16 - tidak perlu simpati kepada iblis, tetapi dia hanya manusia yang kesepian

80 14 5
                                    

Setelah malam itu, Yunho tidak pernah kembali ke apartemen Jongho. Oke, rasanya aneh meletakkan Yunho pada posisi orang yang akan selalu kembali ke tempat Jongho, padahal sejak awal hubungan mereka tidak dalam konteks seperti itu. Namun, seharusnya Jongho tahu dirinya tidak perlu merasa kecewa karena Yunho yang memutuskan untuk tiba-tiba menghilang dan tidak menganggapnya ada.

Bukankah selama ini sudah begitu?

"Sekali lagi kamu menghela napas seperti itu, aku siram kepalamu dengan minuman di gelasku," suara Youngjae membuat Jongho mengerjapkan matanya, kemudian tersadar kalau dia sekarang berada di sebuah kafe yang ramai karena ini akhir pekan, kemudian mendengar gerutuan, "ck, kamu benar-benar tidak mendengarkan apa yang aku katakan, Joseph. Memang benar kata Sunwoo kalau yang bisa membuatmu berubah hanya manusia sialan itu."

"Eric, dia punya nama."

Youngjae bersedekap dan menatap Jongho dengan tatapan tidak mengerti. "Aku tahu dan aku sengaja mengajakmu kemari karena tidak mau membuatmu merana karena menunggu manusia sialan sepertinya!"

Jongho bisa menjawab perkataan Youngjae kalau itu bukanlah yang sebenarnya. Namun, siapa yang Jongho mau bohongi?

Youngjae atau Jongho sendiri?

Jadi pada akhirnya, Jongho memilih tidak mengatakan apa pun dan membiarkan Youngjae yang terus menumpahkan kekesalannya untuk Yunho. Karena menurut Youngjae, sosok Yunho yang tidak pernah melihat Jongho itu tidak pantas untuk diberikan kesempatan berkali-kali olehnya.

"Jadi, bagaimana kabarmu?" tanya Jongho saat Youngjae akhirnya bisa diam karena meminum ... entahlah. Namanya terlalu memusingkan untuk Jongho ingat dan rasanya tidak ada gunanya untuk diingat.

Youngjae menyipitkan matanya, lalu menghela napas dramatis. "Setelah kita duduk di sini selama hampir satu jam, baru memanyakan kabarku?" Kemudian menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya, "Gila! Manusia bernama Yunho ini memiliki apa sampai kamu bisa seperti ini, Joseph?"

Jongho tidak mengatakan apa pun, tetapi bukan karena tidak memiliki jawabannya. Karena nyatanya Jongho sekarang mulai memiliki banyak jawaban yang membuatnya tidak tahu harus memulainya dari mana.

Mungkin tepatnya, karena sejak kejadian malam di mana Yunho memeluknya dan terus mengucapkan maaf kepada Jongho, membuatnya berakhir melakukan hal yang sudah lama sekali tidak dilakukannya. Mengambil kertas dan pulpen, lalu menuliskan semua yang dipikirkannya.

Mungkin pengakuan Jongho kalau memulai menulis dengan pulpen itu benar-benar sulit saat selama ini sudah terbiasa mengetik di ponsel atau di laptop akan terdengar lucu atau aneh, tetapi itu kenyataannya. Apalagi Jongho merasa sebal setiap salah menuliskan kata yang dimaksudkan—entah kekurangan 1 atau 2 huruf atau justru terlalu jauh spasinya sehingga membuat seperti kalimat baru—dan butuh lima lembar kertas serta tekad kuat untuk tidak membuatnya membuang semua kertas yang ditulisnya lalu memulai dari awal.

Saat terbiasa melakukan segala hal dengan sempurna dan jika melihat kesalahan langsung diperbaiki, Jongho benar-benar merasa tidak berdaya dengan kemampuan menulisnya yang memburuk. Namun, di saat bersamaan karena tulisannya yang penuh dengan kesalahan itulah yang membuat semua hal-hal yang tidak bisa dijawabnya setiap Ibu tirinya bertanya tentang alasan Jongho terus memilih Yunho akhirnya bisa menemukan jawabannya.

"Kamu tahu, apa bedanya orang yang hidupnya penuh cinta dan yang tidak pernah merasakan cinta?" tanya Jongho yang membuat Youngjae menatapnya cukup lama dan ternganga karena tidak menyangka kalau akan mendengar pertanyaan itu. Bahkan sebelum Youngjae merespon, Jongho sudah berkata, "Keduanya sama ... sama-sama terlihat dengan jelas."

"Apa?"

"Kalau kamu bertanya alasan aku tidak bisa menjauh darinya, itu salah satu alasannya."

Youngjae masih ternganga, tetapi setidaknya sekarang ekspresi wajahnya sudah kembali dan matanya bergerak ke sana kemari, mencoba untuk mengerti. Kemudian, Youngjae menatap Jongho tidak mengerti.

"Lalu apa kamu pikir jika memilihnya, maka dia akan merasakan rasanya dicintai olehmu? Atau apa kamu berpikir dia akhirnya akan mencintaimu balik?"

"Aku tidak meminta itu darinya...," Jongho menghela napas dan tahu apa yang akan dijelaskan selanjutnya tidak akan membuat Youngjae benar-benar paham, "dan aku tidak merasa aku juga bisa memberikan perasaan cinta itu kepadanya sebesar itu sampai membuatnya bisa merasakannya."

Youngjae tidak perlu mengerti.

Semua orang juga tidak perlu mengerti jalan pikiran Jongho.

"Aku tidak mengerti." Youngjae memegangi kepalanya, kemudian dia meminum minumannya. "Argh! Ini membuatku pusing! Bisakah kamu menyederhanakan ini untuku, Joseph!"

"Aku hanya berharap, dia tidak kesepian." Jongho tersenyum dan Youngjae semakin memegangi kepalanya dan kali ini dengan kedua tangannya karena benar-benar tidak bisa memproses konversasi mereka saat ini. "Aku tahu berharap itu sejatinya sumber dari rasa sakit, tapi nyatanya rasa sakit itu adalah tanda kita masih hidup...," kemudian Jongho memandang Youngjae yang sekarang memandangnya, kemudian tersenyum lagi, "tapi aku berharap dia melihat sekitarnya, bukan hanya mantan tunangannya atau aku. Cinta itu tidak hanya terbatas kepada keluarga atau pasangan."

"Joseph...."

"Setelah itu, aku pergi."

"Apa?! Kamu gila?"

"Kamu pikir, dengan segala yang terjadi saat ini, aku dan dia akan bisa bersama?"

Jongho yang sudah tidak tersenyum lagi, tetapi bukan itu yang membuat Youngjae terhenyak. Karena hal yang membuat Youngjae terdiam dan tidak tahu harus mengatakan apa setelah ini adalah tatapan Jongho saat ini. Karena selama Youngjae mengenalnya, dia tidak pernah benar-benar bisa melihat emosi di mata Jongho.

Lalu sekarang, Youngjae bisa melihat jelas kesedihan ada di sana.

"Aku mungkin bisa melakukan apa pun untuknya, termasuk meninggalkan Joel Hyung untuknya...," Jongho menggantungkan ucapannya, kemudian menghela napas panjang, "tapi aku tidak bisa terus mengecewakan Eomma."

"Joseph, hear me out. I mean you...."

Namun, nyatanya Jongho tidak mau mendengar apa yang Youngjae katakan. "Karena pada akhirnya, aku tahu batasanku untuk melawan seseorang yang bisa memutuskan untuk membuangku atau mengabaikanku sejak awal eksistensiku di dunia." Jongho melihat Youngjae yang mencoba untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada suara yang keluar. Kemudian, Jongho melanjutkan perkataanya, "Jika Eomma bisa memutuskan untuk menerimaku, padahal aku adalah bukti hidup rasa sakitnya, kenapa aku tidak?"

Youngjae tidak mengatakan apa pun, tetapi memutuskan untuk menghabiskan minuman yang ada di gelasnya, lalu berdiri dari kursinya. Menatap Jongho cukup lama, kemudian berkata, "You are crazy, Joseph."

"Yeah, I am, Eric."


The Fifth Season | 2HOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang