Runtuhnya pertahanan

740 84 4
                                    

"Hosh ... Hosh ... Hosh ... " Deru nafas pemuda itu tersenggal-senggal, ia lelah karena sudah berlari cukup jauh dari tempat semula, pemuda itu, Mitsuki.

Mitsuki kini berada di sebuah gang-gang sempit pemukiman warga, kepalanya kembali mengingat kejadian yang baru saja terjadi, saat dimana ia masuk ke dalam pondok.

Di saat itu, kebetulan juga ada Shikadai yang sedang membuka rak-rak piring, dan kemudian hal yang tak terduga terjadi, sekelompok orang berjubah hitam serta bertopeng menyemprotkan sesuatu kepada mereka.

Belum sempat menyerang, Shikadai sudah tersungkur karena tak sengaja menghirup gas tersebut, tersisa lah Mitsuki yang langsung bersembunyi.

Mitsuki memang mempunyai intuisi yang kuat, hingga membuat dirinya dapat lolos dari gas beracun tersebut, yang dimana jika seseorang menghirupnya maka orang itu akan jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.

Setelah gas hilang Mitsuki langsung cepat-cepat bersembunyi di balik tempat yang aman, ia ingin melawan, tapi setelah ia melihat musuh yang membawa senjata membuat Mitsuki ragu dan akhirnya memutuskan untuk kabur.

Sekarang tujuannya adalah rumah sakit Konoha, Boruto sedang berada di sana, ia ingin cepat-cepat memberitahukan hal ini kepada Boruto, ia harus tahu apapun yang terjadi!

Mitsuki kembali berlari, ia sedikit memikirkan bagaimana keadaan Sarada dan Inojin, tapi sepertinya mereka tidak baik-baik saja sekarang, walaupun Mitsuki memang sangat mengharapkan mereka dapat lolos, tapi firasat Mitsuki berkata lain.

Persetan dengan Mitsuki yang sedang memikirkan berbagai hal, tiba-tiba saja sebuah mobil hitam datang dari arah belakang dan menabrak Mitsuki, alhasil pemuda itu terpental membentur tembok bangunan.

"Shhh," erang Mitsuki memegangi kepalanya yang terasa nyeri sembari membuka matanya perlahan.

Dari mobil keluar lah seseorang dengan jubah hitam, orang itu mendekati Mitsuki yang masih terbaring, dan beberapa detik sekawanan orang berjubah hitam lainnya mengepung Mitsuki.

"Hampir saja cecunguk sialan ini lepas," ucap orang berjubah hitam itu.

Mitsuki berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang tersisa, seharusnya energinya tadi digunakannya untuk berlari hingga sampai ke tempat tujuan, namun sekarang mau tak mau energinya itu harus ia gunakan untuk bertarung.

"Cih," Mitsuki mendecih, ia mengepalkan tangannya dan berancang-ancang untuk melawan.

"Yaampun, cecunguk ini ... hei kalian! cepat habisi dia!" perintah ketua berjubah hitam itu.

Dengan spontan sekawanan orang berjubah hitam itu melawan Mitsuki, Mitsuki tak tinggal diam, ia terus memukul musuhnya hingga satu per satu dari mereka jatuh terkapar.

Duagh!

Mitsuki sedikit tersentak, rahangnya terkena pukulan, tapi itu tidak membuat sedikit pun pertahanan Mitsuki runtuh, pemuda itu terus melawan balik dengan sisa-sisa energi yang ia miliki.

Buaghk!!

"Khh," desis Mitsuki saat perutnya ditendang oleh musuh.

Buaghhh!!

Pemuda dengan senyum manis itu membalas tendangan musuh dengan pukulan telak di wajah.

Kemampuan bertarung Mitsuki memang tidak boleh diremehkan, ia satu tingkat di bawah Boruto, kalau saja energinya cukup, maka musuh yang sekarang di hadapannya pun sudah musnah sejak tadi, tapi sayang energinya sudah terpakai banyak saat berlari.

Mitsuki mulai kelelahan, konsentrasinya perlahan buyar, hingga suatu pukulan mentah mendarat di perutnya, ia terbatuk sampai sesuatu keluar dari sana, darah.

Pemuda itu pun sempoyongan, sementara para musuh masih saja tetap memberikan perlawanan, hingga ...

Dor!!

Ketua berjubah hitam itu meluncurkan senapannya ke kaki Mitsuki, membuat pemuda itu akhirnya jatuh terbaring sambil menahan perih di sekujur tubuhnya, apalagi sekarang kaki nya terkena peluru.

"Konyol sekali kalian! dengan cecunguk seperti ini saja bisa tumbang! cepat angkut dia!"

Pasukan yang tersisa membawa Mitsuki sembari menodongkan pistol, kalau Mitsuki bergerak memberikan perlawanan, maka tak segan-segan sebuah pistol mendarat di kepalanya.

Mitsuki terbatuk sambil mengeluarkan darah lagi, sekarang energinya sudah habis, pertahanannya runtuh, kini hanya satu-satunya orang yang menjadi harapannya.

'Boruto, aku mengandalkanmu,'

***

"Permisi, apa Sarada ada?"

"Nona Sarada? dia belum pulang dari sekolah,"

"Apa? begitu ya, baiklah Bi. Terima kasih, aku permisi,"

"Iya sama-sama," jawab wanita paruh baya itu dengan ramah.

Boruto, ia berniat menjemput Sarada untuk pergi berpesta barbeque dengan teman-temannya, namun kini pemuda itu heran saat pembantu Sarada bilang kalau gadis itu belum pulang dari sekolah, padahal harusnya bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 2 jam yang lalu.

Pemuda itu sangat menyesal atas perlakuan kasar yang ia berikan pada gadisnya kemarin, ia begitu bodoh hingga tidak tahu kalau Sarada sangat lah khawatir padanya, lain kali Boruto tak mau melakukan hal itu lagi pada Sarada, selamanya.

Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk langsunh pergi ke tempat yang sudah dijanjikan, kalau Sarada belum pulang, berarti sudah dipastikan Shikadai dan yang lainnya telah membawa Sarada duluan ke sana.

Tak perlu waktu lama, Boruto pun sampai, ia sangat rindu dengan gadisnya, saat sudah melihatnya langsung, Boruto pastikan ia akan memeluk erat gadis itu.

"Hai kalian! aku dat—"

Boruto terdiam, pandangan yang ia lihat hanya keadaan yang begitu berantakan. Panggangan yang terpecah menjadi dua, tikar yang sudah tak tertata rapih, keranjang makanan dan barang-barang lain yang juga sudah terlihat acak-acakan.

Ia terus berjalan di sekitar rerumputan taman itu, hingga terlihat tetesan-tetesan darah yang cukup banyak.

Pandangan Boruto menjadi dingin, sorot matanya menggambarkan kebencian, siapapun orang yang menatap matanya sekarang pasti langsung ketakutan.

Pemuda itu segara berlari menuju pondok kecil, di sana tidak ada seorang pun, kemudian sesuatu objek menarik perhatiannya, itu adalah sebotol gas beracun yang apabila disemprotkan akan membuat siapa saja pingsan bila menghirupnya.

Boruto mengambil barang itu, tangannya mengepal, rahangnya mengeras, tatapan matanya tajam seperti elang yang siap membunuh mangsanya.

Dengan penuh amarah ia bergumam, "kau ... sudah datang ya,"










TBC.

Note For My Senpai  (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang