Esoknya. Setelah menjelaskan keberadaan Deon pada Beaufort, akhirnya pamannya itu memberi izin. Hanya lima hari. Kalau telat pulang, maka jangan harap Beaufort akan memberi amnesti.
Entahlah. Beaufort itu sebenarnya sayang atau kejam sih pada keponakannya? Noelle pernah bertanya, mengapa kadang lembut kadang kasar terhadap Watson. Beaufort seperti remaja yang krisis identitas. Super sensitif.
"Tolong bantuannya, Inspektur. Jangan biarkan dia pergi sendirian. Anak ini susah diatur ketika sampai di TKP. Kebiasaan yang menyebalkan." Beaufort menatap Watson tajam agar sherlock pemurung itu menurut patuh. Responnya hanyalah desahan pelan.
"Aku mengerti, Tuan. Terlebih aku punya utang budi dengannya." Deon mengangguk.
Baru saja pamannya masuk ke rumah, Watson sudah melangkah pergi. Deon mencegat. "Mau ke mana, heh? Kamu tidak dengar, kamu di bawah pengawasanku untuk saat ini. Aku tak bisa membiarkanmu bergerak seleluasa itu."
Watson menulis cepat. 'Inspektur duluan ke rumah Aiden. Ada sesuatu yang harus kuambil di sekolah.'
"Apa itu benda penting?" Melihat Watson mengangguk, Deon membuka pintu mobil. "Masuklah, aku akan mengantarmu."
Ck. Tidakkah si polisi itu berpikir tindakannya membuang waktu? Watson sekali lagi menekankan agar Deon tidak usah repot. Dia hanya sebentar, tidak lama. Begitu Watson dapatkan rekaman asli, dia akan langsung pergi ke rumah Aiden.
"Tidak bisa. Atau kamu mau aku bilang pada pamanmu bahwa kamu tak mau patuh? Aku bisa berteriak sekarang." Deon mengambil ancang-ancang bersorak. Perintah adalah perintah. Tidak mungkin Deon melanggarnya.
Baiklah! Daripada dikurung oleh Beaufort dan membuat Jeremy kecewa, lebih baik Watson menyerah. Dia masuk ke mobil Deon.
Selama perjalanan menuju Madoka, mereka berdua bercakap-cakap ringan tentang pemulihan Haruna. Yah, Watson malas sih aslinya. Tapi tak apalah buat formalitas.
'Bagaimana operasinya? Apa berhasil?'
Deon fokus menyetir, menyalip mobil-mobil. Dia ganti-ganti menatap jalan dan buku komunikasi Watson. "Berkatmu. Kamu ingat dokter wanita yang menyetujui diagnosismu? Dia penasaran kamu akan mengambil jurusan apa di masa mendatang. Tampaknya dia ingin kamu menjadi dokter."
Watson memutar mata malas. 'Tidak tertarik.' Dokter bukanlah impiannya.
Sebentar, apa? Deon mengernyit. Tidak tertarik? Padahal dia punya ilmu medis. Apa Watson akan menyia-nyiakan bakatnya?
Sementara itu, Watson memikirkan hal lain. Jika Haruna mengidap melioidosis, bukankah itu seharusnya menular? Mungkin belum terlalu kronis. Para dokter di Atelier menindaklanjuti dengan cepat.
Sepuluh menit, akhirnya mereka sampai. Watson bergegas menuju klub, menyuruh Deon menunggu di gerbang sekolah. Tapi masalah baru datang bahkan sebelum dia memegang rekaman asli.
Watson bersedekap. Bagaimana cara membuka pintu ruang rahasia itu? Di mana mekanismenya terletak? Astaga, sherlock pemurung itu tidak berpikir panjang. Seingatnya, terakhir kali dia menarik kuat lantai sampai terlangah. Apakah dia juga harus melakukan hal serupa? Rasa-rasanya takkan berhasil deh.
Jadilah dia melakukan berbagai cara yang terpikirkan. Dimulai dari memukul-mukul, menduduki petak lantai, menarik-narik entah apa yang dia tarik—berharap bisa dibuka seperti malam itu. Tetapi nihil, pintu tersebut tak kunjung terbuka. Masa Watson pakai cara bombardir? Jangan gila deh.
"Hahaha!" Terdengar suara kekehan. Watson menoleh. Adalah Apol. "Bukan begitu caranya, Watson Dan. Kamu harus menekannya."
Menekan? Watson membiarkan Apol mengurus masalah pintu sialan itu, ternyata memang mudah. Lihatlah, Apol menyentuh permukaan petak lantai, menggencetnya perlahan, lantas pintu pun naik ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Jeremy Bari - Fail Snowdown
Mystery / ThrillerJerena Bari, itulah nama kakak Jeremy. Seorang wanita tunagrahita yang menghilang selama setahun. Walau sudah meminta bantuan polisi dan divisi pencari orang hilang, Jerena tak kunjung ditemukan. Tampaknya dia tersesat jauh. Di balik keceriaannya...