18

266 58 8
                                    

Sorry for typo!



*************





Awan pekat menyelimuti langit sore itu, masih di musim yang sama, menatap langit yang mulai menggelap sebab mendung, lapangan basket itu sepi, seperti biasanya semua orang sudah pulang ke rumah masing-masing.

Saint, dia masih duduk menekuk lututnya di tengah lapangan dengan nafas terengah-engah. Peluh mengalir dari pelipisnya ia abaikan begitu saja, berlatih sangat keras ketika pertandingan terakhirnya di masa SMA nya sudah di depan mata. Entah untuk siapa pembuktian itu, murni untuk mengharumkan nama sekolahnya, atau dia memang memiliki maksud lain? Hanya Saint yang tahu.

Tes tes …

Jatuhnya air dari langit membuat mata lelah itu terpejam, mengabaikan hawa dingin yang mulai menusuk kulitnya. Bersama hujan, liquid bening itu akhirnya tumpah membasahi wajahnya. Saint, dia bukanlah pemuda tegar seperti yang terlihat, dia hanya seorang pemuda yang pandai menyembunyikan lukanya, menyembunyikan apapun yang ia rasakan, termasuk rasa cintanya.

Setelah pertemuannya dengan pria terhormat itu, Saint menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya. Dan itu memicu pertengkaran di antara ayah dan ibunya. Semua terlihat nyata bahkan sebelum dia ingin mengutarakan isi hatinya. Rasa sakit itu nyata. Dan Saint sedang mencoba untuk melupakannya.

"Kenapa Saint tidak pulang?"

Hujan seperti berhenti di atas wajahnya, Saint membuka matanya dan melihat wajah pujaannya tengah berdiri memegang sebuah payung berukuran besar di tangannya. Bibirnya mengerucut lucu hingga membuat Saint sedikit lupa pada rasa sakitnya.

"Aku sedang berlatih, dan tiba-tiba hujan, jadi aku menikmatinya." jawaban konyol Saint membuat kedua alis Perth menyatu.

"Saint bisa sakit jika kehujanan terus."

"Apa kau mengkhawatirkan aku?"

Perth mengangguk, masih mempoutkan bibirnya. Saint berdiri tersenyum lebar pada sahabatnya itu, ingin rasanya dia memeluk pemuda di hadapannya dan mengatakan jika Saint sangat mencintainya. Tapi semua itu seakan tertelan kembali di tenggorokannya.

Saint pengecut, dia hanya seorang pria lemah yang berpura-pura tegar dan penuh dengan energi positif.

"Ayo pulang, supirmu pasti sudah menunggu dari tadi."

Menggandeng tangan yang lebih kecil, Saint melangkah lebih dulu di ikuti Perth di belakangnya. Setelah memastikan jika Perth sudah pulang, Saint kembali masuk ke gedung sekolahnya, untuk sekedar mandi dan mengganti pakaiannya, lalu berangkat ke toko buku tempatnya bekerja.

"Memangnya kenapa kalau dia menikah dengan pria? Setidaknya dia bisa bahagia dan membuat keluarga ini lebih baik!"

"Saint anak laki-laki ku satu-satunya, bisakah kau tidak egois?!"

"Aku egois?! Selama ini aku bertahan dengan kondisi seperti ini kau pikir aku egois? Jika bukan karena Saint, Nana tidak akan bisa bertahan! Dan kau! Apa yang kau lakukan? Pekerjaan yang kau miliki saat ini juga karena Saint!"

"Kau menyesal menikah denganku?"

"Kenapa jadi membahas hal itu? Kali ini saja, biarkan putramu memilih apa yang ingin dia lakukan! Aku tidak pernah menyesal, aku hanya bosan melihat putraku yang diam-diam menangis di malam hari. Kau tidak tahu bagaimana rasanya aku melihatnya seperti itu."

"Maaf~ maafkan aku, aku belum bisa membahagiakan kalian semua."

Suara pertengkaran kedua orang tuanya kembali terngiang di benak Saint, meski tidak ada banyak keributan, Saint cukup terkejut karena selama ini dia tidak pernah melihat orang tuanya bertengkar. Dia selalu melihat senyum ayah dan ibunya, dan tidak pernah berpikir jika mereka berdua juga memiliki beban yang berat di pundak mereka.

"Unlimited Love" SONPIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang