Part 16

51 8 0
                                    

Istvan POV

"Lari!" seru Istvan.

Mereka segera berbalik dan lari. Namun, ekor ular itu menyambar kaki Istvan. Istvan terjerembab dan ditarik.

"Istvan!" jerit Izora.

Ikarus dan Aretha yang mendengarnya langsung mendatangi mereka. Izora mengejarnya. Istvan melemparkan obornya pada ular itu, namun hanya membuatnya marah. Izora berhasil menangkap tangannya, dan berusaha menariknya.

Namun, tenaga gadis kecil itu kalah jauh dengan si anakonda. Izora tertatih-tatih berusaha mempertahankan tarikannya. Ikarus dan Aretha sampai di tempat mereka. Keduanya membantu menarik tubuh Istvan dari belitan sang ular.

"Terus tarik!" kata Ikarus.

Dia mengangkat pedangnya dan mencoba memotong ekor yang melilit kaki Istvan. Tampaknya, kulit ular tersebut sangat keras. Butuh tiga kali tebasan, barulah ekor itu terpotong. Istvan segera berdiri. Ular semakin marah. Mereka lari pontang-panting kembali menuju sungai. Obor-obor telah dijatuhkan.

Mereka berhenti di pinggir sungai tersebut. Kepala ular mulai mendekat dan berdesis marah. Tidak ada pilihan selain berenang. Ikarus yang pertama menceburkan diri. Kemudian, dia membantu Aretha dan Izora turun. Istvan menyusul mereka. Air sungai sangat dingin di malam hari. Dia berusaha berenang sekuat mungkin.

Ular itu mengikuti mereka ke dalam sungai.

"Lebih cepat!" seru Ikarus.
Sudah hampir setengah sungai mereka sebrangi. Namun, anakonda itu berenang lebih cepat. Dia menarik kaki Aretha. Gadis itu menjerit sebelum masuk ke dalam air sepenuhnya.

"Aretha!" seru Izora.

Istvan menyelam, berenang mengejarnya. Dia menarik Aretha yang berusaha membebaskan diri. Mulut ular itu datang ke arah mereka, terbuka lebar. Istvan mencabut pedangnya dan menusukkannya ke lidah ular itu. Sang ular kesakitan, belitan Aretha terlepas. Gadis itu dengan cepat berenang ke atas. Begitu juga dengan Istvan.

Mereka menarik napas panjang saat muncul di permukaan. Ikarus dan Izora terlihat lega sekaligus panik. "Cepat! Dia akan muncul lagi!" seru Ikarus.

Mereka kembali berenang. Lengan dan kaki Istvan lelah, namun rasa ingin selamat membuatnya bertahan. Kurang dari dua meter lagi.
Kepala ular itu muncul dan menyerbu. Kali ini dia tidak repot-repot melilit. Anakonda itu langsung menggigit kaki Istvan. Istvan berteriak kesakitan.

"Kalian berdua terus berenang!" seru Ikarus pada Izora dan Aretha. Dia berbalik menuju Ikarus dan membantunya. Ikarus mengambil pedang Istvan dan menusuk-nusuk kepala Ular tersebut agar melepaskan kakinya. Namun, kepala ular itu lebih keras dari kulitnya.

Izora dan Aretha, bukannya pergi menyelamatkan diri malah ikut membantu mereka.

"Apa yang kalian lakukan? Cepat pergi dari sini!" teriak Istvan. Dia kesal sekaligus kesakitan.

Izora melotot. "Mana mungkin kami meninggalkan kalian!" sungutnya.

Izora dan Aretha berusaha menarik Istvan. Kaki Istvan terasa sangat sakit. Kepalanya mulai berkunang-kunang. Kemudian, dia melihat beberapa orang di seberang sungai.

"Tolong!" seru Istvan.

Ikarus, Izora, dan Aretha menoleh ke arah pinggir sungai. Mereka ikut berteriak meminta tolong. Orang-orang itu mencebur ke sungai dan berenang ke arah mereka.

Si ular sepertinya menyadari dia dalam bahaya. Dia menarik Istvan dengan keras hingga terlepas dari tarikan Ikarus, Izora, dan Aretha. Ketiganya berusaha mengejarnya.

Kemudian, Istvan ingat sesuatu. Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan satu batu kerikil yang tadi disimpannya. Bodohnya dia tidak mengingat lebih awal. Istvan menggenggam batu itu dan berkonsentrasi. Tangannya berubah menjadi batu. Dia memukul kepala ular yang menggigitnya. Ular itu berdesis namun tidak melepaskannya.

Ikarus berhasil mengejar. Dia kembali menusuk-nusuk kepala ular tersebut. Sementara Istvan terus memukulnya, meski padangannya mulai memburam.

Orang-orang yang berada di pinggir sungai tadi, telah berhasil mencapai Izora dan Aretha. Kedua gadis berteriak menyuruh mereka menyelamatkan Istvan dan Ikarus. Kemudian, salah satu dari mereka berenang mengejar.

Tiba-tiba Ikarus yang disampingnya menghilang. Digantikan oleh orang lain yang memegang pedang lancip seperti tusuk gigi raksasa. Dia berteriak dan menusuk mata ular itu dengan kuat. Ular meraung dan melepaskan kaki Istvan. Tak berhenti disitu, dia menusuk kepala ular itu dengan mudah. Pedang lancipnya pastilah sangat tajam. Ular itu terbuyarkan menjadi abu.

Istvan terengah-engah sekaligus lega. "Terimakasih..." katanya sebelum pingsan.

***

Istvan terbangun saat seseorang meminumkan sesuatu padanya. Dia mendongak dan melihat perempuan berambut pirang panjang menatapnya. Dia terlihat seumuran dengannya, 15 tahun. Tubuhnya basah kuyup. Perempuan itu meminumkan cairan hijau ke mulutnya dengan lembut. Rasa cokelat leleh memenuhi lidah Istvan, Farmacho. Perlahan, rasa sakit di kakinya mulai membaik. Istvan pun duduk.

"Sudah bisa bangun?" tanya perempuan itu dengan bahasa aneh yang tak asing. Lalu, Istvan sadar bahwa itu bahasa Darloth.

"Kau menyelamatkanku, terimakasih." Kata Istvan dengan bahasa Darloth juga. Perempuan itu hanya mengangguk.

Istvan melihat ke sekeliling. Ikarus, Izora, dan Aretha juga diberi ramuan Farmacho. Dia menghitung jumlah orang-orang yang menyelamatkan mereka. Ada lima orang. Semuanya mengenakan seragam biru laut seperti Edgar.

"Kalian prajurit Zethosiris?" tanya Istvan.

"Benar." Salah satu dari mereka menjawab.

Istvan menghela napas lega. Mereka sudah aman sekarang. Kemudian, dia teringat sesuatu.

"Apa kalian tahu dimana Edgar? Dia prajurit juga, seharusnya dia sudah menyusul."

Para prajurit itu saling bertatapan bingung. Kemudian salah satu menjawab, "Edgar siapa yang kau maksud? Tidak ada prajurit yang bernama Edgar selama bertahun-tahun ini."

“Itu–“ Istvan tidak jadi bertanya. Edgar dan Matthew adalah salah satu prajurit yang menerima misi khusus untuk menjaga para pewaris. Mereka sudah pergi dari Darloth sejak sepuluh tahun yang lalu, tepat ketika perang berakhir. Tentu saja tidak ada lagi yang mengingatnya. Selain itu, Edgar juga meminta mereka untuk merahasiakan identitas.

Perempuan pirang yang mengobatinya tadi sebaliknya, dia memegang bahu Istvan. “Edgar katamu? Edgar Lacerta?”

“Eh..., aku tidak tahu nama panjangnya. Kau mengenalnya?”

Perempuan itu tidak menjawab. Dia menatap Istvan lamat-lamat, kemudian menatap Ikarus, Izora, dan Aretha.

“Sebenarnya apa yang kalian lakukan tengah malam di hutan ini? Kalian tahu bahwa lokasi dekat portal berbahaya!” kata salah satu prajurit.

"Seberapa jauh portal itu?" tanya Ikarus.

"Tidak begitu jauh. Tapi, kalian seharusnya pergi dengan pengawasan orang dewasa! Kemana orang tua kalian?”

Tidak ada yang menjawab.
Perempuan pirang tadi lalu berdiri dan menyarungkan pedang ke pinggangnya. “Aku akan mengantar kalian, Ayo!”

“Estelle, kau ingin pergi sekarang?” tanya salah satu prajurit.

“Tugasku sudah selesai beberapa menit lalu. Aku juga akan pulang ke Zethosiris,” jawab Estelle dia mengambil sebuah lentera untuk penerangan jalan.

Bersambung...

Kritik dan saran sangat diperlukan!

Kingdom of Zethosiris {I}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang