Chapter 35

279 40 3
                                    

Druig's POV

Aku bermimpi melihat Soteri mati di tepi pantai. Aku berjalan ke arah tubuhnya, melihat betapa diamnya dia dan darah mengalir keluar dari punggungnya. Kulitnya perlahan berubah menjadi abu-abu, tanda-tanda terakhir kehidupannya melayang pergi dan aku tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan itu. Mataku membesar, darahku menjadi dingin dan aku merasakan diriku berteriak. Tapi tidak ada suara yang keluar, membuatku panik dan menutup mataku.

. . .

Terlonjak bangun, aku berkedip beberapa kali untuk melihat dimana aku. Aku kembali ke kamar Ajak, suara lembut angin pagi terdengar dan aku menghela napas lega. Aku baru saja mendapatkan mimpi buruk, jantungku berdetak sangat cepat dan aku mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Ruangan itu sepi, jendela yang terbuka sedikit membawa suara lembut dari peternakan. Aku tahu tempat ini, tempat ini mengingatkanku pada desaku di Amazon. Aku merasa seperti ada gelembung pengaman dan tidak akan ada yang menyentuh kami.

Tubuh di sampingku bergerak sedikit, membuatku berhenti dan menatap kebawah untuk melihat siapa itu. Sebuah kepala tersembunyi di leherku, rambutnya menggelitik hidungku, sebuah kaki mengait kakiku, dan satu tangan memeluk pinggangku. Aku merasakan sebuah kelegaan, melihat dia di sana dan merasakannya di pelukanku. Dia aman, dia hangat, dan dia ada di sampingku.

Soteri, tertidur nyenyak di pelukanku.

Kenapa kami tidak seperti ini sejak awal? Kalau saja aku tidak takut untuk memberitahunya ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum aku meninggalkannya dan menghancurkan hatinya dalam waktu itu. Itu selalu ada di sana, sebuah gagasan menggoda untuk memberitahunya tentang perasaanku. Tapi aku terlalu takut pada penolakan, terlalu takut kalau dia tidak memiliki perasaan yang sama denganku. Itu membuatku mengingat 500 tahun jauh dari keluarga, jauh darinya, dan semua itu membuatku berpikir apakah aku sudah memilih sesuatu yang benar. Aku bertanya-tanya apakah dia bahagia, apakah dia masih suka membantu para manusia. Tapi aku paling penasaran dengan apa yang dia pikirkan tentang diriku.

Dan dia memang memikirkanku.

Ada perasaan damai di antara kami berdua karena tidak lagi perlu mengkhawatirkan satu sama lain. Dengan hanya berada di sekitarnya sudah cukup untukku, itu cukup untuk membantuku melupakan masa-masa yang gelap dan sulit. Aku ingat ketika aku terus-terusan memberitahunya bahwa aku kesakitan karena tidak bisa membantu manusia ketika tragedi terjadi. Mungkin aku hanya melampiaskan perasaanku, tapi itu menyenangkan untuk memberitahu seseorang tentang apa yang menggangguku. Yang lainnya, mereka tidak akan mengerti karena mereka akan menganggapku sedang bertingkah seperti remaja labil.

Tapi Soteri tidak. Dia selalu mendengarkan, menyimpan semua yang kukatakan padanya. Dia tidak pernah menghakimiku, membuat percakapan kami menjadi polos dan jujur. jika aku sudah selesai bercerita, dia akan memberiku senyuman yang aku percaya diciptakan Arishem dari cahaya matahari, dan dia akan meyakinkanku kalau dia ada disana. Dia juga merasakan rasa sakitnya, ingin melindungi manusia. Itu adalah satu hal yang membuatku melihatnya dengan cara yang baru.

Rasa hausnya untuk melindungi. Itu besar dan kuat.

Hal kedua yang membuatku penasaran adalah fakta bahwa aku tidak bisa membaca pikirannya. Pikirannya tertutup dariku, hampir seperti kabut yang membutakan kemanapun aku pergi. Awalnya, aku mencoba karena pikiran yang lain bisa dengan mudah kulihat. Tapi Soteri, pikirannya adalah benteng yang tidak akan pernah bisa diterobos. Tapi, perisai itu juga membuat kami bersama. Aku dipaksa untuk bicara dengannya, mengenalnya lebih dalam. Itu membuatku belajar bagaimana bicara dengan orang lain, bagaimana aku terhubung dengan orang lain tanpa menggunakan kemampuanku. Soteri membuatku bekerja keras untuk pertemanan kami

Light My Love [Druig]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang