Portland, Oregon
Present day
Aku merasakan diriku tenggelam dalam kursi dapur, mendengar kabar terbaru dari kedua teman lamaku sekaligus keluargaku. Kami sudah kembali ke apartemenku, membuatku harus pulang lebih awal karena mereka membawa informasi darurat dan itu tidak bisa menunggu. Ketika kami sudah di dalam, di luar mulai hujan. Itulah saat ketika mereka menyampaikan beritanya.
Aku terdiam lama, hampir kehilangan napasku. Otakku hampir berhenti bekerja, mencoba memahami apa yang baru saja mereka sampaikan. Tapi aku tidak percaya. Tidak..itu tidak sungguhan.
"Dia.." aku tersengal, menutup mulutku dengan tangan, dan berusaha sekeras mungkin agar tidak menangis. Tapi itu sudah terlanjur terjadi. Aku bisa melihatnya di mataku, senyum lebarnya yang selalu bisa menenangkanku ketika aku memiliki masalah. Dia adalah jangkar bagi kami, walaupun kali terakhir kami bersama meninggalkan rasa sakit dan pengkhianatan, aku masih menganggapnya sosok yang bisa kupercayai.
Ajak sudah mati.
"Dia dibunuh oleh Deviants" Sersi menjelaskan, duduk dengan diam di sampingku, matanya menatapku dengan lembut dan duka. Aku menatap balik ke arahnya, masih berusaha menerima bahwa pemimpin kami sudah mati. Itu terasa seperti kebohongan, sebuah kebohongan yang aku coba untuk percaya.
"Bagaimana itu bisa terjadi?" aku bertanya, hampir terdengar tidak percaya saat aku menatap Sersi kemudian Ikaris. Dia bersandar ke meja dapur dengan tangan bersilang di depannya. Mereka berdua terlihat sedih di matanya, membuatku percaya bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya. Sersi terlihat patah hati di kursinya, sementara Ikaris berusaha untuk tetap tenang tetapi tetap terlihat terguncang.
"Dia sendirian di peternakan itu" Ikaris menjelaskan, suaranya menjadi rendah dan hampir terdengar sama berdukanya sepertiku. "Deviants yang membunuhnya pastinya cukup kuat untuk bisa melakukan itu kepadanya"
"Ajak tidak akan pernah..." aku berhenti, bersandar sedikit ke kursiku sementara aku masih merasa berduka dan berusaha menghubungkan kepingan-kepingan informasi. "Dia pasti akan memperingatkan kita soal Deviants lebih awal. Kukira kita sudah membunuh semua Deviants. Benar kan?"
Sersi mendekat ke arahku dan menyentuh lenganku. Aku melihatnya dengan sedih, melihatnya mencoba menenangkanku, "itu bukan satu-satunya yang terjadi"
Aku menegakkan tubuhku, merasa khawatir kalau-kalau yang dia katakan akan menjadi lebih buruk. Aku memperbaiki rambut merahku, menatapnya dengan khawatir, "Ada apa?"
Sersi melihat dengan ragu-ragu ke arah Ikaris, mencari matanya untuk sesaat. Ikaris terlihat sedikit kaku, tapi dia menganggukkan kepalanya ke arah Sersi. Sersi menatap kembali ke arahku dan memegang tanganku.
"Tolong beritahu aku"
"Kami pergi ke peternakan Ajak dan menemukan...tubuhnya" Sersi menjelaskan, terdiam sejenak sebelum kembali menjelaskan, "Ketika aku sedang menangis di sampingnya...Ajak memilihku"
Aku membeku, menatapnya dengan pandangan bingung. Dia menggerakkan tangannya dan menunjuk bagian bawah lehernya di antara tulang selangkanya. Awalnya aku tidak mengerti, ketika aku memahaminya itu membuatku bangkit dengan cepat dari kursi. Kursi itu jatuh ke lantai, mataku membesar, menatapnya separuh terkejut dan separuh kagum.
"Kamu mendapat kemampuannya untuk...berbicara dengan Arishem?" aku bertanya tergagap.
"Bola yang dia gunakan" Sersi menjelaskan, masih duduk tenang di kursinya, "bola itu keluar dari tubuhnya dan masuk ke dalam tubuhku"
"Jadi...kau sudah bicara dengan Arishem?" aku bertanya, mencoba memastikan bahwa aku sudah memahami dengan benar, "apa yang dia katakan padamu?
" 'sudah hampir waktunya, kamu harus mengumpulkan yang lainnya' "
"Yang lainnya?" tanyaku, tidak mengerti awalnya. Kemudian aku memahaminya, itu membuatku merinding.
"Kita semua" kataku, melihat ke arah mereka berdua, akhirnya mengerti sepenuhnya apa yang mereka sampaikan. "Aku tidak...sudah...sudah lama sekali semenjak aku melihat yang lainnya"
"Berabad-abad" Sersi bergumam setuju, "tapi jika ada lebih banyak Deviants diluar sana, kita harus menghentikan mereka sebelum sesuatu terjadi"
"Aku tidak tahu Sersi" aku mengaku kepadanya. Sulit untuk memikirkannya, melihat kembali para anggota kelompok setelah berabad-abad saling terpisah tanpa sepatah katapun terucap tentang bagaimana keadaan mereka.
"Kita tidak bisa melakukan ini jika kita semua tidak bersama Soteri" Ikaris mengingatkanku. "Kami membutuhkanmu, bersama kami"
"Untuk melindungi kalian" aku mengingatkan dengan nada pahit.
"Tidak" Sersi membantah, "untuk bertarung bersama kami"
"Aku bukan seorang pejuang Sersi" aku berkata padanya, mengangkat pandanganku dari tanah dan menatapnya. "Aku tidak pernah menjadi seorang pejuang. Aku tidak bisa terbang seperti dia" aku mengalihkan pandanganku kepada Ikaris kemudian kembali kepada Sersi. "Aku tidak bisa berlari cepat...meledakkan sesuatu dengan jariku...memiliki pukulan yang kuat...atau-" aku berhenti lagi, mengambil napas dengan gemetaran.
"Mengontrol pikiran seseorang"
Itu menyakitkan ketika aku mengucapkannya seperti itu, membuatku memikirkan Druig dan bagaimana aku sudah sangat lama tidak melihat wajahnya. Untukku, itu tidak hanya terasa selama berabad-abad. Itu seperti seribu tahun aku tidak ada di dekatnya, tidak tahu apakah dia baik-baik saja, tidak tahu apakah dia masih ingin menyelamatkan nyawa manusia lebih dari apapun.
"Kamu adalah seorang pejuang Soteri" Sersi berkata dengan suara yang sangat yakin sambil bangun dari kursinya, dia melangkah ke dekatku dan menyentuhkan tangannya ke bahuku. Aku menatap matanya, mencoba mencari kebohongan disana, "kamu selalu seorang pejuang. Ajak melihatnya di dalam dirimu, dan kami semua juga melihatnya. Tidak ada seorangpun yang segigih kamu ketika melindungi keluarganya. Aku mengingat banyak waktu ketika kita hampir mati. Tapi itu tidak pernah terjadi..karena kamu"
Aku tidak mengatakan apapun karena aku tahu aku tidak bisa mendebatnya. Sersi tidak akan pernah berbohong kepadaku tentang sesuatu seperti ini. Bagaimana aku bisa menolaknya?
"Aku akan pergi" akhirnya aku membalasnya, sudah mulai menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Sersi memberiku senyum meyakinkan, meremas bahuku pelan dan menunjukkan kepadaku bahwa dia bahagia aku setuju untuk datang dan membantu. Itu menakutiku dengan mengetahui apa yang akan terjadi. Tapi, mengetahui kalau kami semua akan kembali berkumpul menghangatkan hatiku. Aku merindukan mereka, aku selalu berharap kami bisa berkumpul kembali.
Hanya saja, tidak di situasi seperti ini.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" aku bertanya kepada Sersi, berdiri kembali ketika Ikaris akhirnya melangkah mendekati kami.
"Kita akan menemui Gilgamesh dan Thena dari sini. Sprite dan Kingo sudah menunggu kita" dia menjelaskan, membuatku melihat kepadanya dengan bingung.
"Menunggu kita dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Light My Love [Druig]
FanficDisclaimer: Fanfic ini bukan milik saya, saya hanya menerjemahkannya. tolong dukung penulis aslinya, @/redheadclover di Fanfiction.net Soteri selalu meragukan dirinya sendiri, bahkan sejak awal kelahirannya sebagai seorang Eternal di Domo. Walaupu...