RJ 14

2K 364 33
                                    

Selamat membaca!

'*'

Sudah tiga hari sejak perbincangan Jendral dan Geya tentang perasaan Jendral, kini Geya masih saja memikirkan akhir apa yang akan terjadi nanti. Geya memberi waktu pada Jendral untuk memastikan perasaannya, dia juga meyakinkan Jendral jika laki-laki itu bisa mendapatkan wanita yang lebih baik darinya. Namun, sekeras apapun Geya menolak, sekeras itu juga Jendral mengatakan bahwa dia tidak butuh wanita lain karena sudah terlanjur memilihnya.

"Melamun aja kerjaan lo," ujar Natya melirik Geya yang diam saja. "Mikirin apa?"

Geya menggeleng. "Gak mikir apa-apa," jawabnya. "Lagian, aku harus apa kalau gak diam? Kita lagi di mobil, kan gak mungkin aku rusuh."

"Tapi lo lebih pendiam dari biasanya," ketus Natya menepikan mobilnya.

"Kok berhenti?"

"Mampir bentar, mau beli titipan mama," jawab Natya lalu turun dari mobil, Geya pun segera menyusul Natya masuk ke dalam mini market.

"Nat, aku ke rak cemilan deh. Mau nitip?" tanya Geya melirik Natya yang sibuk menatap rak berisi bumbu dapur.

"Enggak deh, cemilan gue masih banyak."

Geya mengangguk, dia berjalan kearah lain. Memilih cemilan yang biasa dia beli, sedikit berpikir cemilan lain apa yang dia inginkan untuk sekarang.

"Hai!" sapa seseorang.

Geya berbalik, matanya melotot dan sangat terkejut melihat seseorang di hadapannya. Tubuhnya terpaku seakan tidak memiliki tenaga untuk bergerak.

"Hai Geya, apa kabar?"

Bibir Geya kaku, dia tidak dapat mengeluarkan suara barang sedikitpun, membuat orang yang berdiri di hadapannya tersenyum.

"Pasti baik, lo selalu baik-baik aja, kan? Gue jadi senang. Makin senang karena tau kalau kita ketemu lagi sekarang," bisik orang itu mendekati Geya.

Kaki Geya bergerak mundur, dia terlihat sangat ketakutan. Membuat senyum orang itu semakin lebar, Geya berusaha untuk kabur tapi tiba-tiba lehernya di cengkram erat oleh orang itu. Berkali-kali merutuki keadaan bahwa dia yang berdiri di pojokan hingga tidak ada orang lain di sana.

"Gue kangen," bisik orang itu membuat mata Geya berkaca-kaca. "Gue kangen banget. Sampai-sampai gue gak sabar lihat lo selalu dalam jangkauan gue," tambahnya membuat air mata Geya mengalir dan merasa sesak.

Sreet

"Jangan pernah lo nyentuh Geya lagi," ancam Natya melepas tangan itu dan mencengkramnya dengan erat.

Geya terbatuk, dia berpegangan pada rak dan meraup udara sebanyak-banyaknya.

"Well, setelah bertahun-tahun ternyata kalian masih sahabatan, kagum sih gue."

Natya menatap tajam orang itu. "Ngapain lo kesini lagi, Enzi?" tanya Natya menggeram.

Gadis yang di panggil Enzi itu tertawa, dia menyentak tangannya lalu menatap Natya tajam. "Mau nyapa teman lama," jawabnya lalu berjalan pergi begitu saja.

Natya langsung berbalik dan menatap Geya dengan khawatir. "Napas, Ge, Napas. Tenang, dia udah pergi," ujar Natya khawatir.

"Dia balik lagi," lirih Geya.

Natya menggenggam tangan Geya. "Tenang, dia gak akan macam-macam. Sekarang kita ke kasir terus pulang. Oke?"

"Iya, ayo pulang."

Hingga pulang, Geya malah semakin diam. Natya memilih untuk mengantar Geya pulang dan kembali ke rumah Geya untuk menemani sahabatnya itu.

"Lo beneran gak kenapa-kenapa, kan?" tanya Natya berbaring di kasur Geya.

Ruang Jendral [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang