Summary
Merelakan bagian tubuh kita yang berharga untuk mengupayakan agar orang yang kita cinta bisa terus bertahan menghirup udara segar didunia ini.
Tapi bagaimana jika nyatanya malah justru terkesan tak berarti bagi orang yang ditolong, sedangkan makhluk kecil ini bahkan rela membahayakan dirinya sendiri demi menolong orang yang dicintainya itu.
Jisung membenci Chenle, tetapi justru Chenle malah rela mendonorkan ginjal sebelahnya untuk Jisung.
"Jangan pernah mengatakan cinta kepadaku Zhong, karena jujur aku sangat jijik mendengar cintamu," Park Jisung.
"Biarlah jika kau membenciku, tapi setidaknya bagian tubuhku sudah menyatu dengan jiwamu, walau kita akan berakhir didalam beda dimensi kehidupan nantinya, setidaknya aku masih bisa merasakan cintamu untukku dikemudian hari Jisung-ah," Zhong Chenle.
.
.
Tidak sempurna dan tuna netra, bagaimana jika kalian berada di titik tersebut, titik dimana kita dipertemukan dengan orang yang kita cinta tapi kita justru dibuat menjadi tak sempurna.
Begitulah pikir Jaemin, seorang tuna netra baru yang kehilangan jendela pada dirinya akibat insiden mengerikan yang barusan ia alami.
Air peluh dari netra tak berfungsi tersebut terus mengalir, bahkan batin seolah tak terima jika pria manis tersebut hilang nustra akan permata yang selama ini ia miliki.
"Jeno pasti semakin membenciku setelah ia tau aku buta hiks," tangisan itu seolah tak berhenti.
~~ Cklek, ~~
Telinga Jaemin sedikit terusik, mendengar suara pintu ruang inapnya terbuka menandakan jika ada seseorang yang ingin masuk diruang tersebut.
Sekarang Jaemin hanya berbekal pada indera pendengarannya, menyedihkan bukan.
"Siapa?" tanya namja manis tersebut dengan tatapan kosong khas orang tuna netra.
Bukannya menjawab, si sosok asing tersebut justru semakin mendekatkan dirinya kepada Jaemin, hingga membuat pria kecil itu ketakutan.
"Hiks, jangan ganggu aku karena tak bisa melihatmu, hiks, kumohon menyingkirlah jika kau orang jahat," isak Jaemin sambil terus meronta ketakutan.
~~ Cupp, ~~
"Tenanglah ini aku, dokter Lee mu,"
Jaemin membeku kilap, ia sangat terkejut dengan insiden barusan.
Melihat Jaemin yang tak bisa melihatnya dan merasa takut terhadap Jeno, entah mengapa mendadak membuat ulu hati dokter Lee tersebut sakitnya luar biasa.
Dengan cepat, ia meraih tangan lembut Jaemin, dan mencium sekilas bibir merah ranum itu.
"Jangan takut Jaeminie, ini aku,"
Hati Jaemin terus berdebar, air mata dari netra yang tak berfungsi itu mulai menetes tanpa sengaja mendengar penuturan yang selama ini Jaemin inginkan.
"Dokter Lee, andakah itu?" tanya Jaemin lagi dengan bibir bergetar.
"Ndee ini aku Jaemin-ah, bagaimana kabarmu?" tanya Jeno lagi sembari mendekatkan jemari besarnya dipipi Jaemin, berniat untuk mengusap air mata si mungil.
"Apa saya sedang bermimpi?"
Seakan tidak percaya mendapati perlakuan Jeno, Jaemin berulang kali menampar pipinya, mencoba memastikan keadaan nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKTAT TERAKHIR - CHENJI 🔞
Roman d'amour"Biarkan rasa dan ragaku mengikis seiring berjalannya masa, asalkan satu jangan cegah aku untuk terus mencintaimu, karena separuh ragaku sudah bertaut indah didalam jiwamu," Park Chenle. "Mengapa kau tak memberitahuku bahwa selama ini kau orang yang...