Pada suatu tempat gelap, terdapat berbagai macam reaksi bermunculan. Di antaranya;
"Ah, dia menghancurkan drone-nya. Ya ampun itu barang baru. Sial. Aku akan membalasnya nanti," kata tokoh satu.
"B-bos, bagaimana ini... Anak itu sepertinya sudah mengetahui rencana kita. Apakah kita akan melanjutkan penjualan?" Ini dialog tokoh dua.
"Dasar bodoh! Jelas tidak mungkin, kan?! Kamu mau memakan pancingan bocah ingusan itu? Menggali kuburan sendiri? Lebih baik kita menunda acara gathering, Bos. Kita tidak punya pilihan." Sementara yang ini tokoh tiga.
Bos yang mengetuai organisasi penjualan identitas, menatap dingin rekan-rekannya. Terkekeh seram. "Astaga, kenapa kalian seperti orang tolol begitu. Kalian ini bukan amatir. Bukan pemula. Aku sudah bilang tinggal bunuh saja. Aku takkan membiarkan bocah kencur mengganggu bisnisku. Apalagi kali ini kita mengundang banyak tamu. Penjualan paling besar dan meriah yang pernah kita lakukan." Dia beralih menatap potret sosok yang mengancam pergerakan aktivitas mereka, tersenyum miring. "Watson Dan, huh? Cowok pintar. Tapi sayangnya targetku bukan dia. Dia pasti sudah muak diincar setiap saat."
"Mungkin narasumber kita tahu sesuatu," usul tokoh dua.
Tatapan mereka berpindah ke seorang wanita berpakaian dinas (guru) dengan bercak darah di mana-mana. Rambutnya semrawut bekas dijambak. Kedua tangannya terikat, namun mereka tidak membekapnya.
"Bagaimana, apa kamu ingin memberitahu?"
Wanita itu menggeleng kuat-kuat. Menutup mulutnya rapat-rapat. Takkan berbicara.
"Yah, aku sudah menduganya. Kamu menolak bekerjasama." Bos berdiri, menyuruh para konconya menyalakan sebuah televisi. Bola mata wanita itu berbinar-binar kaget. Layar TV besar mempertontonkan kepala sekolah Madoka di ruangannya bersama ketua Dewan Siswa (Apol). Tengah bercakap-cakap.
"JANGAN SENTUH DIA!"
"Kalau begitu katakan. Jika dia tidak mau terluka, berbicaralah." Bos menyeringai.
-
Akhirnya hari ini datang juga. Saat dimana otak Watson rusak dan dia hanya bisa melamun. Perang batin di serebrum. Entah apa yang terjadi dia telah diusir dari Istana Pikiran. Ruangan khusus tempat dia menyimpan segalanya.
King menoleh ke Violet, setengah berharap gadis itu punya jawaban untuk 'memulihkan' Watson. Violet menggeleng tidak tahu. Bilang biarkan waktu yang mengobati sherlock itu.
"Jika Mrs. Gweni sudah diculik sebelum datang ke Korea, mungkinkah mereka menculiknya ketika beliau di rumah? Atau jangan-jangan ketika hendak membeli tiket di bandara?"
Di sisi lain, Aiden dan Jeremy berusaha membuat kesimpulan yang ditinggalkan Watson. Kasihan selalu Watson yang diandalkan. Mereka sebenarnya juga mau membantu, namun apa daya? Mereka tak cukup sepadan.
Dinda membuka tutup spidol, mencoret-coret papan. "Mari kita coba rakit semua petunjuk yang kita punya. Dimulai dari kedatangan Manava Mara ke Madoka."
Jeremy mengelus dagu. "Aku ingat ketika meninggalkan Madoka malam itu, aku mendengar suara debam jatuh. Karena gelap jadi aku menghiraukannya. Mungkinkah itu Manava?"
"Iya. Kita lihat rekamannya bahwa Manava secara naluriah datang ke Madoka untuk meminta pertolongan Mrs. Gweni. Tapi dia dihalangi Fate. Sebenarnya peran Fate itu apa sih? Aku gregetan sumpah. Apa dia pembeli yang sedang mengawasi target identitas pilihannya?"
"Aku rasa dia bukan pembeli." King tahu-tahu menyepil ke diskusi. "Dia seorang agen organisasi yang bertugas memantau."
"Lalu kenapa dia dibunuh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Jeremy Bari - Fail Snowdown
Mystery / ThrillerJerena Bari, itulah nama kakak Jeremy. Seorang wanita tunagrahita yang menghilang selama setahun. Walau sudah meminta bantuan polisi dan divisi pencari orang hilang, Jerena tak kunjung ditemukan. Tampaknya dia tersesat jauh. Di balik keceriaannya...