38. Lucu

1.1K 254 26
                                    

"Lah? Tumben lo ikut bolos." Asap rokok Rizky mengepul. Kini kedua orang itu tengah duduk di warung kecil yang berada tepat di pagar belakang sekolah. Tempat tongkrongan terbaik bagi anak-anak yang jenuh dengan segala masalah hidup.

"Matiin." Dzaka mengambil alih batang rokok dari tangan Rizky, lalu membuang ke tanah dan menginjaknya begitu saja. "Entar kalo di cek satpam kaya kemaren gimana lo?"

"Ya ... gak gimana-gimana." Rizky malas melayangkan protes. Akibat dipergok kemarin, hari ini tidak ada anak-anak lain. Hanya mereka berdua dan bapak penjaga warung.

"Skor lo 'kan udah sisa lima puluh, Riz, sedangkan kita masih kelas dua. Dan lo gak kaya gue yang bisa nambahin skor dari lomba atau peringkat. Bisa-bisa lo dikeluarin dari sekolah."

"Tenang aja. Sekolah ini masih butuh duit orang tua murid biar korupnya tetap jalan."

"Lo besarnya mau jadi de.pe.er, ya? Kalo gak korup ya, jadi kang suap."

"Lo habis hilang pawang mendadak cosplay jadi bapak-bapak."

Dzaka terkekeh ringan. "Keliatan gitu?"

"Sok bijak, anj."

Dzaka hanya membalas dengan senyuman singkat. "Pak, pesen mie gorengnya satu sama teh es satu, ya."

"Oke, siap."

"Riz, lo serius cuman beli rokok? Pesen gih, gue bayarin mumpung lagi sakit hati."

Rizky sempat mencibir, tapi akhirnya memesan hal yang sama dengan Dzaka.

"Oi, Jak."

"Hm?"

"Nih, ya. Dari kacamata ahli wanita kaya gue. Anes itu bukannya minta putus. Dia mau lo perjuangin. Dia mau lo pertahanin. Dia mau lo ... kasarnya ngemis biar-"

"Bukan ngemis. Tapi maksa. Jangan bikin istilah yang buat kaya jelekin cewek, deh."

"Hah. Emang mereka pada mau dijadiin ratu gitu, kok."

"Riz ... gue peringatin lo sekali lagi."

"Iya-iya dah. Semua kecuali Anes. Makanya kalo lo nggak mau, buat gue aja gimana?"

"Langkahin mayat gue dulu sini."

Kini kedua orang itu malah tergelak dalam tawa masing-masing.

"Tapi gue serius, Jak. Soal Anes tadi." Di tengah menyaptap mienya, Rizky kembali mengoceh. "Gue rasa lo juga tau apa yang Anes mau. Lo bukan tipe cowok yang gak peka. Dan cewek 'kan emang kaya gitu maunya. Cari masalah, berantem, dibaikin, drama dulu baru balikan. Biar seru."

Dzaka mengaduk mienya lalu tersenyum kecut. "Tau gue. Tapi gue ngerasa gak pantes aja buat Anes."

"Seriously? Orang kaya lo? Jangan buat gue ketawa, deh. Lo itu mendekati definisi sempurna! Pinter, ganteng, banyak bakat, tinggi, badan atletis, berprestasi, populer, dari keluarga mampu, punya pacar cantik-beh, gue iri sama kehidupan lo."

Dzaka tidak bisa berkata apa-apa. Ini selalu terjadi tiap kali dirinya ingin terbuka dengan ketiga temannya itu. Mereka selalu menganggap kehidupan Dzaka sempurna. Yah, tidak ada yang bisa disalahkan juga.

"Habis ini pasti Pak Anton ngehukum kita lari di tengah lapangan."

"Aduh ... Jak, jangan diingetin, deh. Itu orang tua juga kayanya punya jiwa-jiwa psikopat."

"KAAA!!"

Sebuah teriakan dari suara cempreng yang tak asing menyapa telinga kedua orang itu. Bisa ditebak, dia adalah sosok gadis dengan kepang dua yang terlihat semakin lucu karena tengah berlinang air mata.

"Sesuai dugaan," gumam Dzaka yang langsung meninggalkan makananya dan menghampiri Anes.

"Tukang nangis," ledek Dzaka menyapu air mata Anes lembut. Perlahan, senyuman di wajah pemuda itu terbit. Perut Dzaka rasanya tergelitik, tapi dadanya bergemuruh hebat.

"Kaaa ...," rengek Anes sambil menyenderkan kepala ke dada bidang sang mantan-atau masih pacar, ya? Anes tidak terima rasanya fakta yang pertama tadi.

"Kaaaa!"

"Hm?"

"Gue gak peduli mau lo mafia, kek."

Apa-apaan itu? Dzaka merasa difitnah, tapi entah kenapa jadi lucu.

"Ppfftt ... iya."

"Mau lo buron kek, mau lo mantan napi kek, mau lo pengedar kek. Gue gak peduli!"

Oke ... ini tuduhan Anes sudah mulai terlalu jauh. Melampaui imaji. Kebiasaan sekali. Dzaka harus memberikan gadisnya ini novel yang wajar-wajar saja mulai sekarang.

"G-gue emang bilang putus, Ka."

"Jadi?"

"T-tapi putusnya gak jadi. K-kita sambung lagi, ya." Wajah Anes ia tundukkan, karena terasa sangat panas dan sudah memerah seperti buah tomat.

"Haha. Kenapa?" Dzaka tersenyum jahil sambil menengok wajah Anes dengan ikut menunduk.

"Y-ya gak jadi aja!"

"Ya, kenapa?"

"Gak bisa gue, gilakkk!"

Setelah berteriak dengan memalukan seperti itu, Anes berlari tunggang langgang, menutupi wajah dan entah ke mana arah tujuannya.

"Sial. Gemes banget, sih."

Dzaka hanya mengamati dari tempatnya berdiri tadi. Pemuda itu menutup mulut karena ingin tertawa terus.

"Benar-benar seorang Aneska, ya. Gue baru liat ada cewek kaya gitu di muka bumi ini." Entah sejak kapan Rizky sudah berdiri di sebelah Dzaka.

"Tapi lucu."

"Banget. Di mana beli yang kaya gitu? Andai ada yang jual di forum online."

"Gak bakal. Haha. Cewe gue cuman ada satu di dunia ini."

TBC

Mau aku tamatin di bab 50, nih. Dikit lagi berarti, ya. Saya sangat bahagia sama komenan dan dukungan kalian lhooo. Kaya terbang sama kupu-kupu di dalam perut😭✨👍

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang