Ikarus PoV
Selama perjalanan, mereka tak banyak bicara. Edgar telah memesan taxi bandara untuk pergi mencari Izora. Matthew terkadang mengernyit dan memegang perutnya. Membuat Ikarus merasa bersalah karena dia harus ikut dengan mereka alih-alih ke Brazil. Istvan disisi lain terus menerus memegang pelipisnya. Seolah berusaha menghubungi Izora lewat kekuatan telepati. Ikarus masih tidak mengerti bagaimana itu terjadi.
Terlepasnya segel ingatan mereka membuat Ikarus mengingat masa kecilnya di kerajaan Zethosiris. Dia ingat ketika Raja Yevgeni Seerkha, alias ayahnya mengangkatnya menjadi putra mahkota pada usia tujuh tahun. Satu tahun sebelum Istvan dilahirkan.
Dia adalah pangeran pertama, calon Raja Zethosiris. Pemikiran itu membuatnya merasa terbebani. Ikarus bukan orang yang cocok untuk memimpin sebuah negara. Dia tidak disiplin, keras kepala, dan tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Jika ada orang yang pantas menjadi putra mahkota, Istvan-lah orangnya. Pemuda itu baik hati, jujur, dan pekerja keras. Orang-orang butuh pemimpin yang seperti itu.
Di sisi lain, kembalinya ingatan ini membuat Ikarus merindukan keluarganya. Dia menelan kembali kata-katanya tentang orang tua yang tidak peduli dan sebagainya. Yah, meskipun masih kesal. Sedikit. Setidaknya, Ikarus mengerti kenapa dia ditelantarkan. Tidak banyak pilihan yang tersedia. Bahkan ibunya sendiri mengorbankan nyawa demi membela Zethosiris. Hal itu membuatnya bisa menikmati hidup selama ini. Sekarang, dia dan saudara-saudaranya harus melanjutkan perjuangan orang tua mereka.
Istvan disampingnya menghela napas pasrah. Menyerah untuk mencoba menghubungi Izora lagi.
"Kemana kita pergi?" tanya Matthew setelah lima belas menit taxi yang mereka tumpangi berjalan.
Istvan terlihat tidak yakin. Dia menoleh kesana-kemari seperti mencari petunjuk.
“Seharusnya tidak jauh dari sini,” gumamnya
Edgar dan Matthew ikut memperhatikan sekeliling kalau-kalau ada rekan prajurit yang terlihat. Kemudian Istvan menunjuk sebuah gedung terbengkalai di seberang jalan. Pintu masuknya terbuka, menambah kemungkinan bahwa ada orang di dalam sana.
"Kelihatannya seperti tempat yang dipilih Halkseth untuk memojokkan lawannya," kata Matthew.
Maka, mereka pun turun dari taxi dan berjalan ke arah gedung tersebut. Mereka memasuki lobi yang kosong dan gelap. Edgar menunjuk bekas jejak kaki tak beraturan di lantai yang berdebu. Tak salah lagi, ini tempatnya.
"Izora!" seru Ikarus.
"Sst!" bisik Matthew. "Kemungkinan orang Halkseth masih disini. Kita harus mengendap-endap agar bisa menyergap mereka."
Ikarus tak membantah. Dia membiarkan Matthew memimpin. Sepertinya gedung tersebut adalah bekas suatu perusahaan. Mereka melangkah menaiki tangga besar di tengah ruangan utama. Sesampainya di puncak tangga tersebut, dia hampir memekik.
Dua orang pria tergeletak bersimbah darah. Keduanya mengenakan seragam biru laut seperti Edgar. Prajurit Zethosiris. Matthew berjongkok dan memeriksa urat nadi mereka. Mantan pamannya itu menggeleng, kedua pria itu sudah mati. Matthew menggeledah saku dan menemukan sebotol minuman aneh.
"Farmacho?" tanya Istvan.
"Benar, isinya masih cukup banyak." Matthew memberikan botol itu pada Istvan.
"Kau harus meminumnya," kata Ikarus.
"Kita selesaikan dulu masalah disini." Matthew mengambil pedang kedua prajurit tersebut dan memberikannya pada Ikarus dan Istvan.
Kemudian dia melepas jam tangannya. Jam tangan itu berubah menjadi pedang, membuat Ikarus mengerjap. Jadi selama ini jam tangan itu adalah pedang Matthew? Pantas saja dia tidak membawa-bawa pedang selama perjalanan ini seperti Edgar.
"Apapun yang terjadi, kita tidak boleh berpencar," kata Istvan. Matanya menatap ke sekeliling dengan cemas.
Ikarus pun merasakan hal yang sama sejak mereka masuk ke dalam gedung ini.Matthew mengangguk. "Ikuti aku," katanya lalu berbalik.
Sreettt!
Sesuatu tiba-tiba melompat dengan cepat ke arah Matthew. Ikarus dan Istvan berseru.
Sosok itu adalah serigala super besar. Dia telah mengintai mereka sejak tadi lalu menyerang Matthew tepat saat mereka baru mulai bergerak. Serigala itu menindih leher Matthew dengan cakar kakinya. Dia menggeram kepada mereka.
"Lepaskan dia!" seru Ikarus.
Serigala itu memperhatikan Ikarus, Istvan, dan Edgar bergantian. Kemudian, kepalanya perlahan berubah menjadi manusia. Begitu pula tubuhnya. Hanya menyisakan tangan dan kaki yang berbentuk cakar dan masih mencengkram leher Matthew. Ikarus teringat cerita Istvan. Manusia serigala.
"Orang ini jelas prajurit," katanya sambil menekan leher Matthew.
Matthew mengeluarkan suara tercekik dan mencakar-cakar kaki serigala tersebut. Berusaha membebaskan lehernya.
"Kau juga jelas prajurit," katanya sambil menunjuk Edgar yang memakai seragam biru laut.
"Itu artinya yang dua ini...," Dia menunjuk Ikarus dan Istvan, "Para pewaris."
Mereka semua terdiam, tidak ada yang berbicara.
"Menarik,” kata serigala jadi-jadian itu. “Rekanku sedang memburu dua pewaris lain di dalam sana. Lalu, aku akan membunuh kalian berdua di sini."
Edgar maju sambil menghunuskan pedang. "Kau tidak akan bisa menyentuh mereka!"
"Oh ya?" Serigala itu menaikkan alis. Dia menekan leher Matthew lagi hingga wajahnya membiru.
"Hentikan!" Jerit Ikarus.
"Kemarilah, pangeran." Serigala itu tertawa, "Gantikan nyawanya dengan nyawamu."
Bersambung...
Kritik dan saran sangat diperlukan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom of Zethosiris {I}
FantasySeries I (satu) dari The Darloth World Fantasy - Portal - Kingdom - Academy - Family - Romance - Another World - Series "Pernahkah anda berpikir darimana asalnya cerita-cerita legenda tentang makhluk mitologi? Seperti kuda bersayap yang disebut pega...