⚠️ harsh words, profanity and harassment 🔞
Trigger Warning // kekerasan, pelecehan dan kata tidak senonoh
─
「 "I have no mercy to anyone who dares to touch mine." 」
─
TIDAK semua rumah bisa dijadikan tempat untuk pulang.
Tidak semua rumah bisa dijadikan zona nyaman.
Tidak semua rumah bisa dikatakan sebagai rumah.
Aku menarik napas dalam begitu berhasil menutup pintu. Menahan rasa muak setelah melihat benda-benda itu berserakan di sepanjang lantai menuju kamar Ibu. Mendengarnya tertawa-tawa manja di dalam sana, bersama suara asing yang kuyakini pria yang berbeda lagi.
Segera kumelangkah masuk ke dalam kamar. Meletakkan tas berniat untuk membersihkan diri ketika aku harus menahan napas menyesakkan. Berkat suara tawa yang saling bersahutan itu berubah menjadi seruan menjijikkan.
Pernahkah kau ingin memuntahkan segalanya dalam bentuk teriakan kencang tetapi harus tertahan di kerongkongan lantaran masih ada sejumput akal sehatmu yang menghentikan itu?
Terkadang aku berpikir menjadi gila akan lebih baik. Mungkin dengan begitu, aku bisa menjeblak pintu kamar Ibu, memaki pria bejat itu bahkan mengusirnya dari sini. Tidak peduli dengan omongan para tetangga, tidak peduli dengan Ibu yang pasti akan membenciku.
Tapi sayang, aku masih memikirkan reputasi wanita yang sudah melahirkanku itu.
Maka aku memilih keluar dari sini. Sedikit mengikuti egoku untuk membanting pintu kamar juga pintu rumah lalu berlari menjauh sebelum Ibu berhasil memergokiku.
Kini aku berjalan tanpa arah tak tahu harus bertandang ke mana. Malam hari ini begitu gelap dirasa dengan tiupan angin yang terlalu menusuk. Embusan napas yang keluar dari mulutku bahkan mengepul jelas di udara. Rasanya jaket yang kukenakan tidak cukup untuk menghalau dingin ini.
Hidupku benar-benar berantakan. Entah sudah berapa banyak aku menertawakannya. Berada di rumah yang sangat jauh dari kata sempurna, bersama Ibu yang tidak ingin dianggap sebagai ibu, juga keberadaanku.
Bohong jika aku tidak pernah iri dengan orang-orang yang selalu memamerkan keluarga utuhnya. Bagaimana mereka berkumpul hanya untuk makan bersama, atau sebatas bercengkerama, atau justru berlibur ke tempat indah untuk wisata keluarga.
Aku bahkan tidak dapat mewujudkan itu hanya dalam mimpi.
Seakan belum cukup mengenaskan, kini aku dinyatakan tidak lagi hidup tenang berkat adanya bahaya yang selalu mengintaiku.
Perasaan diawasi telah menjadi teman akrabku. Menjadi terbiasa merasakan adanya banyak mata di sekitarku dan aku memilih mengabaikannya. Setelah mendengar bahwa mereka bahkan patroli di sekitar rumahku, aku memutuskan untuk tidak lagi peduli.
Sekalipun ada yang mengikuti di belakangku.
Sekalipun ada yang muncul tiba-tiba dari gang yang baru kulewati dan bergabung mengikutiku.
Sekalipun ada yang muncul dari persimpangan di depan sana dan menghadang—
Mengapa mereka menghalangi jalanku?
"Mudah sekali mendapatkannya. Sepertinya malam ini benar-benar keberuntungan kita."
"Seperti yang dikatakan, ternyata dia jauh lebih cantik jika dilihat secara langsung seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Hair Man
Fanfikce[The Wattys 2022 winner - Fanfiction] Berawal dari rasa simpati dan kenaifanku, membawaku ke dalam kehidupan pria berambut merah yang penuh akan bahaya. Berkatnya, aku menyadari bahwa dunia ini ternyata jauh lebih mengerikan dari yang kulihat dan ku...