RJ 11

2.2K 410 29
                                    

Selamat membaca!

'*'

"Kenapa sih? Tegang banget," ujar Reilan menatap ketiga laki-laki yang tengah duduk di kursi kantin kampus.

"Mereka bener-bener bentuk Grexda lagi," desis Juno mengepalkan tangannya.

Reilan menatap Jendral yang diam sedari tadi, dia paham dan jelas saja mengerti dengan apa yang di rasakan Jendral sekarang. Ini berita buruk dan Jendral pasti tengah mati-matian memikirkan langkah apa lagi yang harus dia lakukan sekarang.

"Kita perlu ngomong ke alumni inti," usul Nusa.

"Harus," timpal Juno. "Gue gak rela mereka pake nama Grexda sesuka hati mereka, apalagi dari semua kenyataan yang udah kita lihat, mereka jadi geng motor yang brutal."

"Gue bakal nyari waktu untuk ngomong sama om Tulus dan yang lainnya," ujar Jendral membuka suara.

Juno dan Nusa mengangguk.

"Semoga kita bisa selesaikan masalah ini dengan cepat, seenggaknya jangan sampai ada hal buruk yang terjadi. Selagi bisa, kita bicara baik-baik sama mereka semua."

Jendral menatap ketiga sahabatnya dengan pandangan yakin, dia harus meyakinkan diri untuk bisa menyelesaikan masalah yang tidak mereka sangka ini.

"Masih ada kelas?" tanya Reilan mengalihkan topik.

Ketiganya sontak mengangguk.

Reilan mengangguk pelan. "Berapa mata kuliah lagi?"

"Tinggal satu. Gue males balik, ada Joshua di rumah. Dia pasti rusuh banget, males gue lihatnya," cetus Juno.

"Joshua di Jakarta?" beo Jendral.

Juno mengangguk. "Masa iya dia mau nikah, tiba-tiba banget. Kemarin tiba-tiba muncul terus ngomong mau nikah ke mami sama papi, gila gak sih? Heran banget gue."

"Dia udah tua, gak masalah kalau dia mau nikah. Lagian dia udah mapan juga," ujar Reilan.

"Tapi gue belum siap," cicit Juno membuat ketiganya hampir tergelak.

Joshua adalah satu-satunya saudara yang Juno miliki, empat tahun lebih tua dari Juno. Mereka sangat tidak akur jika bersama namun tetap saja mereka akan mempunyai rasa dan ikatan batin yang kuat. Meski sering bertengkar namun keduanya juga sering menghabiskan waktu bersama.

"Kalau dia nikah, nanti gue gak bisa minta duit jajan lagi sama dia," adu Juno menatap Jendral dengan pandangan sedih. "Nanti dia bakal stay di Yogyakarta, dong. Makin jarang pulang, gue jadi gak punya teman di rumah."

"Ikut aja ke Yogya," ujar Jendral mencibir. "Kayak bocah aja, lo itu udah tua, gak pantes ngambek begini."

Juno melirik tajam pada Jendral, dia mendengkus kesal dan mengacak rambutnya dengan cepat. Usapan lembut di bahunya membuat Juno menoleh pada Reilan yang tersenyum padanya.

"Dia cuma mau nikah, cuma pindah rumah bukan pindah negara. Lagi pula, belum tentu Joshua beneran pindah ke Yogya, kan?" ujar Reilan berusaha menenangkan.

"Iya sih," gumam Juno. "Sebenarnya gue bukan gak rela, cuma ya..., Gitu deh."

Jendral mendengkus pelan, menatap jengah pada Juno yang menampakkan ekspresi bodoh miliknya.

"Gue balik duluan," celetuk Jendral membuat ketiganya heran.

"Kita masih ada mata kuliah," ketus Juno melirik sinis Jendral.

"Titip absen," ujar Jendral berjalan pergi meninggalkan para sahabatnya.

Juno melempar sebuah kentang goreng meski tidak mengenai Jendral. "Seenak jidatnya aja kalau ngomong, gak gue bantuin, lihat aja."

Ruang Jendral [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang