~Vote and comment will be appreciated~
Setelah seharian penuh dihantui pikiran yang super kacau, akhirnya Mark memutuskan pulang dari kantor. Gara-gara kejadian di Pizza Crush kemarin, ia jadi tidak fokus dalam melakukan segala aktivitasnya di perusahaan.
Nyawanya seakan diambil setengah saat mengetahui fakta jika Wildan dan Yena akan menikah. Bohong jika ia ikut bahagia. Malah gara-gara hal itu, harinya berjalan begitu suram. Pria itu seperti berjalan tanpa jiwa memasuki pelataran rumah.
Demi Tuhan, jika bukan karena paksaan Jeno untuk 'beradaptasi membuang perasaannya', ia lebih memilih tidur di kantor daripada pulang ke rumah dan bertemu dengan wanita itu.
Melihat wajahnya saja membuat Mark merasa remuk. Sungguh, ia masih mencintai Yena. Dan ia rasa selamanya akan seperti itu.
Ketika asyik melamun dan memasuki ruang tamu, pria itu dikagetkan oleh pekikan Haevan dari arah dapur yang memekikkan telinga.
"Buset!! Ini kue siapa nggak dimakan?!"
"Kue lo ya?" tuduhnya pada Mark ketika matanya tak sengaja berotasi ke ruang tengah.
Mark yang baru saja datang tentu saja bingung. Pria itu berjalan mendekat sembari melepas jas navy yang ia kenakan.
"Kue apa?"
"Kue ulang tahun..." sahut Haevan menunjuk. "Eh iya ini tadi lo ulang tahun ya, gue lupa."
"Siapa yang bikin?" tanya Mark pada sang adik. Ia sendiri baru ingat jika hari ini adalah ulang tahunnya.
"Bukan gue yang jelas. Orang gue aja nggak tau hari ini lo ulang tahun."
"Mama udah pulang?" tanya Mark kembali.
"Belum. Katanya bakal balik besok, jadi nggak mungkin kalau ini dari Mama," asumsi Haevan
"Terus dari siapa?"
Saat Haevan ingin menjawab, pemuda itu malah dikejutkan oleh isi tempat sampah yang penuh dengan makanan sisa.
Sayangnya semuanya tercampur menjadi satu seakan sengaja dibuang di sana.
"Buset dah! Ini siapa yang buang makanan sebanyak ini? Padahal kalau nggak mau mah kasih aja ke gue bakal gue makan..." pekiknya kecewa. "Mana enak-enak lagi."
Tubuh Mark seketika membeku saat ia mengingat kejadian tadi pagi di mana Yena menawarinya sarapan. Apakah ini semua masakan wanita itu?
"K-kamu baru bangun?" tanyanya pada Haevan dengan raut serius.
Sang adik mengangguk malas sembari menggaruk perutnya menahan kantuk. "Iya, gue ketiduran sampai jam empat tadi. Ini mau mandi."
"Ketemu Yena nggak?" tanya Mark mendesak.
"Ketemu sih tadi di tangga. Dia kelihatan habis nangis. Tapi aku nggak tanya soalnya udah kebelet buang air," sahut Haevan mengingat. Sedetik kemudian, pemuda itu membelalakkan matanya horor.
"Tunggu tunggu! Jangan bilang kalau ini semua masakan Kak Yena?" tanyanya pada Mark. Matanya memicing kecil layaknya detektif.
Yang ditanya hanya diam dengan raut merasa bersalah. Sungguh, ia tidak bermaksud demikian. Tadi pagi ia menghindar karena ia tidak mau terbawa perasaan saat melihat wajah wanita itu. Ia takut, jika ia duduk di meja makan terlalu lama berdua, hatinya malah tambah pedih.
"Lo tau itu?!" pekik Haevan tidak percaya.
"T-tadi dia sempet nawarin Kakak sarapan sih," cicit Mark lirih. "Tapi Kakak nggak tau kalau dia masak sebanyak ini karena ulang tahun Kakak."