HEY CRUSH || 09

28.8K 5.2K 763
                                    

Assalamu'alaikum...

Shalat dulu pren sebelum baca <3

Jangan lupa vote dan komen bestieeee <3

***

Ding!

Suara notifikasi pesan terdengar bersamaan dengan Shabira yang baru saja selesai berdo'a di Shalat Magribnya, gadis lincah itu segera bangun dan meloncat ke kasur tanpa kesusahan walau dia masih mengenakan mukena.

Antusiasnya seketika lenyap saat ternyata pesan itu datang bukan dari Calon Ayang, merupakan dari calon penduduk neraka alias Alef Nasrullah. "Astagfirullah, Bir..., lo aja belum tentu masuk surga," gumam Shabira mengingatkan dirinya sendiri.

Pesan dari alef itu berisi ajakan untuk datang bareng ke acara ulang tahunnya Nadia, nanti hari Minggu. Acara ulang tahun itu hanya mengundang teman sekelasnya saja dan mungkin gebetan Nadia.

Pada hari-hari sebelumnya, Shabira selalu menerima tawaran Alef untuk pergi bersama jika ada acara, bahkan jika ikut menonton futsal pun, Shabira selalu nebeng motor Alef karena dia tidak punya motor dan tidak bisa pula mengendarai motor. Shabir aitu, beban teman sesungguhnya. Kenapa Shabira selalu menerima tawaran Alef? Karena dia tidak punya teman dekat lagi. Karina selalu pergi bersama Egi, pacarnya. Sedangkan Chelsea hanya mau membonceng Nadia.

Sedih bukan? Alasan Chelsea tidak mau membonceng Shabira adalah, pertama, mereka tidak bisa bertukar posisi karena jelas Shabira tidak bisa bawa motor. Ke dua, Shabira itu gadis yang sangat heboh bahkan ketika saat di motor. Gadis itu akan mengobrol dengan suara kencang setara dengan klakson teronton. Sampai-sampai semua pengendara di lampu merah akan menoleh pada mereka dengan tatapan protes. Tapi, bukan itu masalahnya, sungguh. Hanya saja Chelsea kesal sendiri karena Shabira tidak bisa di bawa ngebut.

Ya, gadis itu ketakutan jika di bonceng dengan kecepatan di atas rata-rata sedangkan Chelsea tidak bisa membawa motor alon-alon. Chelsea itu pembalap jalan raya, melipir kiri kanan, sudah ahlinya. Dan jika membawa Shabira di belakangnya, Chelsea pastikan, mereka tidak akan pulang selamat karena Shabira akan memilih loncat atau tidak menggoyang-goyangkan badan motor agar berhenti. Memang membagongkan.

Itulah alasan kenapa Shabira di telantarkan oleh teman sekelasnya termasuk Shaga. Hanya Alef yang mau membantunya, karena apa? Karena mereka satu frekuensi. Jalanan rasanya seperti pasar siang hari kalau di lewati Shabira dan Alef. Ribut teruuusss.

"Kapan, sih, gue ke ultah temen tuh sama ayang?" keluh Shabira. "Boro-boro di anter ke ultah, chat gue aja nggak di bales lagi."

Shabira menggulingkan badannya sampai terlentang sementara tangannya yang memegang ponsel terangkat ke atas. "Aduh El kenap—bajingan!" Shabira mengumpat ketika hidungnya terasa perih karena ponselnya jatuh ke muka. Sangat sakit, Demi Allah Shabira tidak berbohong. "Gue baru aja mimisan kemarin, plis jangan mimisan lagi gegara ketimpa hape sendiri," dumel Shabira sambil menyentuh lubang hidungnya dan Alhamdulillah tidak ada darah.

"Dia nggak aktif, padahal chat gue udah di baca. Apa si El jijik ya sama gombalan gue?" gumam Shabira. "Aaaarrgghhh! Gue kangen Elzio, mau chat tapi takut di anggurin huaaaa."

Dering telepon membuat Shabira menegakkan badan, gadis itu berdecak kesal karena telepon itu dari Alef. "Apa sih lo tuh ganggu acara halu gue tau nggak Lef?!" hardik Shabira.

"Elaahh ngomel mulu nih calon Ibu Hajah," gurau Alef. "Chat gue bales kali Bir. Gue ngajakin lo bareng ke rumahnya Nadia, mau kagak?"

"Lo emang nggak sama gebetan lo?"

IN THE SHADOW OF PRAYER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang