Taery seperti terjebak. Ada di dua pilihan yang sama-sama menyakitkan. Jimin tiba-tiba memintanya untuk menjadi milik Jimin untuk sehari. Seperti permintaan terakhir. Menolak akan terlihat begitu kejam setelah Taery memutuskan—memaksa—untuk mengakhiri hubungan yang tidak berujung dan toksik antara dirinya dan Jimin.
Masalah rumah yang mereka tempati bersama, akan Taery pikirkan nanti. Mungkin dia akan menjualnya pada Jimin. Yang pasti dia akan mencari tempat tinggal baru.
Kali ini dia tidak akan memikirkan hal lain yang mengganggu pendiriannya. Sehari saja, dia akan menjadi milik Jimin. Terakhir kali.
Akan tetapi, tiba-tiba Jimin mengatakan sesuatu yang membuat ketakutannya muncul kepermukaan.
Menimbulkan kebimbangan yang mendadak terbentuk karena tersentuh dan ada rasa bersalah.
"Taery, aku mencintaimu. Cinta sekali. Sangat."
Meskipun hanya berbisik, tapi wajah Jimin ditenggelamkan di pundak Taery. Dekat sekali dengan rungunya.
Tentu terdengar jelas. Pernyataan Jimin membuat ulu hatinya ngilu. Padahal sudah sering Jimin mengumbar cintanya pada Taery. Akan tetapi, kali ini lain. Seperti telah putus asa, sudah akan mati dan Taerylah yang menghunuskan pedang padanya.
"I can't, Jimin. Sorry." Taery membalasnya. Juga lirih. Terdengar oleh Jimin dengan jelas.
Taery menyadari apa yang dia katakan hanya akan menancapkan pedang lebih dalam. Namun, kali ini, Taery yakin tentang apa yang sedang dia lakukan adalah benar. Ini demi Jimin.
Mendengar jawaban Taery, perlahan Jimin menjauhkan wajahnya. Sudah tegap sekarang. Menatap Taery—masih dengan sorot sendunya.
"Satu hari saja. Biarkan aku menghabisi seluruh cintaku padamu, Taery."
Perih. Rasanya Taery ingin menjerit dan meraung. Memeluk Jimin dan memohon pengampunannya. Sayangnya Taery sudah terbiasa menjadi sosok yang jahat.
Mati-matian membendung air mata di netranya yang sudah memanas. Rela menjadi jahat karena itulah satu-satunya cara bagi Taery untuk menjadi lebih kuat.
"Jika aku mengatakannya, itu hanya akan menjadi kebohongan. Aku akan tampak lebih jahat," sahut Taery.
Jimin tersenyum kecut. Memutus pandangannya. Menunduk, tidak lagi menatap Taery tepat di mata.
"Aku tahu. Tapi kau milikku sekarang. Sampai besok. Jadi bisakah kau mencintaiku? Aku yakin masih ada sisa-sisa perasaan itu padaku kan, Taery? Jadi habiskan seluruh sisa itu hari ini. Setelahnya, aku tidak akan mengemis cintamu lagi."
Sungguh ini menyakitkan sekali. Hanya bisa mengangguk. Brengsek. Taery sangat menyadari bahwa dirinya brengsek.
Perlahan Taery menyentuh pipi Jimin. Mengusapnya searah dengan garis rahang menuju dagu dan mengangkat wajah pria tampan di depannya ini. Taery mendekatkan wajahnya. Memutus jarak antara bibir mereka.Menyatukannya. Kembali saling melumat pelan dan lembut. Seperti tengah saling menyalurkan sisa-sisa cinta yang ingin dihabisi.
Maka, ketika tautan mereka terlepas, Taery berkata, "Aku akan menghabisi cintaku untukmu Jimin. Aku akan memberikan semuanya untuk satu hari. Setelah itu, berjanjilah untuk kembali tersenyum dan mencari hati yang baru."
Jimin tersenyum. Kali ini lebih tulus. Lebih lembut.
"Entahlah. Sulit sekali menemukan hati yang baru. Mungkin aku akan menutup pintunya sampai waktu yang ditentukan. Bisa sebentar, atau selamanya tertutup."Deg.
Taery semakin bersalah. Bohong kalau Taery tidak tahu bahwa Jimin tengah patah hati—tidak, laki-laki ini telah kehilangan hatinya setelah diserahkan pada Taery.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
Fanfiction[ LEBIH BAIK FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] WARNING 21+⚠️⚠️ story dan bahasa Vulgar _________________________________________ Kadang alasan seperti bosan menjadi satu frasa yang digunakan untuk mengakhiri sebuah hubungan. Sama seperti yang dialami Taery...