zero-!

807 52 1
                                    

"Kau tidak mau mengadopsi anak, Bin?"

Pertanyaan kakaknya itu memancing tawa semua orang yang ada di ruang tamu sebuah panti asuhan. Soobin mendengus kesal mendengarnya. Ia memang berkali-kali bertindak seperti seorang ayah saat bermain dengan anak-anak panti sore tadi. Tapi, bukan berarti ia ingin mengadopsi anak juga.

Hey, posisi kakaknya di perusahaan belum tergantikan olehnya. Lagi pula, ia baru fresh graduated dari senior highschoolnya dua tahun yang lalu. Bergelar sarjana adalah impiannya saat ini. Bukan bergelar papa muda.

"Kenapa tidak Seokjin hyung saja?" tanyanya balik.

"Ah, istriku sedang hamil dan kau menyuruhku mengadopsi anak? Sorry, next time."

Pat pat

Seokjin menepuk bahu Soobin. "Lagi pula, kalau aku jelas bisa punya keturunan. Kau? Gay seperti mu akan sulit mendapat ahli waris. Kau tau aku akan membangun perusahaan sendiri di mana yang pasti anakku takkan jadi ahli waris keluarga. Kau?"

Perkataan Seokjin yang berbisik padanya itu membuat Soobin semakin kesal saja. Ia beranjak dari duduknya dan pamit keluar ruangan lebih dulu. Tujuannya adalah mobilnya sendiri.

Sejak awal, Soobin memang tidak ada minat mengikuti keluarganya dan beberapa orang perusahaan ayahnya untuk pergi ke panti asuhan dalam rangka berdonasi ke sana untuk mengawali tahun baru.

Soobin tau, sexuality-nya akan dibawa-bawa.

Dengusan napas penuh kekesalan kembali terdengar dari Soobin. Ada kabut putih terlihat keluar bersama pernapasannya. Januari yang dingin adalah latar waktu dimana Soobin berada.

Kepala laki-laki jangkung itu menengadah ke atas langit. Salju sedang berjatuhan dengan halus.

"Menyebalkan sekali." keluhnya.

Sunyi malam itu sedang Soobin berusaha nikmati. Yah, sebelum suara tangis seorang bayi menghancurkan suasana.

Soobin kembali menegakkan kepalanya. Menoleh ke sana ke mari mencari sumber suara. Tak menemukannya. Ia menatap bangunan panti asuhan dihadapannya. Seingatnya, bangsal bayi ada jauh di bagian belakang panti asuhan agar jauh dari bising kendaraan.

Agak memelan, lalu tangisan itu terdengar lagi.

Kali ini, Soobin bergerak dari posisinya. Ia menjauh perlahan dari mobilnya sembari menyapukan pandangannya ke mana-mana.

Mendekati pagar panti, suara itu semakin jelas. Soobin pun memfokuskan atensinya ke sana. Langkahnya berjalan lebih tergesa agar sampai di pagar segera.

Sebuah keranjang bayi dengan seorang bayi terbalut selimut orange tebal ada di dalamnya, terletak di pinggir pagar.

"Astaga, siapa yang menaruh bayi di sini?!" spontan Soobin.

Ia menundukkan diri dan mengangkat bayi itu. Berniat menenangkannya, namun sesuatu mengalihkan perhatiannya.

Kalung emas putih dengan liontin berbentuk rangka bintang dengan sebuah berlian kecil di salah satu ujung sudutnya, terpasang di leher kecil bayi itu. Dan Soobin terdiam karenanya. Pikirannya berkelana ke suatu waktu.

Beberapa saat ditelan pikirannya, sampai tangisan bayi tadi menyadarkannya.

Soobin mengembalikan atensinya pada bayi tadi. Bibir bayi itu memucat. Terlihat kedinginan meski sebuah baju tidur dengan lengan kaki dan tangan yang panjang hingga menutupi telapaknya ia kenakan, pun selimut tebalnya.

"Ssstt ssstt, cup cup cup."

Pat pat

Mulai lah Soobin bertindak mendiamkan bayi itu dari tangisnya. Ia mendekap bayi itu agar tidak kedinginan. Pandangannya kali ini menyapu ke sekitar panti. Langkahnya pindah ke jalanan depan panti. Menoleh ke sana kemari mencari orang yang pasti telah meninggalkan bayi yang kini ada di dekapannya.

Tak peduli ia menoleh ke mana mana, tetap saja tak ada jejak yang di dapatnya. Bahkan saat bayi di dekapannya tenang, Soobin masih menoleh-noleh.

Mungkin ia sudah akan berkelana mencari orang yang meninggalkan bayi tadi jika suara Seokjin tidak masuk rungunya.

"Ngapain di sana?!"

Seokjin berjalan mendekati Soobin. Soobin juga kembali memasuki area panti.

"Bayi siapa?" tanya Seokjin yang dijawab gelengan Soobin.

Soobin menoleh lagi pada keranjang bayi yang masih di tempatnya. Ibu Soobin melihatnya dan kemudian berlari kecil mendekati keranjang itu. Beliau mengambilnya. Pemilik panti juga ikutan melihat keranjang itu.

Tak ada apa-apa di dalamnya.

"Aneh sekali. Padahal, biasanya siapapun yang meninggalkan bayi pasti meninggalkan sepucuk surat atau semacamnya." ujar pemilik panti.

Mendengarnya, membuat mereka iba pada sosok bayi mungil yang masih Soobin gendong. Bayi itu sudah kembali tertidur pulas. Wajahnya yang damai membuat sisi dewasa Soobin mendominasi dirinya. Rasa protektif saat melihat bayi di gendongannya, keluar begitu saja.

Soobin ingin mendekapnya erat. Tak hanya melindunginya dari salju dan dinginnya malam itu, tapi juga dari jahatnya dunia.

Memberinya sesuatu yang lebih dari sekedar pelukan hangat. Ia ingin menyayanginya sepenuh hati, segenap jiwa raganya.

"Boleh ku bawa dia?"

"Boleh ku bawa dia?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Coming soon.
정현재.

•Hiraeth• [𝑐.𝑠𝑏//𝑐.𝑏𝑔] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang