PART 31

283 25 0
                                    

"Jangan sampai lost contact, Jo. Ingat! Tournamen sebentar lagi waktunya mepet-mepet," peringat Coach Hendry sebagai pelatih tunggal putra.

"Iya, Coach, Jojo paham."

"Jangan lupa kabarin orang tua kamu juga. Tadi beliau sempat menanyakan kamu karena berita tersebut."

"Terus Coach Hendry bilang apa?" tanya Jojo gelisah.

"Saya bilang itu sudah biasa di dunia atlet. Jojo baik-baik saja dan dalam masa latihan untuk persiapan tournamen.

"Orang tua saya percaya, Coach?"

"Sangat-sangat percaya. Kenapa? pasti kamu masih belum mengabarkan mereka ya?" tebak Coach Hendry.

"Iya, Coach," cengir Jojo mengusap tengkuk lehernya.

"Berdosa banget saya demi kamu ini," desis Coach Hendry diakhiri kekehannya.

"Coach Hendry memang paling the best deh," goda Jojo tertawa.

"Saya tidak perlu pujian, Jo. Saya hanya mau kamu memberikan yang terbaik aja buat Indonesia. Bisa?"

Jojo tersenyum tipis walaupun Coach Hendry tidak bisa melihat hal tersebut. Ia merasa sangat beruntung memiliki pelatih yang sangat sabar dalam mendampinginya selama ini. "Jojo usahakan," tegas Jojo dengan yakin.

"Satu lagi, jangan sungkan untuk bilang jika ada masalah. Di sini saya ada bukan hanya untuk merangkul kamu di lapangan. Di luar pun, jika kamu butuh apa-apa cepat kabari saya."

"Iya, Coach, pasti. Maaf sebelumnya sudah buat Coach khawatir," tutur Jojo merasa tak enak hati.

"Sudah-sudah tidak perlu di bahas lagi. Intinya kamu sekarang tidak apa-apa, dan diusahakan untuk segera mungkin kembali ke pelatnas."

Mendengar hal itu Jojo tersenyum miris. Beginilah resiko jika ia mengambil cuti di sela latihannya. "Secepatnya Jojo akan kembali, Coach," ujarnya.

Panggilan telepon terputus dan Jojo melempar ponselnya asal. Ia menghempaskan tubuhnya pada kasur dan menatap dindang kamar tersebut. "Jonathan Christie yang konon dambaan kaum perempuan... Sadboy?" lirihnya terkekeh.

***

"Memangnya Marcus bilang apa sampai-sampai kamu langsung berbenah?" tanya Nagita yang dari tadi anteng duduk di kasur kamar Kevin. Ia hanya memperhatikan Kevin yang sibuk mengambil baju-bajunya dalam lemari lalu dimasukkannya pada koper.

"Cuma tanya kapan balik," jawab Kevin tanpa mengalihkan pandangannya.

"Terus?" tanya Nagita. Ia masih belum yakin dengan jawaban singkat anaknya.

"Gak ada."

"Masa sih? Perasaan dari kapan hari Mama tanya kamu kapan balik ke pelatnas jawabannya nanti-nanti doang."

Kevin menghentikan kegiatannya lantas menatap sang Mama. "Marcus di sana gak bisa terus-terusan latihan bareng orang lain, Ma. Partnernya kan Kevin, jadi mau gak mau latihannya juga sama Kevin."

"Iya juga, sih." Nagita mengangguk membenarkan perkataan putranya.

"Lusa Kevin balik, Ma," ujar Kevin memberitahu. Ia sedikit meregangkan otot-ototnya merasa sedikit lelah.

Nagita mengangguk mengiyakan saja. "Nanti malem kita family time ya. Kemana gitu, jalan-jalan keliling Banyuwangi bertiga sama Papa juga."

"Boleh. Sekalian Kevin mau beli oleh-oleh buat Marcus sama coach Herry," timpal Kevin.

Drtt drtt

Kevin mengalihkan fokusnya pada benda pipih yang berada di atas nakas samping kasurnya. Ia beranjak untuk mengambil ponselnya. Keningnya mengerut tat kala melihat nama di panggilan tersebut.

KEVIN || About Badminton AthletesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang