Part 19

51 9 0
                                    

Istvan POV

Istvan terbangun lebih dulu daripada Ikarus. Dia meregangkan tubuhnya yang kembali segar setelah tidur. Istvan membuka tirai cahaya. Sinar matahari langsung merembes masuk menerangi kamar. Membuat Ikarus mengerang dan menutupi wajahnya dengan bantal.

Istvan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Kemudian dia turun ke bawah. Eddie menyapanya dan menawarkan sarapan. Istvan memutuskan untuk menunggu saudara-saudaranya dulu.

"Baiklah, panggil aku jika kau butuh sesuatu. Oh, temanmu menunggu di ruang tamu. Dia bersama seorang pria tua," kata Eddie.

Istvan pergi ke ruang tamu dengan penasaran. Dia melihat Estelle berpelukan dengan orang yang familiar. Istvan ingin memanggil Edgar, namun melihat keduanya bercucuran air mata, Istvan memilih untuk diam.

"Aku sangat khawatir! Ayah lama sekali!" Estelle terisak.

"Maafkan aku, sayangku...."

"Ibu sakit setelah ayah pergi. Dia... dia meninggal dua tahun lalu... Aku tidak tahu harus bagaimana..."

Istvan melihat Edgar menangis sambil terus mengusap rambut putrinya. Pengakuan Estelle membuat dadanya sesak, sehingga Istvan memilih untuk kembali ke kamar.

Ikarus masih belum bangun, sehingga Istvan hanya bisa duduk diam. Dia mempunyai hutang yang sangat besar pada Edgar. Pria itu kehilangan istrinya dan tidak bisa menyaksikan putrinya tumbuh. Edgar bisa saja pulang. Dia bisa meninggalkan Istvan yang tidak tahu apa-apa dan kembali ke Darloth. Namun, pria itu memilih untuk tetap di sisinya. Melindunginya. Kalau ada penghargaan prajurit terbaik tahun ini, Istvan pasti akan merekomendasikan Edgar sebagai pemenangnya.

"Melamun?" tanya suara serak di sampingnya.

Istvan menoleh. Ikarus sudah bangun dan duduk bersandar.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Ikarus lagi.

Istvan menatap pemuda berambut hitam acak-acakan tersebut. Istvan tidak tahu bagaimana dia harus memandang Ikarus sekarang. Dia telah berubah statusnya dari sahabat menjadi kakak. Dulu, Istvan tidak pernah membayangkan dirinya punya seorang kakak. Sekarang, setelah sedikit demi sedikit memorinya kembali, Istvan merasa sepuluh tahunnya di bumi amat singkat. Seolah-olah kehidupannya di panti asuhan, restoran, sekolahnya hanyalah mimpi.

"Bagaimana perasaanmu?" Istvan bertanya balik. "Setelah tiba disini?"

Ikarus terdiam sebelum menghembuskan napas. "Entahlah... Aku hanya merasa berbeda. Lingkungan ini, bumi Darloth, seolah akrab padahal sudah lama kita tidak kesini."

"Aku juga merasa begitu," lirih Istvan.

Edgar dan Matthew pernah berkata bahwa Zethis mempunyai daya tahan yang lebih kuat dari manusia. Itu mulai bisa dia rasakan. Istvan merasa lebih kuat, lebih segar, dan lebih dekat dengan lingkungan baru ini.

"Hei, Ikarus?"
"Hmm?"

"Menurutmu apa yang akan dikatakan ayah saat kita bertemu dengannya nanti?"

Ikarus tampak tidak menyangka Istvan akan menanyakan itu. Dia tidak menjawab. Mereka pun terdiam dengan pikiran masing-masing.

Tok! Tok!

Pintu diketuk, Istvan membukanya. Nampak wajah Edgar yang tersenyum, meski sisa-sisa tangisnya masih ada. Edgar mengulurkan sebuah tas kulit padanya.

"Saya membelikan pakaian Darloth untuk anda dan pangeran Ikarus."

"Oh, terimakasih." Istvan menerimanya, dia menatap Edgar lama.

"Emm, ada apa, tuan?"

Istvan menggeleng dan tersenyum. "Aku hanya senang kau bertemu dengan putrimu lagi."

Kingdom of Zethosiris {I}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang