ni-!

374 33 8
                                    

Kai menatap Soobin yang baru saja masuk ruangannya. Pagi ini, Soobin akan menghabiskan waktunya untuk bekerja bersamanya seperti biasanya. Siang nanti, barulah Soobin akan ke ruangan CEO mereka, kakaknya akan memberinya setumpuk pekerjaan baru.

Meski diposisikan sebagai direktur, Soobin tetap dipekerjakan oleh kakaknya secara pribadi. Seolah Soobin adalah CEO kedua perusahaan keluarga mereka.

Ekspresi Soobin pagi ini sepertinya sedang tidak baik.

"Bertengkar dengan Kanghoon?"

"Hm."

"Di hari pertama liburan musim dingin?"

Soobin menghela napas panjang saat ia mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Kai hanya menatapnya dari tempat ia duduk.

"Anak itu memintaku mengizinkan guru musik dari sekolahnya untuk datang ke pesta ulang tahunnya dan menemaninya tiup lilin bersama ku. Kamu tau akhir ceritanya."

Giliran Kai yang menghela napas. Ini memang bukan pertama kali ayah dan anak itu bertengkar. Beberapa kali sudah terjadi. Kanghoon sedang di masa peralihan dari anak-anak menuju remaja. Baru segitu saja, Soobin sudah mulai tampak kewalahan menghadapi kenakalan Kanghoon sendiri.

Sekarang pertanyaan Kai, bagaimana ketika nantinya Kanghoon mengalami masa transisi dari remaja ke dewasa? Itu adalah masa krusial yang jika orang tuanya tidak bisa menangani dengan benar, jangan harap anak mereka pun akan baik-baik saja.

Mau sampai kapan Soobin mengelak bahwa ia perlu bantuan untuk merawat Kanghoon? Terlebih mereka sudah memutuskan tinggal berdua, pergi dari rumah utama keluarga Choi lantaran Kanghoon yang sedang senang dengan hobinya, sering kali kena omel ayah Soobin.

"Beomgyu-ssi orang yang terlihat baik, hyung." Kai tau Soobin akan menatapnya tajam. "Dia tidak buruk rupa kok, kalau kamu mengkhawatirkan hal seperti itu. Dia cantik, percayalah."

"Kai! You know him?!"

"I met him! And i totally agree with Kanghoon." Soobin mendengus kesal. Ia mengusap wajahnya kasar. "Hyung, mau sampai kapan kamu menutup hati dan membatasi interaksi?"

Kai berdiri dari duduknya. Ia mendekati meja Soobin dan duduk di hadapan atasannya itu. Kanghoon sudah melakukan yang terbaik untuk mengungkapkan keinginannya pada ayahnya.

Kini, giliran Kai yang harus meyakinkan Soobin.

"Kai, aku masih belum putus asa untuk menemukannya." desis Soobin saat Kai hampir bicara lagi.

Kai menarik napas panjang. Pekerjaan mereka tampaknya akan tertunda dulu sebentar. Obrolan mereka akan memakan cukup waktu.

"Hyung, i know. Tapi, apa pencarian mu menemukan titik terang? No, right? Hyung, 12 tahun lho, yang kamu cari itu tidak pernah ketemu."

"Kai, kamu tau aku gak bisa manfaatin koneksi ku dengan bebas karena mereka yang bisa membantu ku pun begitu loyal terhadap ayah. Aku tidak mau ayah menganggapku membuang waktu untuk hal tidak berguna, untuk mencari yang baginya itu adalah sesuatu yang bisa diganti dengan yang baru."

Iya, 12 tahun lamanya Soobin berusaha mencari seseorang. Ia menemukannya ketika Soobin sangat sedih lantaran kekasih hatinya menolak lamarannya, mengatakan ada orang lain yang lebih baik dari Soobin, yang lebih dicintainya daripada Soobin.

Nahas, pertemuan singkat itu, membuat Soobin kesulitan menemukan jejak orang yang berhasil membuatnya lupa akan sakit hatinya. Terlebih, ia berada dibawah pengaruh alkohol yang membuat kinerja otaknya dalam merekam memori terganggu.

Sesuatu yang ia sadari ketika ia menemukan bayi Kanghoon, membuatnya semakin menguatkan tekad untuk mencari sosok yang ditemuinya sekitar setahun sebelum pertemuannya dengan Kanghoon.

•Hiraeth• [𝑐.𝑠𝑏//𝑐.𝑏𝑔] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang