Dulu, tiap kali Jerena menginginkan sesuatu, para pelayan di rumah bergegas mengambilkannya. Tidak boleh membuat Nona Jerena menunggu, tidak boleh membuatnya cemberut kesal, tidak boleh membuatnya menangis. Kehadiran Jerena amat banter di rumah tersebut.
Dulu, tiap kali Jerena meminta sesuatu, Mama dan Papanya bergegas membelikan permintaan tersebut. Barang itu harus tiba di rumah hari ini juga. Kalau tidak Nona Jerena bisa merajuk, tidak mau mandi. Lebih-lebih mogok makan. Senjata andalannya adalah rengekan. Anak manja.
Dulu, tidak ada satu pun pelayan yang berani mengabaikan perintah Jerena. Selise dan Goran pun tidak. Anak mereka itu perajuk tingkat tinggi. Suka mengancam tidak akan berbicara seminggu. Mengancam bolos sekolah. Dan lain-lain bentuk ancaman putri kecil keluarga Bari. Jadi, jangan coba-coba melawan Nona Jerena jika tidak mau kehilangan pekerjaan. Dia manja kelas profesional. Mengadu kalau-kalau kinerjamu tidak bagus. Karena itulah senjata andalannya. Rengekan.
Tapi, kenapa semuanya berubah drastis sejak kedatangan anak itu?
Seharusnya tiap Jerena bangun, sudah tersuguhi biskuit dan susu di sampingnya. Seharusnya tiap Jerena bangun, sudah berdiri tiga pelayan yang siap mengantarnya ke kamar mandi. Seharusnya tiap Jerena bangun, kedua orangtuanya memberikan kecupan selamat pagi.
Tapi kenapa tidak ada lagi hal-hal menggembirakan kala dia terbangun dari alam mimpi? Ke mana mereka pergi? Ke mana Selise dan Goran? Sesibuk apa mereka, tidak mungkin mereka melewati rutinitas permanen. Pasti ada penyebabnya.
Dan benar. Aktivitas pagi yang semestinya diberikan ke Jerena, berpindah ke Jeremy. Tidak ada lagi pelayan yang berlarian di kamar Jerena. Tidak ada lagi pelayan pontang-panting membawakan benda yang diminta Jerena. Bahkan orangtuanya hanya fokus pada Jeremy.
Foto-foto Jerena digantikan foto Jeremy. Barang-barang Jerena digantikan mainan untuk Jeremy. Kamar Jerena dipindahkan. Keberadaan Jeremy merebut semua miliknya. Kasih sayang orangtuanya, kepatuhan para pelayan, termasuk otoritas di rumah.
Apa ini? Apa yang terjadi? Ayolah, Jerena yang membawa Jeremy ke sana. Ayolah, Jerena yang memilih Jeremy dari puluhan anak-anak yatim piatu lainnya. Ayolah, jangan memperlakukan tindak diskriminatif padanya.
Memang Jerena ingin punya adik. Selise sibuk akan bisnis raksasanya. Selise memiliki jiwa pembisnis yang besar. Rasa-rasanya Selise tak ikhlas meninggalkan pekerjaan demi hamil anak kedua. Jadilah Jerena menyarankan supaya mengadopsi seseorang. Jerena kesepian. Dia butuh teman.
Tapi kenapa? Pertanyaan terpentingnya, kenapa permintaannya menjadi bumerang?
Ini tidak adil! Jerena lah yang menginginkan, lantas kenapa harus dia yang terbuang dan terlupakan? Ini tidak adil! Jerena tidak boleh ditelantarkan begini. Dia harus merundingkan perkara serius itu. Jerena harus mendapatkan kembali haknya.
Kesekian kalinya; tapi kenapa? Kenapa orangtuanya tidak menanggapi serius? Seolah kalimat-kalimat Jerena tidak berarti. Seolah protes-komplain Jerena tidak mempengaruhi apa pun. Rengekannya tidak mempan lagi. Kekuatannya habis. Kehilangan senjata.
Jerena benci. Jerena tidak suka situasi ini.
Dia menatap foto keluarga di tangan. Kilat kebencian terpancar, melipat bagian Jeremy (inilah yang dilihat oleh Watson, bekuk misterius pada bagian tepi foto). Jerena HARUS memulihkan kedudukannya yang tercuri.
Bagaimana jika sengaja mencelakakan diri?
"Untunglah kamu baik-baik saja, Bari. Mama cemas mendengar kakakmu kecelakaan. Kami pikir kamu ikut tertabrak."
Tidak berhasil. Percuma saja Jerena bela-belain melukai dirinya. Selise dan Goran tetap lebih mempedulikan Jeremy. Dia harus pakai cara lain. Jerena takkan menyerah.
Bagaimana jika pura-pura cacat?
"Wah! Tak Mama sangka sekarang putra Mama sudah sebesar ini. Aduh, Bari semakin tampan. Belajar yang rajin ya, Nak."
Tidak berhasil! Orangtuanya hanya memandang Jeremy, Jeremy, dan Jeremy! Oh ayolah, anak kandung mereka adalah Jerena. Jeremy itu hanyalah anak adopsi. Anak sialan yang mencuri segalanya. Jerena MENYESAL mempunyai adik!
Tapi, hei, ternyata bukan hanya dia yang mengalami ketidakadilan itu. Banyak kakak-kakak di luar sana tergeser posisinya karena eksistensi sang adik.
Maka dari itu, Jerena gelap mata. Dia tidak menginginkan kasih sayang orangtuanya lagi. Dia membuang Selise dan Goran. Jerena menjadi sosiopat. Dia akan membantu kumpulan kakak-kakak terbuang. Tidak hanya keluarga Bari yang bisa membuatnya bahagia.
Awal berdirinya Organisasi Penjualan Identitas. "Keluarga baru" Jerena. Dan dialah Bos Besar, pemimpin dari perkumpulan.
*
Jeremy terdiam. "K-kakak...?"
Ekspresi idiot yang Jerena tunjukkan beberapa saat lalu, menghilang. Dia menepuk-nepuk bahu, bekas pelukan Jeremy, mengernyit jijik. "Ya ampun, kenapa aku harus melakukan ini sih? Aku sudah lelah bersandiwara."
Dia bukan Jerena yang Jeremy kenal. Jeremy tidak merasakan hawa kakak kesayangannya pada wanita ini. Mungkinkah identitas Jerena sudah diperdagangkan? Tapi, karakteristik wanita itu sempurna mirip dengan Jerena. Mustahil.
Jerena menatap dingin, tersenyum miring. "Hai adikku. Lama tak berjumpa. Aduh, tampaknya kamu sangat peduli padaku sampai kumuh begitu. Aku terharu nih," ucapnya tertawa datar. "Tapi bohong."
Plak! Tamparan yang bertenaga. Bahkan mampu menjatuhkan Jeremy.
Jeremy termangu di lantai. Apa? Apa? Kenapa Jerena menamparnya? Kenapa gaya bicara Jerena berubah? Jerena sudah sembuh dari cacat tunagrahita? Apa maksudnya pura-pura? Kenapa Jerena menatapnya dengan sorot mata kebencian?
Jerena menjambak rambut Jeremy, memaksanya duduk. Melakukan tamparan kuat itu berkali-kali.
"Berani sekali (tamparan kedua) kamu menampakkan (tamparan ketiga) batang hidungmu (tamparan keempat) ke depanku (tamparan kelima) setelah semua (tamparan keenam) yang kamu lakukan (tamparan ketujuh) padaku."
Bruk! Kedua pipi Jeremy memerah. Darah kental mengalir di sudut bibir dan hidung. Dia sama sekali tidak menghindar. Pikirannya kosong. Ekspresinya bengong, terputus dari kesadaran.
Jerena meludah, melepas lungsuran di tubuhnya, memperlihatkan tato besar menghiasi di mana-mana. "Bocah brengsek, membuang waktu saja. Padahal para naratama sudah datang. Mereka bisa mengeluh kenapa aku belum memulai acara. Bintang satu. Argh! Sialan!"
Jeremy memegang kaki Jerena. Menangis. Suaranya bergetar dan serak. "K-kakak... Kenapa kakak jadi seperti ini... Tolong jangan begini, Kak..."
Enek disentuh, Jerena menendang perut Jeremy, menginjak kepala Jeremy. "Jangan pegang aku dengan tangan kotormu itu, bedebah brengsek! Anak ini benar-benar menyebalkan!"
Satu orang bergabung dengan tergesa-gesa. "Bos! Podiumnya sudah disiapkan. Pelelangan bisa dimulai kapan saja."
Jerena menyeringai. Mengepalkan tangan senang. "Bagus. Kalian, cepat bawa benda itu kemari!" serunya memerintah.
"Baik, Bos!" Antek-anteknya mendorong lemari besar. Dibukanya, menampilkan sepasang gaun pink bermotif indah.
Jerena jongkok. Mengangkat bahu Jeremy yang menangis dalam tatapan kosong. "Nah, Jeri, kakak mau kamu pakai baju ini. Kita akan bertemu ratusan orang lho. Jeri pasti malu berpenampilan gembel begitu. Kakak akan mendandanimu."
"Jangan... Aku bukan perempuan..." Ingatan masa lalu dipasangkan baju feminim oleh ibu kandungnya terlintas di ingatan.
"Pegang dia."
Jeremy meronta-ronta. Tidak, jangan lagi. Butuh waktu lama sembuh dari trauma itu. Tolong jangan menarik luka terpendam kembali ke permukaan.
"Jeri mohon, Kak! Jangan lakukan ini! J-Jeri akan melakukan apa pun! Ampuni Jeri, Kak..."
Jerena menggeleng prihatin. "Aku tidak bisa, Jeremy. Kamu barang utamanya hari ini."
"TIDAK! HENTIKAN! KUMOHON!" []
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Jeremy Bari - Fail Snowdown
Mystery / ThrillerJerena Bari, itulah nama kakak Jeremy. Seorang wanita tunagrahita yang menghilang selama setahun. Walau sudah meminta bantuan polisi dan divisi pencari orang hilang, Jerena tak kunjung ditemukan. Tampaknya dia tersesat jauh. Di balik keceriaannya...