25 - Setangkai Cinta yang Tidak Termiliki

94 7 0
                                    

Sebenarnya, hal terakhir yang Jongho hendak temui adalah Juyeon. Akan tetapi, karena Juyeon berada di depannya untuk urusan pekerjaan dan dengan keadaan perusahaan yang kacau, Jongho tidak mungkin melarikan diri. Jika berencana melimpahkan pekerjaan kepada sekretarisnya dan bukan Jongho yang turun tangan, tentu itu bisa disebut sebagai cara melarikan diri.

"Bagaimana kabarmu, Joseph?" tanya Juyeon yang membuat Jongho menatap lelaki itu.

"Sepertinya Juyeon-ssi tidak membaca berita ya."

"Aku bertanya karena benar-benar peduli, Joseph." Juyeon menghela napas panjang, kemudian berdecak. "Serta aku tidak suka mendengarmu berbicara formal seperti itu. Kita bukan orang asing, Joseph."

"Kita sedang pertemuan bisnis, Juyeon-ssi. Saya harap Anda bisa memisahkan antara masalah pribadi dan bisnis."

Juyeon mendengarnya kembali berdecak, tetapi tidak mengatakan apa pun. Jongho menyadari jika semua orang di ruangan rapat sekarang menatap mereka dengan tanya. Seharusnya Jongho tidak peduli, seperti dirinya yang biasa lakukan. Namun, sekarang Jongho merasa terlalu peduli dengan sekitarnya dan itu sejujurnya membuat dirinya jengkel.

Karena rasanya Jongho menjadi orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya karena membiarkan emosi mengambil alih. Namun, setelah dipikirkan kembali memang semuanya menjadi kacau karena masalah yang menimpa perusahaan. Jongho tahu meski Ibunya tidak mau dirinya mengotori tangannya dengan hal-hal yang tidak seharusnya, akan tetapi itu terasa tidak adil. Karena keserakahan lelaki tua bangka tersebut membuat semua orang pada posisi sulit dan sampai membuat Hyojung koma karena overdosis obat.

Setidaknya, Jongho berhasil mengendalikan emosinya selama rapat meski rasanya hendak menumbuk wajah orang yang menjadi penyebab prahara di perusahaan. Entah termasuk keberuntungan atau tidak karena pernah menjadi orang yang dekat pada hidup Juyeon, sehingga pada akhirnya kerja sama perusahaan mereka tetap berlanjut. Apalagi Juyeon menyetujui untuk menambah kerja sama pada Jongho dan setidaknya itu cukup untuk membuat lelaki tua bangka terlihat murka.

Meski Jongho tahu akan ada harga yang harus dibayarnya karena Juyeon begitu ringan tangan membantu perusahaannya.

"Aku mau minum teh di kantormu."

"Mau teh apa, Juyeon-ssi?"

Juyeon berhenti berjalan dan membuat Jongho berhenti berjalan. Meski jarak mereka tidak sejajar karena Jongho berada di depannya Juyeon. Melihat Juyeon yang kesal, membuat Jongho menghela napas panjang.

"Kita sedang di lingkungan kantor, Juyeon-ssi."

"Rapat sudah berakhir, jadi singkirkan formalitas itu, Joseph."

"Sejujurnya aku lebih suka dipanggil Jongho, Juyeon-ssi."

"Berhenti memanggilku seolah kita tidak saling mengenal."

Jongho tidak mengatakan apa pun karena tahu perdebatan ini tidak akan akhirnya. Membiarkan Juyeon yang berjalan terlebih dahulu dan Jongho menghela napas panjang. Akhirnya Jongho menyusul langkah Juyeon yang sudah berada di depan lift. Meski Jongho sejujurnya tidak senang dengan fakta saat pintu lift terbuka ada beberapa orang di sana dan membuatnya menjadi pusat perhatian.

Sejak dahulu, Jongho tidak suka memancing perhatian orang-orang dan itu tidak akan pernah bisa terjadi jika bersebelahan dengan Juyeon. Meski itu memang bukan salah Juyeon yang memiliki wajah yang selalu berhasil membuat semua orang menoleh ke arahnya, akan tetapi Jongho tidak pernah senang dengan fakta tersebut.

"Aku rasa dirimu masih tidak bisa terbiasa dengan perhatian dari orang lain." Juyeon tidak berbasa-basi mengatakan hal yang memang terpikirkan oleh Jongho sejak tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fifth Season | 2HOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang