29

400 164 25
                                    

Apa kalian masih penasaran tentang ending Penguntit Monokrom yang gantung? Baik, mari kita bahasa sedikit tentang itu selagi masih ada waktu sebelum pelelangan dimulai.

Kenapa Hellen adalah Penguntit Monokrom itu sendiri? Jawabannya sederhana.

Ketika Hellen masih berada di kuburan Rokko, detik-detik sebelum dia berpapasan dengan Jeremy, Hellen melihat satu sosok bermantel kuning di antara pepohonan. Pikirannya langsung tertuju pada Rokko. Hellen mengira Rokko hidup kembali. Hellen menyangka sosok berbaju kuning itu adalah Rokko Romeron. Dia tidak tahu dia sedang berhalusinasi.

Ilusi itu semakin parah semenjak dia tidak lagi melihat sosok bermantel kuning di pemakaman. Dia sangat merindukan Rokko, hingga kerinduan tersebut menyimpang dan membuatnya tergerak menjadi sosok bermantel hujan kuning di luar kesadarannya. Dan suatu ketika Erika tak sengaja melihat Hellen melepas mantel kuning khas pakaian Penguntit Monokrom. Maka dimulailah semua perkara pelik ini.

Erika berniat membantu Hellen, namun Hellen menganggapnya momok mengerikan. Entah apa yang dipikirkan Hellen sehingga melihat mantel kuning versi Erika sebagai musuh. Apa mungkin terdapat perbedaan antara penguntit monokrom versinya dan versi Erika? Sesuatu yang membuat Hellen berprasangka mantel kuning ala Erika merupakan musuh bebuyutan. Atau jangan-jangan Hellen mengira Erika adalah pelaku dari pembunuhan Rokko yang juga hendak membunuhnya karena mengetahui rahasia Zenle. Kita hanya bisa menebaknya.

Lupakan itu. Kita bahasa sedikit tentang Jerena. Antagonis sebenarnya di series ini.

Kalian lihat sampul series Jeremy? Terdapat belahan love yang menandakan cinta, kasih sayang, dan segala macam. Di sisinya terdapat belahan brain yang menandakan otak, kemampuan berpikir, kecerdasan, atau apalah istilah lainnya.

Ayolah, itu bukan hanya sekadar sampul. Ada maknanya lho. Orang-orang terlalu mengandalkan pepatah: jangan menilai sesuatu dari cover. Hei, tidak adil dong bagi kelompok yang mencetak sampul-sampul novel terkenal itu? Mereka susah payah lho menggambarnya.

Nah! Sampul series Jeremy memang hanya terlihat sekadarnya saja, namun ikonis akan kasus Snowdown. Perhatikan, ada tanda silang, kan? Mungkin lebih tepatnya melambangkan Jerena, sosok kakak baik hati berubah jahat kehilangan cinta dan kewarasannya.

Apa kalian pikir series Hellen lah yang kental akan psikologi? Tidak, kawan. Justru di sinilah lebih dark dan lebih memuat emosi. Tidak seharusnya kan Jerena sampai bertindak begitu pada adik angkatnya. Dia tidak melihat dari sudut pandang Selise dan Goran yang boleh jadi melakukan itu agar Jerena berhenti bersikap manja. Grow up. Waktunya tumbuh besar. Ayolah, Jerena tak bisa terus-menerus bersikap kekanakan, kan?

Sayangnya percakapan kita habis. Lampu-lampu di auditorium menyala, tanda pelelangan telah dimulai. Bisik-bisik para tamu, para naratama, para konsumen kelas ekonomi, terhenti digantikan tepuk tangan meriah. Lampu menyorot panggung. Menampakkan sosok Jerena memakai topeng.

"Hadirin sekalian! Maaf telah membuat kalian menunggu! Kalian pasti tidak sabar, kan, nama-nama yang akan ditawar kali ini sehingga pelelangan terasa mewah? Hohoho! Benar, saudara-saudaraku nan kehilangan jati dirinya. Organisasi kami mempunyai banyak identitas menggiurkan!"

Tepuk tangan semakin meriah. Satu dua pengunjung berotak cabul, memperhatikan kaki jenjang Jerena. Klontang! Klontang! Hak sepatunya membuat gema di lantai. Bolak-balik sembari berpose: mana semangatnya! Seperti pimpinan kor di ekskul sekolahan. Atau cheerleader.

"Eits, tidak hanya itu." Jerena menggoyang-goyangkan jari telunjuk. Gayanya profesional sekali sebagai pemandu acara lelang. "Hari ini kami juga menyiapkan identitas spesial untuk kalian. Kelas VIP. Hayoloh, apa ada yang bisa menebaknya?"

Para konsumen bersitatap, saling bisik. Cipika-cipiki ramai terdengar. Ada yang antusias, ada yang tak sabaran, ada yang mencoba menebak-nebak, ada juga yang berseru: langsung mulai saja! Jangan membuat kami penasaran!

"Aduh, kalian tidak sabaran sekali. Identitas VIP itu masih di acara terakhir nanti." Satu anak buah mendorong meja beroda. Di atas bantal ungu itu, terdapat sebuah deretan nama yang diukir di papan logam. "Baiklah, tanpa basa-basi lagi, inilah identitas pertama yang ditawarkan. Gweni Kincade! Wakil kepala sekolah Madoka!"

Gedung Edge of Destiny bergemuruh oleh sorakan semangat dan antusias.

Tapi kita sudahi dulu latar di aula. Mari kita geser setting latar ke sudut pandang Aiden yang berhasil menyusup dengan menyaru menjadi salah satu pembeli. Gerakannya menyakinkan, meloncat ke celah pintu khusus untuk staf. Lima pengawalnya menjaga di luar, lima lagi mengekori.

"Ya ampun, aku tak menyangka korbannya sebanyak ini." Aiden berbinar-binar syok begitu memasuki rubanah gedung, menatap sendu wajah-wajah mereka. "Kalian, cepat bawa para korban keluar dari sini. Diam-diam. Kamu, panggil polisi serta Mayor Kejahatan Satu. Kita akan membongkar kebiadaban Organisasi sialan ini—"

"Siapa bilang kamu akan melakukan itu?"

Deg! Aiden merinding mendengar sapaan dingin dari suara datar bertenaga.

"Nona Muda Aiden!"

Kepalan tinju berhasil ditangkap. Pria berpostur tubuh beruang melangkah mundur. Pengawal di depannya jelas bukan bodyguard gadungan kelas teri. Tapi, astaga? Pria itu menatap tak percaya. Si pengawal masih sangat muda, mungkin sekitar lima belasan tahunan. Pasti ada yang salah di sini.

"Siapa kamu, Nak? Caramu menepis dan memotong seranganku terlihat ahli. Itu jelas tidak bisa dilakukan oleh remaja ingusan sepertimu."

"Namaku Tobi. Salam kenal. Selamat tinggal."

Adu tinju pun terjadi di sentral rubanah. Tidak ada simpati perbedaan usia atau proposional. Saling mengirim pukulan, tendangan, dan berbagainya. Berkat kegaduhan itu, antek-antek Organisasi berkeluaran, spesifik mengejar Aiden yang buru-buru melepaskan tawanan.

"JANGAN BIARKAN MEREKA KABUR!"

Tak salah membawa pengawal peringkat SSS. Mereka bisa diandalkan. Bertarung sekaligus melindungi.

Setibanya Aiden ke sandera terakhir, napasnya tercekat. "W-wakil kepala sekolah? Buk Gweni? Syukurlah! Ibu masih hidup!" pekiknya senang cekatan menanggalkan lakban di mulut beliau.

"J-Jeremy dalam bahaya..." lirih Gweni mengutamakan keselamatan muridnya dibandingkan mengkhawatirkan luka-luka di tubuhnya.

Tubuh Aiden menegang. "A-apa maksud Ibu? Jeremy dalam bahaya?" Bolpoin pemberian Watson dia letakkan di saku. Selise dan Goran mendengar percakapan mereka.

"Ibu mendengar semuanya. Kakak yang dia cari-cari adalah dalang di balik kasus ini! Modus operandi penjualan identitas! Dan Jeremy kini dia bawa ke podium. Kakaknya akan menjual identitas adiknya sendiri!"

Aiden tidak tahu-menahu, Selise yang mendengar itu pingsan di seberang sana.

Suara tepuk tangan yang berdengung dari atas menyentakkan Aiden dan Gweni. Acara sudah mencapai puncaknya. Dia bisa mendengar lantunan suara Jerena yang menembak ke sana-sini dengan perhitungan rumit hingga sampai ke tempatnya.

Lantai panggung merekah. Lampu menyorot lubang. Para konsumen seketika berdiri dari kursi, menatap tak percaya. Mereka tak menyangka tokoh sepenting ini berada di gedung penjualan identitas.

"Dan inilah identitas terbaik sepanjang organisasi kami beroperasi. Jeremy Bari! Salah satu anggota klub detektif terkenal di Moufrobi!" []







[END] Jeremy Bari - Fail SnowdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang