8

512 180 14
                                    

Rumah sakit Atelier.

"Kenapa kalian membiarkan seorang polisi dan remaja ingusan berada di simposium? Apa kalian lupa hari ini ada konferensi besar?!"

Deon membungkuk. Dia tak perlu memperkenalkan diri lagi karena dokter-dokter di sana mengenalnya mengingat istrinya pernah dirawat di Atelier. "Kami ingin kalian melakukan CT Scan ulang pada Haruna."

Dokter itu tergelak remeh. "Buat apa kami memeriksa pasien koma yang tak menunjukkan aktivitas otak? Hanya membuat tagihan meningkat."

"Anda tak bisa mengkonfirmasi pasien mati otak, Dok. Grafik EKG masih diperbaharui. Kalau tidak begini saja, izinkan kami memakai ruang CT dan MRI, lalu spektroskopi otak. Tampaknya Anda melewatkan sesuatu yang serius."

"Tidakkah Anda melewati batas, Inspektur? Ini rumah sakit, bukan pusat penahanan. Kami menyelamatkan nyawa, bukan menangkap penjahat. Atau Anda sedang meremehkan kualitas dokter kami?" Dokter itu membaca op record pasien yang disodorkan oleh rekannya. "Haruna Judidate, 26 tahun, status mahasiswa. Pasien merupakan kraniektomi dekompresi, SDH akut, dan terjangkit meliodosis. Itu belum termasuk komplikasi dan penyakit bawaan yang menggerogoti tubuhnya. Kami berhasil mengatasi VSD-nya yang cacat, namun ada komplikasi baru tumbuh. Pasien diduga mengalami infeksi yang tak diketahui. Begitu banyak masalah pada badan pasien sehingga dia tergeletak koma."

[Note. Op record; catatan operasi.]

Deon tahu itu. Dilihat dari mana pun, Haruna jelas tidak punya kesempatan hidup. Tapi Deon percaya, Haruna pasti sedang mati-matian berjuang untuk bertahan. Jika dia belum menyerah, mengapa Deon tidak?

"Maafkan kami, Inspektur. Ini di luar kemampuan kami. Haruna tak bisa diselamatkan."

Watson menepuk tangan sopan, merebut perhatian dokter-dokter di depannya serta Deon. Dia menulis di buku. 'Anda bilang pasien mengalami infeksi di luar sepengetahuan, kan? Di rekam medis, aku membaca bahwa pasien sering pusing dan mimisan sebelum pingsan. Aku menduga bahwa pasien menderita HHT.'

"HHT?" Mereka mengulangi secara serentak, bersitatap. Maksud tatapan mereka itu adalah, siapa remaja di sebelah Deon seenaknya ikut campur ke permasalahan?

Watson melanjutkan tulisannya. 'Infeksi pada sistem syaraf pusat. Kalian pasti tidak melakukan pungsi lumbal sehingga penyebab tersebut luput dari detektor. Di rekam medis, tak tercatat bahwa dia mengalami HHT. Sepertinya pasien menyembunyikan penyakitnya.'

Dokter wanita tampak mengangguk semangat, seolah dinding kebuntuan yang menghalangi mereka dihancurkan dengan mudah. "Kami tidak memikirkan kemungkinan adanya HHT. Kamu benar, Nak. Genius. Siapa kamu, Nak? Bagaimana kamu bisa tahu?"

'Hanya remaja ingusan.' Watson membungkuk permisi setelah membalikkan kalimat tersebut.

"Tunggu, Watson!" Deon gelagapan, ikut membungkuk pamit. "Kalau begitu kuserahkan penanganan Haruna pada kalian, Dokter. Tolong selamatkan dia."

Watson keluar dari ruang rapat, menghela napas pendek. Dia sempat berpikir masalah si Haruna ini sangat serius sampai-sampai Watson dibuat tak percaya diri selama perjalanan, namun syukurlah, kondisinya tak sekritis yang dia bayangkan.

Mendongak menatap bangunan rumah sakit, Watson teringat masa-masa kecilnya. Dimana pertama kali dia berjumpa Violet. Para dokter tak menemukan kesalahan pada tubuh gadis itu, namun Watson bersikeras berkata bahwa Violet sakit. Menderita sesuatu di dalam tubuhnya. Ah, buku-buku memang sangat bermanfaat.

Watson menolehkan kepala ke gedung cabang bedah plastik. Dia melihat sekelompok remaja tertawa sembari membaca semacam pamflet wajah. Hah, apa mereka tidak puas akan pemberian Tuhan? Kenapa mau menghamburkan uang mempercantik kulit? Tidak ada gunanya.

[END] Jeremy Bari - Fail SnowdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang