Bab 20

693 155 23
                                    

Lalu lalang kendaraan di jalanan padat itu menjadi pemandangan di balik kaca mobil miliknya. Petang ini gerimis mengguyur kota Tokyo. Seseorang di balik kemudi menatap datar jalanan di depannya, mengumpat kesal dalam hati pada lampu lalu lintas yang tak kunjung berubah warna menjadi biru.

Sedikit menghela napas, pria bersurai hitam itu berusaha menenangkan diri. Hari ini kekacauan hampir saja terjadi, Uzumaki Naruto memang tidak bisa dianggap sepele.

Sai yakin jika ia sudah menyembunyikan semua bukti dengan baik di ruangan yang mereka periksa di pabrik ayahnya. Semalaman ia menghabiskan waktu di ruangan sempit itu untuk mengatur sedemikian rupa agar semua bukti bisa disembunyikan. Tetapi hari ini hampir saja semuanya berakhir sia-sia. Kembali menghela napas pelan, identitasnya tidak boleh sampai diketahui sebelum dendamnya terbalaskan pada semua orang yang sudah membuat hidupnya hancur.

Selang beberapa saat salah seorang penyebrang jalan di depannya menarik atensinya. Seorang pelajar SMA dengan pakaian kotor berjalan begitu saja tanpa pelindung apapun di bawah guyuran air hujan. Tak begitu jelas, namun ia yakin pasti terdapat lebam di wajah itu. Mata hitam Sai terus menatap ke arah si siswa yang berjalan gontai. Pemandangan ini tak asing baginya, atau pernah ia alami.

"Sebegitu menyedihkannya aku dulu?" lamunannya buyar saat mendengar suara klakson bersautan di belakangnya, tak menyadari jika lampu lalu lintas sudah berganti warna. Tak buru-buru menginjak gas, Sai kembali memperhatikan siswa tadi, sembari tersenyum. "Balas dendamlah suatu hari nanti.." perlahan ia menginjak pedal gas, "Karena itu menyenangkan."

.

Mobil berwarna hitam metallic itu terparkir rapih di basement apartement besar di kota Tokyo. Langkah kaki perwira polisi itu menggema di basement yang sedang tampak sepi itu. Tangan putih nya terulur untuk menekan tombol pada sisi pintu lift. Sai melirik ke arah arlojinya saat ini masih pukul 7 sore, terlintas di pikirannya untuk kembali ke pabrik mengurus beberapa hal untuk barang buktinya.

Suara berdenting dari lift di depannya membuatnya menatap ke dalam sana. Pintu lift terbuka, seorang wanita berambut pirang di sana, wanita cantik yang merupakan tetangga yang tidak ia ketahui namanya. Senyum ramah dari si wanita tak membuat Sai membalas dengan perlakuan serupa. Kedua pasang mata itu sempat bersitatap sebentar sampai Sai memutusnya dan sang wanita keluar dari sana.

Sai melangkah masuk ke dalam sana dan segera menutup pintu lift tersebut, belum sepenuhnya tertutup. Suara seorang pria berteriak membuat Sai mengernyit, pria paruh baya berusia sekitar pertengahan 40 hampir saja terjepit pintu itu. Sedikit berusaha, akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kotak besi tersebut.

Umpatan kasar keluar dari mulutnya, tak membuat Sai bereaksi apapun meski ia sadar betul jika itu ditujukan padanya. "Hei!" Sai melirik tanpa minat, "Apa kau tuli? Aku sudah berteriak keras dari luar memintamu untuk menahan pintu."

"Lalu?"

Pria itu tertawa sarkas, "Beberapa orang memang tumbuh tanpa mengerti tata krama di hidupnya." Sai tersenyum tipis dan mengabiakan, ia lalu menyandarkan tubuhnya dan mendongakkan kepala. "Eksistensi manusia sepertimu tidak akan berguna." Kelopak mata itu terpejam, mendengarkan cacian bak lagu lawas yang sudah lama tak ia dengar.

Kini atensinya teralihkan saat tanpa merasa bersalah, pria itu menyalakan rokok di dalam lift yang tengah berjalan tersebut.

Merasa diperhatikan, si pria balik menatap Sai. "Huh?" ia tersenyum mengejek saat ini melihat Sai dengan reaksi yang tampak terganggu. "Kau keberatan?"

Lift berhenti di lantai 5, lantai apartemen Sai. Detektif itu segera melangkahkan kaki keluar dari sana, begitu pun dengan pria itu. Langkahnya terhenti saat mendengar suara dari arah belakangnya. "Jika kau merasa tidak dihargai, maka belajarlah menghargai orang lain terlebih dahulu detektif."

The Case ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang