Malam telah tiba beberapa saat kemudian, setelah kami mengakhiri pertemuan kami, kami semua berpisah untuk sementara. Ketegangannya sudah terlalu berlebihan, dan kami juga tidak tahu apakah Druig akan membantu atau tidak. Sersi ingin menunggu, untuk melihat apakah kami bisa memberi Druig sedikit waktu untuk berpikir.
Jadi kami menunggu.
Malam yang sejuk itu ditingkahi dengan suara alam, tapi juga sepi dari suara-suara para penduduk. Mereka semua pergi tidur, hanya pandai besi yang masih bangun dan bekerja. Aku menemukan diriku duduk di sudut desa. Memandangi hutan dan berpikir sendirian.
Aku menemukan diriku yang lain hari ini, menjadi seorang Eternal, terasa sangat melelahkan berurusan dengan semua yang terjadi hari ini. Berada di sebuah hutan antah berantah, mengalami momen canggung dengan dengan seseorang yang menghancurkan hatiku dulu sekali, dan reuni keluarga kami yang terasa sangat sulit.
Aku mendengar suara ranting patah di belakangku, membuatku langsung berdiri dan membentuk medan energi di sekeliling tubuhku untuk bersiap dari serangan. Tapi aku salah, tidak melihat apapun kecuali Druig berdiri sekitar 6 meter dariku. Itu membutuhkan waktu sebentar untuk menyadari apa yang sudah kulakukan di depannya. Druig hanya mengangkat kedua tangannya untuk menunjukkan bahwa dia tidak membawa apapun untuk mengancam.
"Aku datang dalam damai" dia berkata kepadaku, dengan nada yang ringan ketika aku melenyapkan medan energiku. Tubuhku tidak lagi kaku, melemaskan jari-jariku ketika Druig berjalan mendekat dengan pelan dan hati-hati, "aku tidak pernah melihatmu melakukan itu"
"Aku mempelajarinya beberapa waktu lalu" aku menjawab, menjaga nada bicara ku tetap ringan ketika kami sudah berdiri bersebelahan. Itu terasa seperti masa lalu, bagaimana kami bermain-main satu sama lain. Aku kemudian menunjuk ke arah pepohonan di depanku, "bagaimana kamu bisa bertahan dengan hal konstan ini?"
"Tidak butuh waktu lama bagiku untuk terbiasa" Druig mengaku, "sebenarnya, aku menyukainya. Itu membantu menenangkan pikiranku"
Aku tersenyum, menunjukkan bahwa aku memahaminya ketika kami saling menatap, menjadi canggung ketika kami malah terdiam. Kuharap aku bisa merasa seperti sebelumnya ketika hal-hal masih terasa mudah. Aku kemudian memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya di percakapan ini, karena hanya ada kami berdua di tempat itu tanpa siapapun.
"Aku merindukanmu," aku berkata kepadanya, terdengar sangat konyol ketika aku mengatakannya. Dia memberiku senyuman kecil, membuatku merasa lebih baik dengan percakapan kami.
"Aku juga merindukanmu" dia mengaku, "aku merindukan kalian semua dari waktu ke waktu. Bahkan Kingo...tapi aku paling merindukanmu"
"Benarkah?" aku bertanya, mataku berbinar seketika. Aduh, apakah aku terlihat sangat polos di saat itu. Dia tertawa dengan ringan.
"Tentu saja" dia menjawab, kemudian sedikit meringis di tempatnya. Aku melihat ke arahnya dengan khawatir ketika dia memalingkan pandangan dariku untuk sesaat, sesuatu bergelut di pikirannya. Itu hampir menyakitiku melihat ekspresi itu di wajahnya karena aku hanya ingin ini menjadi percakapan yang ringan.
"Ada apa?" aku bertanya, memainkan jariku karena aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, "kita bisa bicara seperti biasanya, kau tahu"
"Ketika aku pergi malam itu" Druig berkata dengan perlahan, masih mengalihkan pandangan dariku ke arah pepohonan, "ada bagian dari diriku yang...menyesal dengan itu. Karena meninggalkanmu di sana"
"Yah," aku memulai, "kamu sedang meninggalkan keluargamu"
"Bukan hanya karena itu" dia bergumam, mengambil napas panjang sebelum bicara lagi, "aku menyesal karena meninggalkanmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Light My Love [Druig]
FanficDisclaimer: Fanfic ini bukan milik saya, saya hanya menerjemahkannya. tolong dukung penulis aslinya, @/redheadclover di Fanfiction.net Soteri selalu meragukan dirinya sendiri, bahkan sejak awal kelahirannya sebagai seorang Eternal di Domo. Walaupu...