Seorang siswi mengangkat tangannya. Beomgyu menaruh buku musiknya di meja dan mempersilahkan siswi itu untuk bertanya.
"Ssaem! Kalau, ssaem, pernah punya mimpi menjadi apa? Apa menjadi seorang guru juga cita-cita ssaem saat seusia kami?"
Beomgyu cukup terkejut saat siswi tersebut menanyakan pertanyaan yang jarang ia dapatkan dari siapapun.
Kelas musik kali ini cukup menyenangkan karena dua orang siswanya bercerita bahwa mereka berhasil bergabung dengan sebuah agensi impian mereka. Perbincangan mengenai keiingan mereka untuk menjadi seorang idol sangat lama. Separuh lebih jam pembelajaran kali ini hanya diisi dengan cerita mereka dan yang lain ikut menimbrung.
Memang sengaja Beomgyu biarkan. Untuk siswa kelas satu, memang itu perbincangan yang asik. Topik itu juga bisa memupuk semangat mereka untuk belajar musik. Beomgyu menyukainya. Tapi, siapa sangka, pertanyaan tadi justru diajukan padanya.
Mimpi? Cita-cita?
"Hmm, apa ya." Beomgyu berjalan menjauh dari mejanya, ia mencari tempat di tengah-tengah para siswanya. "Ssaem dari dulu memang suka musik, tapi jadi guru bukan cita-cita ssaem. Ssaem sangat ingin menjadi produser musik, menulis lagu untuk artis kesukaan ssaem, dan memiliki banyak relasi di dunia entertainment."
"Lantas mengapa jadi guru?" tanya siswa yang lain.
Beomgyu tersenyum. "Ada banyak hal yang terjadi ketika ssaem masih muda. Ssaem bahkan tidak bisa mengikuti kuliah bersama anak-anak seangkatan ssaem. Ssaem juga sebelum jadi guru, kerja paruh waktu sambil kuliah. Ssaem mencoba peluang jadi guru musik, selama bisa terus bermain musik, ssaem ingin melakukannya."
Iya, selama ia masih bisa terus dekat dengan musiknya, Beomgyu akan melakukan apapun. Ia mungkin menyerah pada mimpi masa mudanya, tapi ia tidak ingin melupakan semua suka dukanya dengan musik.
Toh, pada akhirnya, menjadi seorang guru musik tidak begitu buruk. Ia hanya perlu bersabar dengan penilaian. Ketika pembelajaran, ia selalu menikmatinya. Melihat anak-anak yang semangat belajar musik, apalagi mereka bermimpi untuk menguasainya, membuat Beomgyu seperti melihat versi lebih baik dari dirinya.
Pembelajaran selesai, Beomgyu sudah siap untuk pulang. Ia membereskan beberapa alat musik di dalam ruangan sebelum keluar.
"Ssaem,"
Namun, ketika Beomgyu baru saja keluar, ada suara yang ia kenal memanggilnya. Beomgyu berbalik, mendapati Kanghoon berdiri di depan pintu lain kelas musik.
Ia sempat terheran mengapa Kanghoon masih ada di sekolah. Tapi, kemudian ia ingat bahwa siswa kelas dua sedang mendapat kelas tambahan untuk mapel tertentu. Meski seingat Beomgyu, kelas tersebut seharusnya selesai lebih awal di banding kelas musik.
"Kanghoon, kenapa masih di sekolah?" tanyanya.
Setelah perbincangan di atas atap gedung hari itu, hubungan keduanya lebih baik. Atau mungkin lebih tepatnya, Kanghoon tidak secara sengaja menjauhinya lagi. Kanghoon kembali makan di kantin dan menghadiri kelas.
Tetapi, keduanya belum mengobrol lagi setelah itu. Sampai hari ini.
"Apa aku termasuk alasan kenapa ssaem meninggalkan impian ssaem?"
Bukannya menjawab, Kanghoon justru bertanya balik. Pertanyaannya bahkan mampu membuat Beomgyu terkejut. Apa Kanghoon mendengar perbincangannya dengan para murid sesaat sebelum kelas mereka akhiri? Apa itu alasannya, mengapa Kanghoon masih ada di sekolah saat jam pulangnya sudah lewat?
"Kamu dengerin semuanya?"
Kanghoon diam. Ia dengan jelas meminta Beomgyu menjawab pertanyaan.
Dia tidak bermaksud sebenarnya. Ia hanya ingin menonton Beomgyu mengajar adik kelasnya. Ia ingin melihat Beomgyu. Siapa sangka, ia malah mendengar cerita pilu Beomgyu. Ia menyadarinya dengan segera, bahwa ia mungkin adalah alasan utama Beomgyu kehilangan masa mudanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Hiraeth• [𝑐.𝑠𝑏//𝑐.𝑏𝑔] ✔
FanfictionKehidupan masa muda Beomgyu hancur atas kelalaiannnya. Beomgyu marah, baik pada dirinya mau pun orang-orang yang ia anggap menghancurkan hidupnya. Dan di kala ia sudah kembali mendapatkan ketenangan hidupnya, bertemu seseorang memaksanya memutar wak...