Violet baru saja sampai di Moufrobi, tapi kini dia sudah harus bepergian lagi? Mengingat yang bersamanya itu Watson tidak mungkin sherlock pemurung tersebut membual.
"Seoul? Kenapa mendadak ingin ke sana, heh? Aku tahu Korea adalah tempat yang cocok menikmati musim dingin, namun aku tak menyangka kamu ingin bermain-main. Sudah bosan berteori nih?" Alis Violet naik-turun meledek.
Siapa bilang kita akan bermain-main? Demikian maksud Watson. Tidak ada kata bermalas-malasan di kamus sherlock itu. Selagi ada tujuan bertandang ke negara orang, untuk apa berpelesir?
"Lalu mau ngapain ke sana, hah?"
Rasanya curang mengenai "kemampuan" Violet memahami gestur Watson tanpa perlu catatan atau gerakan isyarat. Aiden dan Jeremy hanya bisa menebak-nebak arah percakapan. Sama sekali tidak mengerti "obrolan" dua orang itu.
Kita punya orang yang harus dicari dan kasus yang harus dipecahkan. Kali ini pusatnya di Korea. Demikian jelas Watson singkat.
"Hei, hei, yang kumaksud bukan itu." Violet merangkul Watson, berbisik bisnis. "Aku sedang membicarakan perkara biaya. Kamu pikir tak butuh uang datang ke Moufrobi? Kecuali kalau kamu," dia mengutik-ngutik jemarinya, "memberiku sedikit ongkos."
Watson mengembuskan napas panjang. Dia pikir gadis itu punya masalah besar atau kendala pelik, ternyata cuman hal sepele.
Langsung saja Watson mengeluarkan sepetak kartu kredit, lantas menyerahkan itu pada Violet. Jangan boros. Begitu arti mimik wajah datarnya.
"You are indeed the most understanding friend in the world, Watson. Thank you." Violet menembakkan kepingan-kepingan balon cinta. Berjengit senang. Siapa yang tidak gembira ditraktir pakai kredit.
"Kalian ini sebenarnya sedang membicarakan apa sih?" Aiden gemas bertanya.
Watson menyenggol bahu Violet, menunjuk dengan dagu. Gilirannya membantu. Violet cengengesan, berdiri gagah. "Watson bilang, kita akan menyelesaikan kasus di Korea sekaligus mencari orang hilang." Beralih menoleh ke Dinda sedari tadi kayak anak ayam bersama King. "Sinyal orang yang hilang itu terlacak di Seoul, kan?"
Dinda mengangguk.
"Tunggu, Watson," Jeremy selaku 'klien' menyela percakapan. "Bagaimana dengan wakil kepala sekolah dan Fate? Aku senang kamu memprioritaskan pencarian kakakku, namun rasanya tak enak menelantarkan kasus mereka begitu saja."
"Dari sekian banyak kata, kenapa kamu harus memakai kata menelantarkan sih..."
Watson tidak langsung menjawabnya, malah menatap poster lomba yang dia temukan di ruang wakepsek. Tampaknya misteri keduanya berhubungan atau boleh jadi lebih dari itu.
"Sekarang Watson belum tahu tapi nanti dia akan tahu. Bukan begitu, Detektif?"
Iyain deh biar cepat. Watson mengangguk.
"Kalau begitu kita pergi pakai jet pribadiku saja!" seru Aiden. Oh lupa, gadis itu kan tajir melintir. "Aku bisa pesan satu pesawat pada Ayah untuk perjalanan ini, jadi kita tak perlu repot soal pengeluaran. Kita ke Seoul secara GRATIS."
Watson mengambil kembali kartu kreditnya yang masih di tangan Violet. Aku ambil ini lagi.
"Eh, hei, kamu tak bisa mengambil sesuatu yang sudah kamu pinjamkan." Violet mencebik tak terima. Kan dia mau shopping di Korea. Membeli macam-macam barang.
Aku baru ingat kartuku sedang dibekukan oleh Paman. Watson hampir melupakannya. Beaufort mengunci dana sherlock pemurung itu sebab memboros membeli novel Holmes.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Jeremy Bari - Fail Snowdown
Mystery / ThrillerJerena Bari, itulah nama kakak Jeremy. Seorang wanita tunagrahita yang menghilang selama setahun. Walau sudah meminta bantuan polisi dan divisi pencari orang hilang, Jerena tak kunjung ditemukan. Tampaknya dia tersesat jauh. Di balik keceriaannya...