[08] More Than A Leader

7.8K 788 26
                                    

Trigger Warning!

harsh words, blood, violence

「 "Yes, I'm a bad guy." 」

AKU memang sudah gila.

Berkali-kali mengatakan menyesal dengan keadaan yang tengah kujalani, tetapi sekarang aku malah membuka pintu persetujuan untuk semakin dipermainkan olehnya.

Mungkin ini menjadi keputusan terbodoh yang pernah kuambil. Bukannya pulang, aku justru memilih dibawa pergi jauh oleh pria berambut merah itu. Keluar dari kota tempatku menetap, menjauh dari hiruk pikuk manusia yang berjubal mengadu nasib di metropolitan, menuju tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh imajinasi liarku.

Ini seperti daerah pemukiman yang sudah lama tidak dihuni. Banyaknya bangunan tua tidak lagi terawat terlewati, juga lahan-lahan kosong yang sudah ditumbuhi rumput-rumput liar amat tinggi.

Rasanya aku sudah terlambat untuk benar-benar menyesal.

Di sudut kota tak berpenghuni ini, di balik pintu besar hitam yang kini dibuka, aku seakan lupa untuk menarik napas. Melihat puluhan orang berpakaian serba hitam sudah berbaris dan serempak memberi bungkukan penuh hormat.

"Welcome, Master."

Perasaanku seketika bercampur, membuat perutku mual dan kaki-kakiku bagai terpaku. Tanganku sampai meremat kuat ujung jaketku sendiri sebagai pegangan menyaksikan pria berambut merah itu disambut layaknya orang paling disanjung di sini.

Sebenarnya apa yang aku pikirkan selama ini?

Aku lupa kalau dia bahkan pernah menyebut jumlah untuk melakukan penyerangan kelompok yang mencari masalah dengannya. Jadi bukanlah tidak mungkin kalau dia memang memiliki anggota sebanyak ini.

"Cheon Sera."

Dia sudah kembali menghadapku. Menyadarkanku dari keterkejutan mencekat. Tatapan tajamnya yang begitu kelam seakan memeringatiku untuk tidak coba-coba lari kala tangannya terulur ke arahku.

"Come."

Aku seperti berdiri di ujung tanduk. Tidak ada pilihan selain meraih uluran tangannya jika tidak ingin jatuh ke dalam jurang di belakangku. Membiarkan dia menggenggam tanganku begitu erat lantas mengajakku masuk ke dunianya.

Kaki-kakiku bergetar dan harus bersikeras tetap berjalan di sisinya. Merasakan seluruh mata di ruangan ini seperti tengah meneliti presensiku meski dengan sorot datar.

Di depan sana, sudah berdiri orang-orang yang selalu bersama pria ini. Dengan balutan jaket yang sama yaitu navy blue dengan logo semacam berlian merah di bagian dada kiri. Seperti menunjukkan bahwa mereka semacam anggota inti.

Dan aku bisa merasakan adanya penghakiman di tatapan mereka ditujukan padaku.

"Why you bring her?"

Begitu dingin menusuk. Membuatku tidak kuasa untuk melihat siapa yang sudah mengajukan pertanyaan itu.

"My right to bring her with me," jawabnya tak kalah dingin, juga tak terbantahkan. Lalu dia menggiringku untuk duduk di salah satu kursi sebelum melepas genggamannya.

Membuatku semakin dipandang penuh kecam oleh mereka. Karena baru kusadari bahwa dibandingkan kursi lain yang berjajar, hanya ini yang terlihat seperti kursi kebesaran.

The Red Hair ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang