Naruto membantu Hinata untuk berdiri. Wajah kacau Hinata membuatnya merasa iba, tapi di sisi lain ia pun merasakan hal yang sama--khawatir ... sangat. Namun, ia harus tetap berpikir jernih agar keadaan tetap terkendali.
Beralih pada Fu yang masih terbengong di tempat--mencerna apa yang sedang terjadi--dengan posisi terduduk di lantai. Dia menengadah ketika Naruto sudah berada tepat di depannya. Naruto sedikit membungkuk lantas memborgol tangan Fu pada sebuah kaki meja di ruangan itu.
"Maaf, aku harus memastikan jika kau tidak terlibat. Tunggulah di sini sampai pihak kepolisian datang."
Fu terlihat keberatan, tapi ia tak bisa melakukan apa pun dengan tangan yang terborgol. Jika berontak pun ia khawatir dengan risiko yang di dapat. Polisi bisa mengira jika dia memang kaki tangan Sai. Berakhir ia hanya menurut, terduduk di sana menunggu kedatangan pihak kepolisian.
Naruto kembali beralih pada Hinata, ia mengambil ponsel miliknya lalu mengecek GPS. Sebelumnya dia sudah meminta Neji untuk terus mengaktifkan GPS di ponselnya agar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti sekarang ini, dia dan pihak kepolisian bisa melacak keberadaan pria gondrong tersebut.
"Ayo!" Naruto menarik pergelangan tangan Hinata, mengajaknya pergi menemui Neji.
Hinata hanya bisa mengikuti Naruto dengan pikiran yang berlarian memikirkan nasib sang kakak.
Sekarang mereka sudah berada di dalam mobil sedan Naruto dengan posisi Naruto di balik kemudi dan Hinata di kursi penumpang.
"Bisa tolong bukakan ini?" Naruto melirik pada tangan kanannya yang dibalut penyangga.
Hinata tersentak dari lamunannya, ia menoleh, "Astaga ... biar aku saja yang nyetir!" Hinata membalikkan badan, bermaksud untuk keluar dari mobil, tapi Naruto mencekalnya.
"Tidak apa, aku baik-baik saja kalau perban ini di buka. Kau tahu? Ini sangat menghalangi gerakku."
Hinata berpikir sejenak, enggan untuk menuruti kemauan Naruto. Naruto menghela napas lelah, tak apa jika Hinata tak mau, dia bisa mengemudi dengan satu tangan. Selanjutanya ia menancap gas dengan kencang hingga Hinata memekik ketakutan.
***
Kini, mereka sudah berada di depan sebuah bangunan kosong. Bangunan yang terlihat seperti apartemen yang sudah tidak terurus itu membuat mereka semakin yakin jika Sai membawa Neji ke sana. Keduanya saling tatap lalu mengangguk pelan tanda jika keduanya siap untuk masuk.
"Kau bisa menggunakan senjata?" Tanya Naruto pada Hinata tanpa menghentikan langkahnya.
"Senjata?" Beo Hinata merasa kurang yakin dengan apa yang didengarnya.
Naruto menghentikan langkahnya, begitupun dengan Hinata. Dengan isyarat mata, Naruto meminta Hinata untuk mengulurkan tangannya. Hinata menurutinya, gadis itu mengulurkan tangan dengan wajah bingung. Tak berselang lama sebuah Glock Meyer 22 bertengger di atas telapak tangannya.
"Gunakan jika mendesak!"
"Tapi ...."
"Kau hanya tinggal menggunakannya seperti ini." Naruto berdiri tepat di belakang Hinata dengan sebelah tangan menggenggam tangan Hinata--mencontohkan cara memegang senjata api tersebut--dengan posisi membidik.
Wajah Hinata seketika memanas, jarak mereka begitu dekat, bahkan deru napas hangat pria itu membuatnya meremang karena menyapu tengkuknya. Hinata menggelang perlahan mengenyahkan pemikiran liarnya, lalu mendorong Naruto untuk menjauh. "A-aku mengerti."
Naruto mengangkat sebelah alisnya bingung dengan perubahan sikap Hinata, tapi berusaha tak menghiraukannya karena situasi mendesak. Naruto memilih kembali melihat layar ponselnya, lantas ia mengangguk paham dan mengajak Hinata untuk kembali memasuki gedung tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Case ✔️
Gizem / GerilimCollaboration of Saliyyu and Cahayapu Naruto seorang detektif handal di kepolisian Jepang, harus menangani kasus pembunuhan berantai yang sudah terjadi sekitar lebih dari sepuluh tahun lalu. Hinata seorang dokter forensik di rumash sakit kepolisian...