48. Jealous 3

1.1K 214 37
                                    

Waktu masa-masa pengenalan lingkungan sekolah pada para murid dulu—MOS/MLPS—Dzaka pernah dibuat kesal setengah mati oleh seseorang. Dia adalah cewek tomboy, dengan badan tinggi dan juga mulut yang sangat pedas.

Yah, tentu karena kepribadian saling bertabrakan itu yang membuat mereka berdua berseteru. Meski yang kedua orang itu ributkan dulu hanyalah posisi duduk.

Untungnya kedua anak itu berbeda kelas, bahkan juga jurusan. Tapi Dzaka tidak pernah menyangka kalau mereka akan dipertemukan lagi dengan cara seperti ini, syuting film dokumenter. Sebuah film dengan tema si peringkat pertama dan si peringkat terkahir, mereka berdua sebagai pemeran utamanya. Dan sekarang sedang ada kegiatan jalan-jalan ke kebun binatang.

“Apa liat-liat?” galak Fia menatap sinis.

Dzaka berdecak kesal, ingin memukul kepala cewek itu tapi ia sadar kalau selalu akan ada kamera yang mengikuti keduanya kali ini. Bisa-bisa nanti Dzaka dituntut karena bullying atau tindak kekerasan.

“Gue punya mata makanya bisa liat-liat.”

“Jauh-jauh lo dari gue.”

Bisa-bisanya Dzaka sempat lupa dengan cewek menyebalkan yang satu ini. Kalau memukul tidak boleh, berarti Dzaka hanya bisa beradu mulut, bukan?

“Lo lagi numpang barisan di kelas kami, jadi tau diri dikit,” kecam Dzaka berusaha menahan amarah. Kalau menurut urutan, Fia akan ke kebun binatang ini setelah jam makan siang nanti.

“Itu cuman karena syuting.” Fia kembali menjawab dengan wajah angkuhnya.

Rio, selaku sutradara yang tengah merekam kedua anak SMA itu hanya dapat tersenyum masam. “A-anu … Fia. Apa alasan kamu mau ikut kegiatan ini?”

“Uang lah. Apa lagi?”

Dzaka menoleh. Syuting film dokumenter ini membuat ia dan Fia harus berjalan beriringan. “Dasar miskin,” sinis Dzaka tajam.

“Lo cari ribut ya, sama gue!”

“Emang. Salah lo yang duluan.”

“Lo!”

“Apa? Ha?”

Mata Dzaka membelalak tajam, membalas delikan mengerikan dari Fia. Sedangkan sang sutradara yang tengah merekam mereka hanya bisa mendesah berat. Mungkin tema si peringkat satu dan si peringkat terakhir merupakan petaka yang harusnya tidak dia ambil sejak awal. Semoga wisata ke kebun binatang hari ini tidak berakhir buruk.

***

“Anes!” Angel berlari sambil membawa pentol pedas lalu menyodorkannya pada gadis pendek itu.

“Sogokan, nih?”

“Berhubung gue gak punya temen. Ya, lo harus jadi temen gue hari ini doang seenggaknya.”

Penyogokan dan pemaksaan. Tapi Anes tidak merasa masalah dengan itu semua. “Selama ada pentol pedas, gue mau dimanfaatkan,” celotehnya dengan wajah bangga.

Anes lalu berpamitan pada Layla dan Lily untuk jalan beriringan dengan Angel—duo kembaran itu juga tidak terlalu suka dengan watak aneh Angel.

“Lo gak dimarahin Jaka, nih?”

“Kayanya entah diributin lagi.”

Anes dan Angel melangkah sambil menikmati makanan dan melihati para binatang.

“Lo gak capek sama dia?”

Anes melirik dengan mata memicing. “Jangan-jangan bener, deh.”

“Apa?”

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang