12. Adu Mekanik 2

2.2K 369 20
                                    

“Untung gue selamat tau!” Anes mengakhiri cerita random di mana ia bersama emak si bocil dan abang ojol malah main kejar-kejaran di jalan raya. Sungguh pagi hari yang sangat menegangkan bagi seorang Anes.

“Lo sih, pake acara gak mau gue jemput segala. Sok jual mahal, deh.” Namun, Dzaka malah tetap menyalahkan Anes atas segala kebodohan tersebut.

“Tapi gue kayanya kenal, deh sama itu muka emak-emak, kaya gak asing aja gitu.” Anes masih berceloteh ria di kantin dengan Dzaka. Sedangkan remaja lelaki itu wajahnya tampak babak belur karena tadi malam habis mengajak ayahnya adu mekanik.

Btw, muka lo kenapa, Ka? Lo habis berantem?” Anes merasa skeptis. Setahunya, Dzaka paling anti dan sangat menghindari masalah adu jontos, perkelahian, demo, apalagi tawuran.

OH! Apa Dzaka sebenarnya hanya pura-pura saja? Jangan-jangan Dzaka sebenarnya adalah ketua mafia atau ketua geng besar seperti banyak cerita di wattpad—

“Lo gak usah mikir aneh-aneh deh, cewek gila.” Dzaka lebih dahulu menyela, menghentikan imaji liar pacarnya yang tidak terkendali.

“Kok, lo bisa tahu, sih?”

“Keliatan semua dari muka lo.” Dzaka menoyor kepala Anes. “Abisin makan siang gih, cepetan. Keburu bel, Lo makan kaya bangsawan kerajaan eropa aja.” Dzaka kembali mengomel seperti ibu-ibu.

Membuat Anes mencibir, tapi ketika gadis manis itu hampir memasukan beberapa suapan terakhir ke dalam mulutnya, gerakan Anes terhenti. Sendok itu masih mengambang di depan wajah, sedangkan mata Anes malah terpaku pada objek di belakang Dzaka.

Si bocil itu! Anak cengeng dengan kepang dua yang tadi Anes temui di lampu merah dan main kejar-kejaran ada di sana! Mata Anes terbelalak karena si bocil dengan wajah dekil yang masih ingusan itu malah menatapnya dengan senyuman sinis. Penuh akan rasa kemenangan.

Menurut kalian karena apa?

Itu adalah karena si bocil kepang dua tadi tengah duduk mesra bersama pujaan hatinya—yang juga masih belia. Tampak anak kecil di depan si kepang dua tadi berpakaian lebih rapi dan terkesan keren, bisa dibilang tampan lah.

Dan pacar si kepang dua itu sangat romantis. Dia menyuapi si kepang dua sambil tersenyum ramah. Dia juga mengusap pinggiran mulut si kepang dua dengan sangat lembut, karena makan berantakan. Bahkan, sesekali dia mencubit gemas pipi gembul si kepang dua.

Si kepang dua tadi menatap Anes seolah berkata, “Aku lah pemenangnya.”

Hal tersebut membuat Anes geram bukan main. Masalahnya Dzaka tidak seromantis itu terhadap dirinya! Mereka malah lebih sering bertengkar dari pada melakukan hal-hal seperti pasangan pada umumnya.

Anes tiba-tiba memukulkan sendoknya tadi ke piring, membuat Dzaka yang tengah asyik dengan ponsel—karena makanan Dzaka sudah habis dari tadi—terperanjat, kaget. “Lo kerasukan setan apa lagi?” tuduh Dzaka dengan wajah horor.

“Ka!” seru Anes sambil memberikan sendoknya secara paksa ke tangan sang pacar. “Cepet!” perintah Anes lagi sambil memajukan wajahnya dengan ekspresi sebal.

Kebingungan, Dzaka pun malah menggetok sendok kotor itu ke poni Anes. “Gini?” tanyanya dengan polos.

"Pfftt!"

Anes bisa melihat si kepang dua tadi tertawa seperti iblis di belakang sana. membuat emosi gadis ini semakin memuncak. “Ihh, bukan gitu! Gak peka amat sih, jadi pacar!”

Dzaka hanya dapat menatap Anes seolah berkata, ‘Ini cewek gua kenapa lagi ya, Gusti.’

"Ya, maaf."

“Suapin! Suapin gue, cepet!” rengek Anes seperti anak kecil yang kena busung lapar di mata Dzaka.

Tidak ingin menambah keributan karena saat ini mereka sudah mendapat beberapa tatapan, Dzaka pun langsung menyendok nasi kuning tadi dan menyumpalnya ke mulut Anes, sambil tersenyum selebar mungkin. “Ayo, aaa … lagi.”

Anes tidak jadi kesal pada tindakan KDRT Dzaka, karena matanya terus menatap si kepang dua tadi seolah mengatakan, ‘Gue juga bisa kaya lo berdua!’

“Ka, minum!” pinta Anes lagi sambil menunjuk air putih es di depannya.

"Ha?"

Dzaka tidak mengerti permainan apa yang tengah pacarnya ini coba, tapi lelaki itu juga hanya bisa menurut saja. Dia dengan patuh menyodorkan gelas dan Anes langsung meneguk air itu dengan sedotan sangat cepat.

Namun, mata Anes kembali melihat bahwa pasangan bocil di belakang sana jadi lebih mesra. Anak laki-laki tadi memegang tangan si kepang dua sambil menciumnya dengan malu-malu. Membuat emosi Anes naik sampai ke ubun-ubun.

“Ka!” teriaknya lagi membuat sang pacar hampir terkena serangan jantung. Sayangnya, Anes tidak peduli dan lebih memilih untuk menggebrak meja sambil berdiri dengan napas ngos-ngosan padahal dia tidak habis berlari.

“Cium gue!” perintah Anes dengan suara melengking yang berhasil menarik perhatian hampir seluruh orang di kantin.

“Gendong gue!” tuntut Anes lagi, ketika Dzaka ingin membuka mulutnya.

“Anes—”

“Tidurin gue!” pekik Anes sambil berteriak lebih lantang sampai menunduk dan memejamkan mata.

Waaa ... pasangan gila berulah lagi. Gumam orang-orang yang melihat.

Maka, sebelum Anes beraksi lebih dari pada ini, Dzaka pun langsung mengeluarkan sejumlah uang, menaruh di atas meja. Dan menyeret kekasih gilanya dengan menarik paksa kerah baju belakang Anes keluar dari kantin.

"Aaaa! Gak mau! Gak mau! Lepasin!"

"Berisik." Dzaka tidak peduli lagi meski gadisnya itu meronta-ronta seperti kerasukan reog.

"Lepasin, Ka! Cium gue aja! Peluk gue! Tidurin juga! Gue gak mau kalah sama bocil berdua itu!" Anes masih berteriak-teriak tanpa harga diri sama sekali.

"Aduh! Diam atau gue lempar lo dari sini?" ancam Dzaka karena kantin sekolah ini memang ada yang berada di lantai tiga.

Kenapa sulit sekali untuk mereka hidup dengan normal seperti manusia biasa, ya?

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang