20. Kejam

1.7K 321 15
                                    

Senin. Hari yang paling dibenci oleh sebagian besar dari seluruh siswa dan siswi di muka bumi nusantara ini. Untungnya curah hujan membuat upacara bendera dibatalkan. Menciptakan waktu kosong bagi para murid sebelum memasuki jam pelajaran pertama.

“Gaess!!” Anes yang baru saja kembali dari kantin langsung menghamburkan diri, bercengkerama dengan dua sahabatnya yang kebetulan kembar—Lily dan Layla.

“Apa lagi?” tanya Layla dengan raut wajah waspada. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak saja.

“Ada uang sepuluh ribu dua, gak?”

Maka, Lily pun menatap wajah manis Anes penuh keheranan. “Miskin lo? Gak dijajanin sama Jaka, lagi?”

Menggeleng pelan, Anes berdiri sambil merogoh saku baju dan mengeluarkan uang dua puluh ribu. “Buat dituker.”

“Demi apa?” Layla merasa janggal.

“Ada apa nggak, elahh … ribet amat!” protes Anes mulai terlihat sebal.

“Jangan beli jajan yang ngancam nyawa lo lagi, ya,” peringat Lily sambil menukar uang ditangan Anes dengan sepuluh ribu dua miliknya.

“Yeaayy!” Anes memeluk girang Lily sebagai tanda terima kasih meski sedetik saja. “Makasih, bestiii! Itu tadi uang hasil curian, jadi gue tuker biar halal!” seru si gadis bagai keturunan setan itu sambil berlari riang ke arah Dzaka, yang tengah asyik menyantap bekal—sarapan.

Mata Lily dan Layla langsung melotot. “ANES BANGSAD!!” pekik mereka secara bersamaan.

Segera berdiri untuk merebut kembali uang tadi, tapi Lily dan Layla langsung tidak jadi ketika mereka berdua melihat sosok Dzaka. Sejujurnya kembaran ini tidak terlalu nyaman berada di sekitar pemuda itu.

Maka, Lily hanya bisa menatap Anes dengan pandangan mengancam, seolah bilang, “Awas aja lo nanti!”

Anes yang tahu bahwa dia tidak akan digangu si kembar kalau berada di dekat Dzaka pun, malah mengeluarkan lidahnya, untuk semakin menantang. “Weee!”

“Memang anak dajal!” desis Layla menarik Lily kembali duduk ke tempat mereka semula. Entah bagaimana ia dan Lily bisa berteman seawet ini dengan Anes. Mereka sudah menjalin persahabatan sejak taman kanak-kanak. Sangat lama ternyata.

“Hihi! Lucu banget,” gumam Anes yang kini tengah duduk di pangkuan Dzaka tanpa rasa bersalah sama sekali.

“Minggir atau gue tendang?” ancam Dzaka. Usai sudah jam-jam tenangnya.

"Hehe." Anes pun melompat dengan senyuman lebar. Menarik kursinya agar satu meja dengan sang pacar. “Ka, gue mau tanya.”

Dzaka mau tidak mau, jadi harus menghentikan kegiatan suap menyuapnya, demi sang kekasih yang rada gila. “Apa?”

“Kita kalo di surga nanti boleh minta jadi Tuhan, gak?”

Dapat Anes lihat kini pupil Dzaka tampak membulat sempurna, menatap lurus ke arahnya. “Udah dikasih surga pun, masih ngelunjak juga ya, lo. Jadi hamba gak tau diri amat.”

Terdengar decakan dari bibir kecil Anes. “Jadi … gak boleh, ya?” sebutnya dengan wajah tertekuk. Seolah pertanyaan tadi benar-benar Anes anggap serius akan dia lakukan di masa depan.

“Kasih asupan otak lo makan dulu.” Dzaka menggeser bekalnya untuk Anes. Berharap gadis tersebut bisa tenang barang beberapa detik saja. tidak berbuat ulah atau semacamnya yang membuat sakit kepala.

Dzaka sendiri juga tahu kalau Anes bukannya makan saat dari kantin tadi.

“Asyik! Tadi gue gak sempet sarapan, hehe!” pungkas wajah oval dengan surai hitam yang terurai panjang itu. Terlihat sangat cantik. Kalau mengesampingkan sifat aneh bin ajaibnya.

"Wow! Nasi goreng putih!"

Dzaka bergeming saja, melihat dengan seksama Anes yang melahap bekalnya. Dia pikir Anes akan protes karena itu bisa dibilang makanan sisa, bukan? Atau, bisa saja Anes jijik, tapi nyatanya gadis ini malah tidak peduli dan berterima kasih.

Gemas. Sudut bibir Dzaka jadi tertarik ke atas. Tangannya bergerak lembut untuk menyampir rambut hitam Anes, agar tidak menganggu gadis itu makan. Lalu dia pun menopang dagu, memerhatikan secara lekat sampai Anes menghabiskan seluruh isi dari bekal tadi.

“Enak?”

“Hm!” Anes mengangguk semangat.

“Makan kaya anak anjing lo.” Dzaka mengusap sisa-sisa nasi di sudut bibir Anes. Bisa pemuda tampan ini rasakan tatapan orang-orang di kelas yang seolah menyebutkan: “Adem juga liat mereka gak berulah.”

Yah, Dzaka pribadi juga tidak ingin menciptakan keributan atau masalah sebenarnya. Itu semua tadir Tuhan.

“Ka.” Anes memanggil, ia ternyata tidak begitu mempermasalahkan hinaan Dzaka yang bilang dia seperti anjing tadi. Bahkan mungkin saja Anes anggap itu sebagai pujian.

“Hm?”

“Lo pernah mimpi jadi kepala charger, gak?”

“Hah? Apa, sih? Random banget lo.” Dzaka berkata demikian, tapi mulutnya tertawa ringan.

“Ciee senyum." Anes menyentuh salah satu lesung pipi Dzaka.

"Lo ada masalah apa, sih? Sering banget ngelamun. Sambil makan juga kaya mikirin cara ngilangin beban negara aja,” tukas Anes yang cukup mengejutkan bagi Dzaka.

Sejak kapan gadisnya itu jadi perhatian seperti ini?

S-Sangat … mencurigakan!

Dzaka tersenyum ketir. Merasa kalau Anes udah kemasukan arwah penasaran. Ia lantas berdiri sambil menyerang kepala Anes. “Woi siapa lo? Keluar gak, lo dari badan cewek gue!!” teriak Dzaka mulai heboh. Ditambah lagi, Anes malah ikut menjerit.

Alhasil, jadi membuat seisi kelas IPA 4 lagi-lagi menjadi kelas paling ribut. Semua langsung mengira dan percaya kalau Anes sudah kesurupan. Kemudian mereka semua lagi dan lagi berakhir dengan dijemur saat hujan telah reda.

"Ini semua salah Anes dan Dzaka," protes satu kelas IPA 4 serentak.

"Makasih, hehe." Anes bukannya merasa bersalah, tapi jadi menyengir lebar merasa bangga.

"Itu bukan pujian, goblok!" Dzaka menyentil kening pacarnya yang malah terlihat semakin menggemaskan sekaligus juga menyebalkan itu.

"Dasar pasangan gila!!"

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang