I|I
Erlangga memasukan makaroni yang sejak tadi sudah ia siapkan, kedalam kuah sup berisi potongan sayur-sayuran. Baru setelah itu, Erlangga menambahkan penyedap rasa ayam dengan secukupnya. Tidak lupa juga, ia mengaduknya dengan perlahan agar tercampur rata. Setelah dirasa cukup, barulah ia menyendok kuahnya untuk mencicipi rasanya.
Memastikan apakah rasa masakannya sudah enak atau belum, adalah bagian yang tidak bisa Erlangga tinggalkan.
Setelah dicicipi, rasa sup buatannya ternyata sudah pas di lidahnya, membuat ia tersenyum sambil mengangguk pelan. Sekarang ia hanya tinggal menunggu sup-nya matang dengan sempurna.
Sambil menunggu, Erlangga memutuskan untuk melanjutkan mengupas buah apel di meja pantry. Ia melakukannya dengan perlahan namun pasti sampai kulit buahnya tidak terputus-putus. Lelaki itu terlihat sangat handal dalam melakukannya.
Ditengah fokusnya, Erlangga mendengar suara langkah kaki mendekat kearah dapur. Erlangga menegakan kepalanya untuk memastikan siapa yang datang.
"Kak Erlangga?"
Erlangga mendengar namanya dipanggil dengan suara lirih. Seseorang itu terlihat terkejut setelah mendapati Erlangga, begitupun Erlangga. Erlangga juga sama terkejutnya.
"Ternyata ada kak Erlangga," ujarnya. "Tadi aku udah tekan bel beberapa kali tapi nggak ada yang bukain pintu, jadinya aku masuk aja. Kebetulan juga pintunya nggak di kunci."
Erlangga tersenyum kecil mendengar penjelasan panjang lebar yang sebenarnya tidak dimintanya. "Maaf, aku nggak denger bunyi bel rumah," jawab Erlangga seadanya. "Kamu kenapa bisa kesini, Ra?"
Adhara mendekati Erlangga. Gadis itu memilih untuk berdiri didepan Erlangga dengan meja pantry sebagai pembatas diantara mereka. "Kak Alaska nyuruh aku kesini buat mastiin keadaan Yanuar yang katanya lagi sakit, terus juga sendirian di rumah."
"Terus Alaska-nya mana?"
Erlangga berinisiatif mengambil segelas air dingin untuk Adhara yang terlihat kelelahan. Gadis itu bahkan sampai berkeringat. Sepertinya ia datang kesini dengan jalan kaki. Itu hanya dugaan Erlangga saja.
"Kak Alaska lagi pergi sama kak Abian, makannya aku yang disuruh kesini."
Erlangga memberikan segelas air kepada Adhara. "Minum dulu!" suruhnya.
Adhara menerimanya dengan canggung. "Makasih, kak."
Tatapan Erlangga tidak pernah lepas dari mata Adhara. Sampai-sampai Adhara jadi salah tingkah setelah menyadarinya. Hal ini justru semakin membuat Erlangga tidak bisa melepaskan tatapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Erlangga | Na Jaemin
FanfictionContent warning(s) ; Physical touch, kissing, cuddle, harsh word, sensitive topic, etc. Dia Erlangga, si pecinta fotografi yang memiliki senyum paling menawan. Selayaknya foto-foto yang selalu dia abadikan, aku juga akan membuat kisahnya abadi agar...