Bagian 24: Nihilisme

13 2 7
                                    

Badan yang tidak bisa bergerak, air mata yang tak kunjung berhenti. Semua kebingungan dan kepanikan Ryu terjawab oleh salah seorang warga yang berucap kepada Ryu.

"Yang sabar, Ryu..."

Ryu teriak, ia tidak bisa mengambil tindakan apa-apa, ia melepaskan semuanya.

Jelas, ibu Ryu telah dibunuh.

Bagi Ryu, kehilangan sosok ibu sebagai orang tua ia satu-satunya sama saja seperti kehilangan segalanya. Langit terasa berhenti, dunia runtuh dibuatnya. Apalagi yang ada di pikirannya kecuali ingin ikut ke nirwana menyusul sang ibu.

Ryu tidak memiliki rumah lagi tempat ia pulang, Ryu tidak memiliki wadah untuk ia berkeluh-kesah dan mengadu, Ryu tidak memiliki sosok yang harus ia lindungi mati-matian, Ryu kehilangan salah satu bagian penting dalam hidupnya.

Informasi dilanjutkan oleh salah seorang petinggi polisi kepada Ryu.

"Ibumu telah dibunuh oleh komplotan pelaku yang sama dengan kasus pembunuhan Wakil Rektor Togwa."

Ryu marah, Ryu sedih, Ryu melemah.

"Ibumu.. telah diketahui sebagai istri dari Rui. Maka dari itu, mereka membunuh ibumu dengan alasan itu. Semua terbukti dari lembaran digital yang dikirim oleh si pelaku." sambung Polisi tersebut.

Tanpa menjawab, Ryu berhasil menggerakkan badannya. Ia pergi ke kamarnya yang mana masih ramai polisi dan detektif di dalam rumahnya, ia tidak menghiraukan itu. Ryu mengunci pintu rapat-rapat. Para polisi membiarkan Ryu yang seperti itu karena mengerti akan posisi Ryu.

2 jam berlalu.

Para polisi khawatir akan keadaan Ryu di kamarnya, karena ia tidak mengeluarkan suara apapun. Para polisi mengetuk pintu tetapi tidak ada jawaban sama sekali.

Akhirnya, para polisi mendobrak pintu kamar Ryu karena khawatir Ryu melakukan tindakan yang tidak diinginkan seperti bunuh diri.

Setelah pintu terbuka karena didobrak, didapati Ryu yang sedang tertidur pulas di kamarnya.

Polisi memerintahkan salah satu warga yang mungkin dekat dengan Ryu untuk menjaganya sampai Ryu terbangun dari tidur lelapnya.

***

Di dalam tidurnya, Ryu bermimpi bertemu kakek tua yang berbicara dengannya di hamparan Padang Rumput yang luas.

Kakek tersebut mengatakan.

"Ambil lah gagang tongkat, pergilah mencari kebenaran, dan lakukan apa yang memang harus dilakukan."

Tidak mengerti apa yang dimaksud dari sang kakek di mimpi tersebut, tetapi perkataannya seperti mengisyaratkan Ryu untuk mengambil suatu langkah baru yang nyata.

Saat kakek tersebut hendak menyentuh dahi Ryu menggunakan jari telunjuknya, tiba-tiba Ryu terbangun.

Di sampingnya, ada seorang ibu-ibu yang menemani Ryu.

Ryu tidak menangis lagi. Tetapi, Ryu terdiam dengan mimik seperti orang penyimpan segudang dendam dan amarah.

Ryu berkata kepada ibu-ibu tersebut sambil tersenyum.

"Sekarang, tak apa, aku sudah baik-baik saja. Aku jamin tidak akan ada hal aneh yang aku lakukan. Sekarang, aku hanya butuh sendiri. Jadi, mengerti kan, ibu?"

Ibu-ibu tersebut mengerti akan perkataan Ryu dan bergegas ke luar dari kamar Ryu.

***

Setelah semua telah usai, polisi dan detektif berpamitan dengan Ryu. Mereka para polisi dan petugas berwajib lainnya mengatakan bahwa akan terus mengusut kasus ini sampai tuntas, dan mungkin akan terus datang ke rumah Ryu.

Towards AbsoluteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang