Spesial Bab

1.8K 219 86
                                    

“Gimana? Cantik kaya bidadari dari surga, nggak? Berhubung lo pernah mati suri,” celetuk Anes sambil berpose di depan sebuah cermin besar dengan dress putih berenda simpel.

Bagian bawah dress itu mengerucut, lalu terbelah demi bisa menambah kesan tinggi pada badan Anes. Dan bagian atasnya berenda polos, memamerkan sepasang bahu mulus nan putih itu.

“Mulut lo ya, udah jadi pendeta juga. Masih bau neraka,” balas Adelia.

Teman yang saat ini tengah menemani Anes untuk mencoba berbagai macam jenis gaun hasil pesanan sebelumnya. Kebetulan juga Adelia memang bekerja di toko ini. Jadi Anes semacam mendapat previlege atau sejenis itulah.

“Bilang aja pas mati suri itu lo diazab, kan? Makanya nggak tau bentuk surga.”

“Entar gue seret lo ke nereka jahanam.”

Anes malah cengengesan. “Bentar lagi adzan. Kita udahan dulu, yuk. Lo kan, belum sholat.”

Adelia mengangguk. Lantas berdiri sambil membantu Anes melepaskan dress tersebut. “Tapi, Nes.”

“Hmm?”

“Gue penasaran, deh.”

“Sama surga? Mati lagi aja sana.”

“Bukan itu kurang ajar! Dengerin dulu.”

“Paan?”

“Lo kok, hapal banget jam-jam kami sholat? I mean, banyak temen nonis gue yang akrab, tapi nggak sebiji pun dari mereka yang tahu jam sholat. Masa … karena lo pendeta, sih? Kan, makin nggak nyambung.

Mata Anes bergerak liar. Ia lalu membalas dengan senyuman tipis. “Temen istimewa gue Islam.”

“Temen istimewa?” Kening Adelia berkerut. “Siapa? Perasaan lo ngajak semua orang berantem kalo temenan.”

Anes kembali tertawa. Tapi entah kenapa tersirat nada nestapa dalam suara cempreng itu. “Dia udah nggak ada.”

W-what? Seriously? Oh my ... sorry. Gue nggak bermaksud—”

“Nggak ada di sini. Bukan mati, sih.”

Adelia yang kesal segera menempeleng kepala Anes dengan gaun yang tadi. “Kalo ngomong yang jelas tolol!” Ia lalu menyerahkan gaun tersebut pada salah satu pegawai yang berdiri di pojokan sedari awal.

“Sayang! Eh, udah selesai, kan?”

Panggilan dari seorang pria berjas putih yang baru saja menerobos ruangan itu, sukses mengalihkan perhatian.

Anes kembali tersenyum manis. “Udah. Tapi kita ke sini besok lagi, ya. Dressnya dikit lagi selesai.”

“Sayang … nggak mesen dress yang macam-macam, kan? Ini buat pernikahan kita, lho.” Pria itu menatap Anes dengan penuh kecurigaan. Pasalnya Anes tidak mau memperlihatkan bentuk dress itu padanya.

Adelia begitu paham dengan kekhawatiran itu. Aneska sangatlah sesuatu. Gadis ini bisa melakukan hal di luar akal sehat manusia.

“Tenang aja, Dean. Gue ada di sini buat mantau calon bini lo.”

Thanks, Del. Rantai aja dia kalo jadi reog lagi.”

“Siap!” Adelia mengacungkan jempol.

“Gue laporin ya, kalian sama Tuhan!”

***

Sementara itu di suatu tempat yang cukup jauh. Telah turun badai salju yang menutupi jalanan. Dinginnya suhu membuat orang-orang enggan untuk keluar. Kebanyakan dari mereka memilih untuk duduk di dekat perapian, sambil menikmati cokelat panas atau segelas kopi. Sama seperti yang Dzaka lakukan sekarang.

Pasangan PrikkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang