54. Halus (TAMAT)

2.4K 251 79
                                    

Jangan langsung lompat ke sini ya cantik, ganteng. Tenang aja babnya masih lengkap, kok. Baca dari awal, ya💜

HAPPY READING

Semilir angin membawa waktu pada detik-detik yang tidak terduga. Menunjukkan kalau mentari tidak akan menunggu untuk memancarkan sinarnya. Rembulan pun selalu muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. Hingga tak terasa saat itu telah sampai. Ketika para murid yang tahunya hanya bermain dan belajar, mereguk rasa puas bercampur haru bernama kelulusan.

Di sinilah saat ini seorang pemuda dengan predikat lulusan terbaik di sekolah berada, taman belakang sekolah mereka. Ia yang berhasil meraih beasiswa di salah satu universitas terbaik itu tengah berdiri kokoh. Di antara kelopak bunga yang berguguran karena tarian angin. Di tengah hamparan rerumputan hijau. Dan di bawah pohon rindang yang melambai-lambai.

“Ka!”

Panggilan halus itu membuat pemuda tadi berbalik. Lalu merekahlah sebuah senyuman ketir di wajah tampannya.

“Anes.”

Gadis manis berbadan mungil yang dipanggil tadi langsung mendekat. Ada kotak hadiah berukuran sedang, dengan lapisan kado berwarna hitam dihiasi pita kuning emas yang tampak elegan, di tangan Anes.

“Selamat!” Anes menyodorkan hadiah itu pada Dzaka sambil tersenyum lebar sampai-sampai matanya menyipit, dan gigi-gigi yang berjejer rapi itu terlihat jelas.

“ ….”

Hening untuk beberapa saat. Dzaka terlihat enggan untuk mengatakan apa-apa atau menerima hadiah itu. Matanya lebih memilih untuk meneliti tiap inci wajah manis yang mungkin tidak akan bisa untuk ia miliki lagi.

“Ambil dong, woi! Tangan gue udah kram ini!” Anes tentu saja langsung melayangkan protes.

Tapi Dzaka masih bergeming. Bahkan wajah kesal dari gadisnya ini tidak akan ia lihat lagi nantinya, bukan? Katakan, pada bagian mana ia harus merasa bahagia di saat seperti ini.

“Eh biji salak, lo cosplay jadi patung apa gimana?” Anes memukul kening Dzaka dengan hadiahnya tadi, lalu menarik paksa tangan sang kekasih untuk menggenggam kotak tersebut. Tapi, tangan Anes tidak bisa ia gerakan karena Dzaka segera menahannya.

“Tadi ucapan selamat buat apa?”

“A-apa lagi?” Anes tidak berani mengangkat kepala. Menatap Dzaka hanya akan membuat tekatnya kembali goyah. Anes tahu itu. Makanya ketika pemuda ini menariknya sambil melangkah lebih dekat lagi, Anes hanya bisa semakin menunduk dalam, berusaha sembunyi.

Jakun Dzaka bergerak saat meneguk ludah. Ia pun ikut menunduk, mendekat ke telinga Anes dan berbisik di sana dengan suara berat.

“Selamat udah diterima … atau selamat tinggal?”

Kalimat itu bagai hantaman keras yang memukul Anes sampai remuk. Mata Anes mulai berkaca-kaca, ia tahu kalau menangis hanya akan memperburuk suasana. Tapi mau bagimana lagi? Tidak ada yang bahagia dengan kata perpisahan.

“B-brengsek.”  Anes menyandarkan kepala di dada bidang Dzaka. Menghirup aroma mint yang begitu ia suka. Mendengar detak jantung yang sudah bagai melodi indah bagi telinganya.

Ada rasa perih yang menjepit ketika Dzaka menarik napas. Ia pun merengkuh tubuh mungil itu dengan erat. “Anes, gue bisa—”

“Nggak.” Anes langsung melerai pelukan mereka, ia membaranikan diri untuk menatap Dzaka meski pandangannya sudah mulai kabur karena genangan air mata yang masih berusaha untuk ditahannya.

“Lo pasti bisa, Ka. Gue juga pasti bisa. Kita pasti bisa, kok.”

Dzaka mengalihkan pandangan ke samping. Mendengkus sebal dengan rahang yang mengeras. “Lo yakin?”

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang