04. Hi Rival!

99 34 0
                                    



~~ Happy Reading ~~


Kalau kamu suka
Jangan lupa vote dan komen
XOXO 



  " Aku benci dia. " 

Satu kalimat yang terlontarkan dari mulut Jungkook saat dia mendengar nama dari si pemenang yang di sebutkan juri. Kekecewaan menyelimuti hati laki itu, membuat kepercayaan di dirinya hancur melebur. Nyatanya tidak hanya Jungkook yang kecewa, Jieun, In-Na, Taehyun, Dongwook, dan separuh dari penonton ikut kecewa karena pilihan mereka gagal mendapatkan juara pertama. 

  " Kenapa harus dia yang menang?! " geram Jieun, menjambak rambut frustasi melihat piala dan cek seharga 1 juta won itu berada di genggaman orang lain. 

  " Aku benci dia. " Jungkook terus mengulangi kalimat yang sama berulang kali sampai In-Na bosan mendengarnya. 

  " Sudahlah, biarin saja dia. " perempuan itu menyahut. 

Jungkook mendengus kesal, melipat kedua tangannya di atas perut. Memberi tatapan mematikan ke manusia yang berdiri di atas panggung. Sedang berfoto bersama para juri sambil membawa piala dan cek yang seharusnya menjadi miliknya. 

  " Dia pasti curang. " sahut Jungkook. 

Dongwook refleks menoleh, " Kamu tahu darimana? " 

Jieun dan Jungkook bertukar tatap.  

  " Kenapa? " si pria bujang kembali bertanya. 

  " Park Jimin, dia dulu satu sekolah dengan kita. " Jieun menjawab. Mengawali cerita yang akan di teruskan Jungkook. 

  " Itu semua di mulai di musim panas 2017 ... " 

Masih teringat jelas di kepala mereka. Langit biru cerah, awan tipis menghiasi, suara keramaian mengudara, dan aroma masakan dari foodcourt berbaris di sepanjang jalan menuju panggung besar. Festival musim panas. 

Bersiap di backstage, Jieun membantu merapikan pakaian dan penampilan rambut Jungkook. Laki itu gemetar ketakutan, karena ini penampilan pertamanya ke publik. Keringat dingin bercucuran, sekujur tubuh gemetar dahsyat, Jieun sampi bingung harus mengelap telapak tangan dan dahi Jungkook berkali - kali. 

Sementara di satu sisi, Park Jimin. Laki - laki pemilik eye smile dan wajah mochi itu santai menyapa penggemar - penggemarnya yang ada di luar pagar pembatas. Mereka semua meneriaki nama Jimin, memberi semangat sambil mengangkat tinggi papan sign bertuliskan namanya. 

Ya, dia cukup terkenal. Ralat, bukan hanya cukup, tapi memang terkenal. Dari awal sekolah dasar sampai senior, Jimin terkenal dengan bakat menari dan menyanyinya yang luar biasa. Dia terlihat seperti seorang yang professional. Bersinar di atas panggung, mencuri semua perhatian dan menarik hati para penonton dengan bakatnya yang tiada banding. 

Jungkook selalu iri kepadanya-Jimin. Dia tampan, manis, baik, punya kepercayaan diri yang kuat, dan menawan. Benar - benar kriteria seorang idol. Tidak heran karena setelah audisi ini banyak orang asing yang mengaku sebagai perwakilan dari perusahaan industri hiburan di Seoul menawarkan laki - laki mochi itu kartu nama mereka. Bahkan ada beberapa dari mereka yang langsung memberi Jimin kontrak menjadi trainee. 

Kalian pasti bisa membayangkan betapa kerennya penampilan Jimin, sampai memberi dampak besar seperti itu untuk anak sekolah menengah atas. 

Tidak seperti Jungkook. Penampilan pertamanya gagal total. Rasa gugup mengambil alih tubuhnya. Panik di dada membuat mulutnya gagap dan suaranya mendadak sumbang. Dia kalah, tapi bukan itu yang membuat dirinya membenci seorang Park Jimin. 

Melainkan, karena ejekan yang laki - laki itu berikan padanya. Menanamkan rasa dendam di hati Jungkook. Saking kesalnya, Jungkook sampai sekarang masih ingat kata - kata Jimin. 

  " Hei! Ini bukannya si sumbang Jungkook! " 

Dengusan panjang keluar dari hidung si pemilik nama seiring ia berbalik badan. Menghadap sosok lawannya yang berdiri dengan piala di tangannya. 

  " Hai, Park Jimin. " Jungkook menekan nama itu. 

Dan si empu tertawa pelan, " Hei bro! " memberi pelukan singkat. Tapi Jungkook tidak membalasnya. 

  " Bagaimana kabarmu? " - Jimin. 

Masih, Jungkook tidak membalas. 

  " Kita baik - baik saja. " sahut Jieun. Merasakan ketegangan di antara mereka. 

Jimin tersenyum kearah perempuan itu. Meraih tangan kanan Jieun, memberi kecupan hangat di punggung tangan, " Hai Ji, kamu kelihatan makin cantik aja. "

Suara deheman dengan cepat menyela. Siapa lagi kalau bukan Jungkook, " Ji, kita mendingan langsung pulang. Takut habis ini- " 

  " Tunggu tunggu tunggu. " Jimin menghadang langkah Jungkook dengan melebarkan kedua tangannya. Lalu tertawa canggung, " Kenapa buru - buru banget? Enggak mau cari makan atau- " 

  " Enggak, kita sibuk Jim. " potong Jungkook. 

Satu alis kanan Jimin terangkat, menyeringai kecil dia bertanya, " Sibuk apa kalian berdua? " 

Dua manusia di hadapannya bertukar tatap. Telepati melalui mata, Jieun bertanya kepada Jungkook mereka harus menjawab pertanyaan Jimin atau menghindarinya? Dan Jungkoook menjawab, " Kita sibuk buat persiapan ke Seoul. " 

Lepas sudah bola mata Jieun saking terkejutnya dirinya. 

  " Ke Seoul? Wow! Keren! " Jimin merangkul leher Jungkook, mengguncang tubuhnya antusias, " Aku enggak percaya si sumbang ini akhirnya punya uang buat ke Seoul. " 

  " Tapi tunggu. " Jimin melepas pelukannya, menggigit bibir bawahnya, melirik Jungkoook dari atas sampai bawah. Hal yang sama dia lakukan ke Jieun, " Kalian punya uang kan? " 

Laki itu sengaja menekan kata 'punya uang' yang kesannya menyindir mereka. 

Suara tawa paksa keluar dari mulut Jungkook, dia bertepuk tangan seolah - olah menikmati candaan Jimin. Di sampingnya, Jieun hanya tertawa kecil sambil menggaruk belakang kepala. Takut Jungkook melanjutkan kebohongan ini. 

  " Ya pasti kita punya. Bahkan aku barusaja di rekrut sama perusahaan besar di Seoul buat jadi trainee mereka. " sahut Jungkook penuh dusta. 

Jieun nyaris muntah mendengar ucapan Jungkook. Dia tidak bisa menahan kebohongan yang dia buat, dan sialnya lagi Jungkook menariknya masuk. Mau tidak mau Jieun harus membela kebohongan sahabatnya ini. 

  " I-Iya, perusahaannya lumayan terkenal. " Jieun membenci dirinya saat mengucapkan kalimat itu. 

Jimin mengangguk kepala, " Wow, kamu hebat Kook. Aku kira sekarang kamu jadi pengangguran tapi ternyata ... direkrut sama perusahaan industri terbesar di Seoul?! Wow! " 

Jungkook dan Jieun tertawa canggung. 

  " Kalau boleh tahu, perusahaan mana memangnya? " 

Pertanyaan Jimin membuat dua sahabat itu memasang wajah tegang, namun dalam sekejap menghilang. 

  " Uhm, soal itu ... " Jungkook menggantung kalimatnya, menoleh kearah Jieun. Menyenggol lengan perempuan itu berkali - kali. Meminta pertolongan. 

  " Rahasia! " sahut Jieun dengan cepat, " Iya karena kebijakan di perusahaan. Enggak boleh nyebarin identitas trainee. " 

Jieun mengakhirinya dengan lembut sambil tertawa canggung. Tapi syukurlah Jimin tidak memberi ekspresi curiga. Kalau tidak, percayalah, Jieun dan Jungkook bakal basah kuyup sekarang. 

  " Kalau gitu, sampai ketemu di Seoul. " Jimin mengakhiri obrolan mereka dengan tepukan di pundak Jungkook. Bersama seorang pria yang kemungkinan pengawalnya, dia meninggalkan tempat tanpa sekali menoleh ke belakang. 

Suara helaan nafas langsung terdengar keras di telinga mereka. Antara rasa lega dan takut, bercampur aduk di dada. 

  " Tamat kita Kook. " 





WishlistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang