha tampan itu menengadah. Langit yang dipenuhi bintang malam itu masih tampak biasa saja dalam penglihatannya. Tidak ada yang istimewa, kecuali suara yang terus berdengung dikedua telinganya, "Aku tidak selemah yang kau kira, Uchiha-san."

"Buktikan padaku, Hyuuga," lirih Sasuke pelan.

.

.

.

"Suna? Apa maksudmu, Naruto!"

Naruto mencoba meraih tangan Sakura, namun Sakura menepisnya kasar.

"Untuk apa kau meminta maaf pada Hinata?"

"Sakura tenanglah dulu."

"Semua ini bukan kesalahanmu! Hinata pergi atas keinginannya sendiri. Bukankah kita akan segera menikah?"

Sakura mulai terisak, Naruto berhasil merengkuh tubuh mungil itu. Menepuk puncak kepala Sakura dengan lembut.

"Aku tidak ingin terus merasa bersalah dan-" Naruto menggantung kalimatnya, menggigit bibir bawahnya dengan cukup keras, 'Memperjelas perasaanku' lanjutnya dalam hati.

Sakura menarik diri, menatap lekat pria yang beberapa bulan lalu itu melamarnya di depan para nakama.

"Jangan pergi!"

"Sakura-"

"Aku mohon Naruto!"

Sejak dulu Naruto selalu lemah terhadap Sakura. Apalagi jika gadis itu bersedih dan menangis seperti saat ini.

"Aku hanya sebentar."

"Tidak!"

Sakura tahu Naruto bimbang, dan ia tidak akan membiarkan Naruto terus bergelut dengan kebimbangan itu apalagi jika sampai harus jauh darinya.

"Kau bisa mengirim pesan saja."

Giliran Naruto yang menarik diri. "Aku tetap akan pergi, maafkan aku."

.

.

.

"Di sini!"

Hinata, dengan byakugan yang aktif memberitahu ketiga rekannya bahwa ada sesuatu yang mencurigakan disalah satu cabang terowongan yang sedang mereka selidiki. Ya, kali ini Sasuke mengikuti keputusan tim untuk tidak berpencar. 

"Hati-hati!"

Sasuke memusatkan cakra pada satu-satunya tangan yang ia punya, kemudian memukul dinding bebatuan yang cukup besar dan tebal dengan sekali hentakan.

Duagh!

Terowongan bawah tanah itu bergetar hingga bebatuan di atasnya runtuh sebagian.

Kiba, Shino dan Akamaru dengan sigap berlindung dari reruntuhan tersebut. Begitupun dengan Hinata, namun gadis itu sungguh tidak menebak jika Sasuke akan menarik tangannya, dan memeluknya?

Hinata tersedak ludahnya saat menyadari posisi mereka, "Uhuk-uhuk!"

"Kau tidak apa-apa?"

Suara Sasuke yang bagai bisikan membuat Hinata mendongakkan wajah dan menemukan kedua mata berbeda warna yang tengah melihat ke arahnya.

Keduanya saling menatap lekat satu sama lain tanpa jarak. Hingga tanpa sadar, kedua shinobi pemilik kekkei genkai itu saling mengagumi keindahan mata masing-masing.

"Hyuuga-"

Suara Sasuke terdengar berat hingga membuat bulu halus di sekitaran tengkuk Hinata berdiri tegak.

"Y-ya .. a-aku baik b-baik saja," jawabnya terbata.

Posisi mereka berdiri terhimpit di antara dinding dan bebatuan yang runtuh. Terpisah dari Kiba, Shino dan Akamaru yang berada di sisi satunya.

Hinata terpaku, harum tubuh Sasuke yang beraroma perpaduan amber, cendana dan musk seperti berhasil menghipnotisnya. Byakugannya yang masih aktif memungkinkan ia untuk melihat aliran cakra dan darah Sasuke yang terlihat kacau. Entah karena Sasuke sedang panik atau mungkin Uchiha itu ketakutan?

"Kita harus keluar dari sini!"

Merasa tidak ada respon dari Hinata, Sasuke mengencangkan pelukannya meski dengan satu tangan saja.

"Kau yakin baik-baik saja?"

Hinata yang tersadar jika tubuhnya semakin dekat dengan tubuh kekar pria di depannya mendadak kaku, tanpa sadar kedua tangannya meremas kain pakaian yang menutupi dada Sasuke.

"Hyuuga!"

"Aa- i-iya." 

Hinata merasa panas pada kedua pipinya.

"Aku akan membawa mu keluar dari sini, bersiaplah!"

Hinata memilih untuk menutup mata, menyandarkan keningnya pada dada Sasuke yang saat itu langsung membawa mereka untuk berteleportasi ke ruangan yang sebelumnya telah pria itu buka.

Ruangan itu adalah sebuah laboratorium.

"Hinata, Sasuke! kalian baik-baik saja?"

Teriakan panik Kiba membuat Sasuke melepaskan pelukannya dan berbalik membelakangi Hinata. Pria itu terlihat langsung menelisik keadaan di ruang laboratorium tersebut.

"Hinata?"

Hinata bergeming.

"Hoii Hinata?"

"Y-yaa Kiba-kun, a-aku baik-baik saja."

Hinata menjawab tanpa melihat pada Kiba, karena kedua matanya masih terpaku pada punggung Uchiha Sasuke yang sikapnya mendadak berubah menjadi acuh padanya.

.

.

.

tbc-thankiss ♥


UnintendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang