Taery dan Jimin berada di luar club. Saling diam. Menatap jalan raya. Menghitung mobil yang melintas. Sebenarnya tidak benar-benar menghitung benda bermotor itu, hanya saja tengah menimbang kapan harus bicara untuk memecahkan kecanggungan.
Taery beberapa kali melirik Jimin. Masih sama. Masih sangat tampan dan seksi. Hanya terlihat lebih kurus dibanding terakhir mereka bertemu. Rambutnya yang tadinya hitam juga diwarnai—blonde.
Parfumnya … Jimin tidak lagi memakai parfum yang sama. Parfum yang selalu Taery pilihkan untuk Jimin. Tentu saja parfum barunya wangi, akan tetapi itu membuat Taery berpikir bahwa Jimin pasti ingin meninggalkan semua masa lalunya, terutama dirinya.
Taery menelan ludahnya. Berharap laki-laki itu mengucapkan sesuatu dari mulutnya. Taery tentu saja memiliki beberapa kalimat yang bisa dia ucapkan seperti menanyai kabar. Akan tetapi, apakah dia berhak berbicara pada laki-laki yang telah dia sakiti? Rasanya tidak pantas.
Jimin juga masih bungkam. Sama sekali tidak mencuri pandang ke Taery. Wanita itu resah sendiri. Apa yang sedang Jimin pikirkan sekarang? Tidak seperti dulu, kini Taery kesulitan menebak apa yang ada di kepala Jimin. Karena tidak pernah bersuara atau sekedar berbalas pesan. Tidak ada kontak sama sekali.
Taery pun merasa kakinya pegal. Harus berapa lama dia berdiri seperti orang bodoh begini? Akhirnya, Taery memutuskan untuk membuka mulutnya. Bukan untuk menanyakan sesuatu, tapi untuk mengucapkan pernyataan agar dia bisa segera pergi dari sana.
"Aku rasa pacarmu sudah menunggu terlalu lama," ujar Taery. "Lebih baik kau segera ke dalam—"
"Tampaknya kau sudah bahagia dengan Yoongi Hyung." Jimin memotong.
Taery diam. Mengerjakan matanya. Tidak menyangka nama Yoongi akan tersebut di awal pembicaraan mereka untuk yang pertama setelah sekian lama.
Tidak langsung menjawab, Taery menerka-nerka apa sebenarnya maksud pertanyaan Jimin. Bahagia dengan Yoongi? Bahkan Taery tidak tahu kabar laki-laki itu sekarang.
"Aku tidak tahu," sahut Taery. Kini Jimin menoleh dengan wajahnya yang heran. Alisnya terangkat.
"Tidak tahu? Wah … kau benar-benar wanita kejam. Apakah kau sedang mempermainkan Yoongi Hyung juga? Sama sepertiku dulu … kau mempermainkan ku."
Deg.
Hati Taery mencelos ngilu. Matanya kembali berkaca-kaca. Ia tersinggung tapi Jimin memang berhak marah padanya. Jimin berhak mengamuk atas semua yang pernah Taery lakukan padanya. Dan benar, Taery adalah wanita kejam.
Menahan gemuruh di dadanya, Taery menggigit bibir bawahnya, menundukkan kepalanya dan berkata, "Maaf …"
Jimin menghela napas dengan kekehan di ujungnya. Mengejek. "Kalau kau memang ingin bermain dengan Yoongi Hyung, aku harap kau bisa mengurungkan niatmu. Kalau kau bosan, cari cara lain untuk mengatasinya. Jangan membuatnya menjadi Jimin kedua."
Deg.
Taery meremas tangannya sendiri. Menahan diri untuk tidak terisak. Sakit sekali. Namun ia harus menerimanya. Ini hukuman untuknya. Perih yang dia rasakan, tidak sebanding dengan perbuatan jahatnya pada Jimin. Ia harus mencamkan itu di benaknya.
"Maaf …" hanya itu yang bisa Taery katakan.
Jimin menatap Taery iba. Banyak perasaan yang menyeruak begitu bertemu dengan wanita yang dulu begitu dicintainya. Jimin bahkan rela menyerahkan semestanya, tapi cinta yang ada di depannya ini membuangnya begitu saja.
"Jangan mengucapkannya kalau kau tidak benar-benar menyesal. Itu membuatmu terlihat lebih menyedihkan, Taery-ssi."
Deg.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
Fanfiction[ LEBIH BAIK FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] WARNING 21+⚠️⚠️ story dan bahasa Vulgar _________________________________________ Kadang alasan seperti bosan menjadi satu frasa yang digunakan untuk mengakhiri sebuah hubungan. Sama seperti yang dialami Taery...