RJ 09

2.6K 456 57
                                    

Selamat membaca!

'*'

"Nunggu apa?" tanya Jendral pada Geya.

"Nunggu hujan berhenti," jawab Geya memperhatikan hujan yang turun dengan deras.

Di depan kampus besar itu, beberapa mahasiswa ikut menunggu hujan reda. Beberapa dari mereka yang tidak membawa payung tentu saja tidak akan membodohi diri dengan menembus hujan.

"Maksud gue tumben nunggu, biasanya di jemput atau sama si Natya," ujar Jendral.

"Pak Endar gak bisa jemput, Natya bolos kuliah," jawab Geya tersenyum.

"Kemarin lo yang bolos, sekarang Natya. Enak banget lo semua bolos, ngulang mata kuliah baru tau." Jendral melirik malas pada Geya.

Bukannya marah, Geya malah tertawa pelan. "Kan kita punya jatah gak masuk kelas, lagian aku bolos juga karena Aynan kurang sehat."

Jendral langsung memusatkan perhatian pada Geya. "Aynan sakit?" tanya Jendral cepat.

Geya mengangguk. "Demam, tapi udah mendingan tadi pagi, makanya aku bisa ke kampus. Lumayan rewel, kata mami itu wajar, apalagi Aynan habis imunisasi."

Jendral mengangguk pelan. "Lo baik-baik aja?" tanyanya.

Sedikit terkejut mendengar pertanyaan Jendral, Geya tidak menyangka Jendral akan bertanya seperti itu. "Baik. Kenapa tanya begitu?" tanya Geya balik.

"Lo kelihatan pucat, kurang tidur?" tebak Jendral membuat Geya mengangguk cepat. "Aynan rewel banget berarti," gumam Jendral.

"Lumayan," ujar Geya. "Aku duluan, ya."

Kening Jendral mengernyit. "Masih hujan, bego. Mau kemana lo? Katanya gak di jemput."

Geya mengangguk membuat poni tipisnya bergerak lucu. "Pak Endar emang gak jemput, makanya aku pesan taksi online," jawab Geya menunjuk sebuah mobil berhenti di dekat mereka. "Aku duluan ya, Jendral. Kamu hati-hati, tunggu aja hujannya reda. Bawa motornya pelan-pelan aja, jalanan licin."

Jendral terdiam menatap Geya yang berlari kecil memasuki mobil berwarna hitam itu, tanpa sadar ujung bibir Jendral terangkat. Dia memperhatikan mobil hingga menghilang dari penglihatannya.

"Geya," gumamnya pelan.

***

"Kemarin gue ketemu Rendi," celetuk Juno pada Nusa.

"Dimana?" tanya Nusa singkat.

"Di pemakaman," jawab Juno. "Gue mampir ke makam Juan kemarin, terus pas gue mau balik si Rendi baru aja nyampe."

"Dia sepupunya, gak heran kalau dia ke makam Juan," ujar Nusa mematikan layar handphonenya. Dia memperhatikan Juno yang sibuk bermain game di komputer, seakan tidak ada kata lelah untuk sahabatnya itu.

"Gue punya feeling buruk ke Rendi," cetus Juno membuat Nusa terdiam sebentar.

"Itu namanya suudzon," balas Nusa. "Selama dia gak macam-macam, jangan sampai kita mikir yang macam-macam juga. Lagian selama ini kita semua masih aman."

Juno mengangguk. "Bener juga," gumamnya. "Btw, Jendral kemana?"

Nusa hanya mengendikkan bahunya tanda tidak tahu, dia mulai membuka kembali layar handphonenya begitu juga dengan Juno yang kembali fokus pada layar komputernya. Malam ini Juno berniat menginap di rumah Nusa, berhubung adik Nusa menginap di rumah temannya.

"Telpon Jendral, Sa. Minta dia kesini juga, gak asik kalau cuma berdua sama lo. Hening banget kayak hati gue," cetus Juno membuat alis Nusa bertaut.

"Punya hp, kan? Telpon sendiri," balas Nusa melirik sinis pada Juno. Lagi pula Nusa tidak habis pikir dengan Juno yang masih ingin menelpon Jendral di tengah malam begini.

Ruang Jendral [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang