Sudah larut malam saat Saga kembali dari misi yang diberikan oleh Bosnya. Kali ini, ia ditugaskan untuk pergi bersama Darren, sehingga tidak ada kendala seperti keributan yang biasa terjadi saat ia melakukannya bersama Bara.
Bicara soal Bara, pria itu kini sudah tak ambil pusing tentang Samantha. Ia bahkan seperti sudah benar-benar lupa jika wanita itu dulu sangat dekat dengannya. Bahkan percakapan terakhirnya dengan Samantha seminggu yang lalu tidak meninggalkan kesan yang baik di antara keduanya.
"Lo mau gue minta maaf, Ta?"
"Buat apa?"
"Iya, kan? Buat apa. Lagian permintaan maaf nggak akan balikin keluarga lo, kan?"
"Aku nggak nyangka kamu emang kayak gini ya aslinya? Aku sampe nggak bisa ngenalin," ujar Samantha.
"Karena seharusnya lo cuma boleh kenal gue sebagai calon dokter yang ramah, bukan sebagai gue yang ada di sini."
Percakapan itu mungkin menjadi percakapan terdingin yang pernah terjadi di antara keduanya. Samantha tidak bisa lagi mengenali Bara yang dulu menjadi sahabat terbaiknya. Begitu juga Bara, ia tidak akan pernah membiarkan siapapun mengenalinya. Karena pada akhirnya, hanya dirinya yang tahu seperti apa pandangannya terhadap orang lain. Termasuk, Samantha.
Saga masuk ke dalam rumahnya, ia hendak mengganti pakaiannya yang masih meninggalkan bercak darah namun langkahnya terhenti saat ia melihat sosok Samantha yang tengah duduk tanpa alas di halaman belakan hunian mereka.
Ia mendekat ke arah wanitanya, dan betapa terkejutnya ketika ia mendengar suara isak tangis yang keluar dari Samantha.
"Sayang?" panggil Saga pelan. Ia lalu memilih untuk duduk di samping wanitanya.
"Eh, Ga... udah pulang ya," balas Samantha yang kini mengusap air matanya dan mengangkat kepalanya dari posisi menunduk.
"Ada yang nyakitin kamu? Siapa? Bilang sama aku."
Samantha menggeleng, "enggak ada."
"Terus kenapa nangis? Kamu mau apa? Mau jalan-jalan? Mau pesen makan? Atau—"
"Saga..." Samantha memotong ucapan prianya.
"Iya?"
"Aku kangen orang tua aku, aku kangen Kakak aku juga," lirih Samantha pelan. Sementara Saga hanya terdiam, tidak tahu harus merespon seperti apa.
"Aku bukan buta sama kejahatan mereka berdua. Aku sadar, kok, mereka jelas salah besar. Aku cuma kangen mereka. Kangen mereka sebagai sosok Ayah dan Ibu di rumah," lanjutnya pelan.
Samantha lalu menoleh ke arah pria yang kini sudah menjadi suaminya, "kamu percaya kan, Ga? Sejahat-jahatnya orang, dia bisa bersikap baik tergantung dengan siapa dia berbicara?" tanya Samantha.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVOLVER
Fanfic[END] Samantha awalnya ingin meninggalkan kehidupan lamanya dan pergi jauh dari kota untuk melupakan luka mendalam yang ia alami akibat kematian keluarganya yang tidak pernah ia ketahui alasannya. Namun, ia tidak menyangka jika kepindahannya ak...