19 - Saat Skenario Sandiwara Mulai Berjatuhan dan Membuatnya Mencari Joker

79 8 4
                                    

Jongho bahkan tahu apa yang dikehendaki perempuan itu saat melihatnya tengah duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Padahal hal terakhir yang Jongho mau lihat adalah orang itu setelah meeting yang membuatnya sakit kepala karena hal fatal yang terjadi akibat sub-kontraktor yang perusahaan mereka gunakan ternyata melakukan perubahan yang tidak diketahui hanya untuk keuntungan pribadi.

Sialnya, itu mengakibatkan kecelakaan karena salah satu gedung apartemen yang tengah dibangun, runtuh karena fondasinya yang tidak sesuai dengan desain awal. Tentu semua orang hanya tahu untuk menyalahkan perusahaannya dan meski ini bukan proyek atas namanya, tetapi sebagai orang yang menyetujui tentu Jongho merasa bertanggung jawab.

Apalagi dengan sikap orang yang bertanggung jawab pada proyek ini yang rasanya membuat Jongho ingin melakukan kekerasan dengan memberikan satu atau dua tinjuan ke wajah lelaki paruh baya tersebut. Satu-satunya yang menghentikan Jongho hanyalah fakta kalau lelaki paruh baya itu adalah adik mendiang Ayahnya.

Jadi Jongho sebenarnya sudah tidak punya tenaga untuk mengontrol emosinya saat sekarang ada di batas yang amat sangat tipis untuk melemparkan laptop serta ponselnya ke dinding kantornya. Apalagi mengingat kalau dua hari yang lalu tiba-tiba Yunho bertanya tentang New York.

Itu adalah momen yang tidak pernah ingin Jongho ingat selama sisa hidupnya. Karena satu keputusannya yang salah membuat semuanya menjadi kacau seperti saat ini. Juga Yunho yang mengatakan kepada Jongho bahwa dirinya tidak akan kembali ke apartemennya karena sudah membeli apartemen baru. Tentu Jongho tahu itu adalah kebohongan—yang bodohnya dia tetap menyuruh sekretarisnya mencari tahu meski tahu kenyataanya—dan hal terakhir yang ingin dihadapinya adalah perempuan yang merupakan Ibu Yunho.

"Saya tidak tahu kalau memiliki janji dengan Anda, Nyonya Jung."

Jongho hanya mau perempuan itu enyah dan tidak ada orang yang muncul di kantornya saat ini. Namun, tentu tidak akan ada yang paham kalau tidak menyuarakan apa yang dipikirkannya, termasuk perempuan itu.

"Astaga, Jongho. Apakah rapat hari ini begitu menyebalkan sehingga ekspresimu seperti ini?" tanya perempuan itu yang seolah-olah peduli, padahal Jongho tahu bahwa tidak pernah ada kepedulian. Karena kalau memang ada kepedulian yang tulus, Yunho tidak akan seperti sekarang. "Ayo duduk dulu, Jongho. Aku akan menyuruh sekretarismu untuk membuatkanmu kopi. Kamu suka kopi 'kan?"

Biasanya, Jongho hanya tersenyum sebagai bentuk kesopanan dan membiarkan perempuan itu melakukan apa pun di depannya. Namun, kali ini Jongho benar-benar tidak bisa menoleransi apa pun. Karena nyatanya, Jongho langsung keluar dari ruangannya dan tidak mau mendengar apa pun. Segera berjalan ke lift dan menuju lantai teratas gedung kantornya. Meski saat sampai, Jongho harus naik tangga 1 lantai karena yang ditujunya adalah helipad dan bukan taman di lantai teratas. Meski tahu ini tempat yang berbahaya, tetapi Jongho membutuhkan angin untuk menenangkan pikirannya yang semakin kusut.

Mungkin sebenarnya keluarga Choi itu punya bakat alami bersandiwara, karena nyatanya bukan hanya San yang berhasil menipu hampir semua orang dengan hubungannya bersama Mingi yang bahagia. Karena nyatanya Jongho melakukan hal yang sama, meski apa yang dilakukan olehnya dan San tidak bisa dibandingkan.

Karena hasil yang Jongho lakukan lebih mengerikan dari San.

"In the end of the day, he is right, the lies are lies." Jongho menghela napas dan memasukkan kedua tangannya ke saku. Melihat gedung-gedung berbagai tinggi dan ukuran dari jarak pandangannya. Membiarkan angin menerbangkan rambut Jongho dan membuatnya berantakan. "Even only one lie, it could be a disaster."

Seharusnya, waktu itu Jongho tidak peduli dan tidak muncul di rumah sakit. Bukan menjadi orang pertama yang dilihat Yunho saat terbangun dari koma dan ingatannya yang memutuskan dari semua hal, hanya menghapus semua momen antara mereka berdua selama mereka bertemu di New York.

Jongho memejamkan mata dan menghela napas panjang.

"Bukankah aku sendiri yang bilang lebih mudah kalau tahu dibenci olehnya daripada berada di dekatnya?" tanya Jongho kepada dirinya sendiri, kemudian perlahan membuka matanya dan melihat pemandangan yang sama seperti sebelumnya. "Lalu buat apa aku tetap berada di dekatnya selama ini?"

Jongho tahu, seharusnya dia bukanlah memikirkan hal ini dan memprioritaskan orang-orang yang masih terperangkap di reruntuhan apartemen yang dibangun oleh sub-kontraktor yang tidak kompeten. Namun, sekuat apa pun seseorang dalam mengendalikan diri, akan ada saat di mana dia akan kehilangan kendali dan dunia Jongho memutuskan untuk melakukannya sekarang.

Hanya karena New York yang ditanyakan oleh Yunho.

Tidak, masalahnya New York yang ditanyakan oleh Yunho adalah momen setelah kejadian itu. Hal yang tidak akan bisa dimengerti oleh siapa pun, karena satu-satunya orang yang mengetahui hal tersebut sudah tidak bisa Jongho lacak keberadaannya. Namun, itu usahanya 10 tahun yang lalu dan mungkin sekarang Jongho harus mulai mencarinya kembali.

"Halo Sunwoo, apa kamu sibuk? Tidak, aku bukan mencarinya, tapi aku mencarimu." Jongho memutar tubuhnya ke samping kiri karena ingin melihat pemandangan yang berbeda. "Aku butuh bantuanmu untuk mencari seseorang dan sebaiknya kamu tidak mengatakan kepada siapa pun tentang ini."

"Apa? Tapi ... kenapa? Maksudku ... kamu mau membuatku menghadapi kemarahan tiang listrik emosional itu?!?"

"Tenanglah, dia tidak dalam masa itu."

"Aku ini tidak punya kemampuan seperti Chanhee Hyung atau dirimu, jadi jangan membuatku di situasi sulit, please."

"Dua juta dollar."

"Brengsek, jangan begini cara mainnya," gerutuan Sunwoo membuat Jongho tertawa, "dan itu tidak lucu! Jadi cepat katakan apa yang harus aku lakukan."

"Mudah, Sunwoo. Kamu hanya perlu mencari Kim Younghoon."

"Apa?!?"

"Kamu pikir aku percaya dengan berita dia mati, tapi mayatnya tidak pernah ditemukan?"

Jongho mendengar Sunwoo memaki-makinya dan membuatnya menghela napas panjang. Kemudian mendengar suara ketikan dari keyboard—yang pasti Sunwoo mencari suara paling berisik untuk membuatnya senang—dan kemudian mendengar suara panik Sunwoo yang berakhir sambungan telepon mereka berakhir secara sepihak.

Karena Jongho tahu lelaki itu akan muncul jika Sunwoo yang mencarinya. Meski sampai saat ini Jongho tidak paham alasannya yang memutuskan untuk memalsukan kematiannya yang membuat Sunwoo mengalami kehidupan yang sulit.

The Fifth Season | 2HOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang