03 - kenyataannya memang lebih mudah mengatakan daripada melakukan

139 30 2
                                    

"Katanya, lebih mudah untuk mencintai seseorang hingga lelah daripada mencari cara untuk berhenti melakukannya," perkataan Hyojung membuat Jongho yang tadinya tengah membaca laporan di tangannya, memandang Kakak tiri perempuannya yang tiba-tiba memutuskan untuk datang ke kantornya.

"Noona apa sedang sedih karena lirik lagu?"

"Mereka bahkan belum melakukan comeback, Jongho." Hyojung melengos dan Jongho hanya tersenyum selama beberapa saat, kemudian kembali melanjutkan bacaannya yang terhenti. Meski kemudian mendengar suara gelas yang diletakkan dengan keras—bukan karena Hyojung marah—yang merupakan cirinya, tidak bisa mengontrol tenaganya untuk hal selain menggambar. "Terkadang aku berharap tidak punya hati dan bisa membayar seseorang untuk memberikan pelajaran yang tidak bisa dilupakan oleh mantan pacar Sulli."

Jongho tidak mengatakan apa pun, karena dia tahu perkataannya tidak akan memberikan kenyamanan yang Hyojung inginkan. Meski sebenarnya Jongho setuju, jika dia benar-benar tidak punya hati maka sudah sejak lama akan melakukan sesuatu kepada mantan pacar mendiang Kakak tirinya itu. Karena mudah sekali lelaki itu melanjutkan hidup dan tetap muncul di televisi seolah tidak melakukan hal yang salah, sementara mereka kehilangan Sulli.

"San yang mencintai anggota boyband dan membuang tunangannya," perkataan Hyojung membuat Jongho yang tadinya hendak menanda tangani laporan yang baru selesai dibacanya, menatap Kakak tiri perempuannya itu. "Kemudian Jonghoku yang lucu justru menyayangi lelaki monster yang mengira semuanya bisa dikalkulasikan."

"Hyojung Noona...."

"Tapi kamu tahu apa yang lebih menyedihkan, Jongho?" Hyojung tidak peduli dengan dirinya yang memotong perkataan Jongho dan kemudian menghela napas panjang. "Setidaknya kalian masih tahu kapan saatnya berhenti dan saatnya untuk memperjuangkannya. Tidak sepertiku yang tidak punya kesempatan untuk memulai, kemudian harus menghadapi kenyataan kalau itu telah berakhir."

Jongho tidak mengatakan apa pun. Bukan karena tidak punya argumen untuk membantah semua perkataan Hyojung, tetapi Jongho tahu kalau Kakak tiri perempuannya itu memang mengatakan hal apa pun secara random. Ada banyak hal yang telah terjadi kepada Hyojung dan sejak dahulu, semua orang di rumah keluarga Choi mengira jika kemungkinan orang yang akan mengakhiri kehidupannya adalah Kakak tiri perempuannya ini.

Bukan Sulli yang mengakhiri hidupnya dua tahun yang lalu dengan meloncat dari jembatan untuk langsung terjun ke Sungai Han.

"Hyojung Noona...," panggil Jongho yang sudah menanda tangani dokumen dan berdiri dari kursinya. "Apa mau makan siang bersamaku?"

"Pada jam setengah dua belas ini? Apa tidak salah, Jongho?"

"Aku tahu Hyojung Noona akan mengajakku ke tempat yang jauh." Jongho menghampiri Kakak tirinya. "Juga aku tahu Noona tidak suka di tengah keramaian." Melihat Hyojung yang tersenyum lebar membuat Jongho tersenyum. "Jadi kita mau makan siang apa?"

"Tempat biasa!"

Jongho tersenyum mendengarnya, karena sebenarnya sudah menduga itu yang akan dikatakan Hyojung. Juga membiarkan dirinya digandeng oleh Kakak tirinya sepanjang perjalanan dari ruangan kantornya menuju tempat parkir. Banyak orang yang menyapa mereka, tetapi Hyojung tidak peduli. Tetap melanjutkan ceritanya—yang seperti biasa, tidak saling bersinggungan karena Kakak tirinya mencampur beberapa topik sekaligus—dan Jongho merespon semuanya. Bukan karena bentuk kesopanan, tapi karena Jongho memang memahami semua maksud Hyojung.

Terkadang Jongho bertanya-tanya, apakah keluarga Choi memiliki kutukan turun temurun atau bagaimana? Karena kenapa semua orang yang bermarga Choi dikeluarga mereka tidak bisa memiliki kebahagiaannya dengan mudah?

The Fifth Season | 2HOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang