Assalamualaikum bestie...
Update masih sore nih, semoga rame ya...
***
Elzio masuk kembali dalam mobilnya ketika satpam rumah Ghufaira telah membukakan gerbang, masih dengan wajah lesu serta tatapan tidak fokus, lelaki itu duduk di samping sang Papa yang mengemudikan mobil mewah hitam tersebut.
Arumi yang juga kembali masuk dan duduk di kursi belakang menatap khawatir pada anaknya itu. Elzio jelas tidak terlihat baik-baik saja, sejak hari di mana Fahri mengatakan tidak bisa membatalkan perjodohan antara dia dan Ghufaira, Elzio berubah menjadi lebih pendiam dan hanya berbicara ketika di tanya saja.
"Barusan Shabira?" pertanyaan dari suara bariton yang mengalun tenang membuat Elzio menoleh pada sang Papa lantas mengangguk. Tanpa sepengetahuan Elzio, Fahri sontak meremas erat stir kemudian karena rasa bersalah merongrong hatinya. "Maafin Papa, El."
"Nggak apa-apa, Pa." Elzio membalas pelan.
Jika di tanya, apakah dia sedih, kecewa dan marah? Tentu saja, iya. Tapi apakah Elzio berani menolak keinginan Fahri? Tentu tidak. Yang bisa dia lakukan hanya mencoba melapangkan dada dan menerima keputusan sang Papa, karena Elzio yakin, orang tuanya memberikan yang terbaik untuknya, meski itu bukan hal yang Elzio suka.
Ghufaira adalah gadis baik, shaleha, cantik tentu saja. Idaman para mertua karena kepintarannya dalam pelajaran dan juga ilmu agama. Sungguh, siapapun tidak akan rugi mendapatkan gadis itu sebagai calon pendamping hidup. Namun hanya satu kurangnya, Elzio belum atau bahkan tidak punya perasaan apa-apa terhadap gadis itu.
Satu tahun lebih sering berinteraksi karena mereka satu organisasi tidak lantas membuat Elzio jatuh hati. Elzio murni hanya menganggap Ghufaira teman sekolah, meski sebenarnya dia tahu gadis itu tertarik padanya sejak lama.
"Papa orangnya nggak bisa ingkar janji, El."
"Aku paham Pa."
"Tpi seharusnya Papa tanya dulu sama anaknya. Karena gimanapun, ke depannya Elzio yang bakal—"
"Mama nggak percaya kalau Papa udah kasih keputusan yang terbaik buat El? Papa nggak akan asal-asalan pilih mantu, Ma. Papa jodohin El sama Ghufaira bukan karena bisnis aja, bukan karena bentuk balas budi aja, bukan karena pertemanan aja. Tapi, Papa lihat Ghufaira itu anak baik, shaleha, dia bisa mengimbangi El."
"Tapi kalau nggak saling cinta gimana, Pa?"
Fahri menghela napas. "Kita juga menikah karena perjodohan, Ma. Apa dulu kita saking kenal dan saling cinta?"
Arumi terdiam.
"Nggak, kan? Tapi, karena seiring waktu berjalan cinta itu tumbuh karena kita hidup berdampingan. Ketemu setiap hari, mau nggak mau berbagi banyak hal satu sama lain. Cinta itu bisa menyusul, lagi pula papa yakin, jatuh cinta sama Ghufaira itu bukan hal sulit."
"Tapi dulu kita memang sama-sama sendiri dan dalam kondisi hati kosong tanpa nama, Pa. Beda sama El. Ada nama Shbira di dalamnya, ada nama Shabira yang El sebut di sujud sama doa nya, tolong Pa..." ucap Arumi memelas. "Pikirin lagi. Mama mohon."
"Ma, nggak apa-apa." Inilah alasan Elzio pasrah saja menerima keputusan sang Papa, karena dia tahu betul keputusan Papa tidak bisa di ganggu gugat. Ayahnya adalah orang yang tegas, dan pantang ingkar janji. Jadi, mendebat dan menjelaskan apapun rasanya akan percuma karena hasil akhir akan tetap ada di tangan Fahri.
"El, percaya, kan, kalau Papa kasih yang terbaik buat kamu?"
Elzio mengangguk. "Tapi asal Papa tahu, Shabira adalah gadis terbaik menurut aku, belum ada yang lain sebaik dia di mata aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE SHADOW OF PRAYER
Fiksi RemajaJudul awal : Hey, Crush! Shabira Farahani Widji, sudah satu tahun diam-diam naksir Elzio Prasaja. Si lelaki yang terkenal dingin. Suatu hari, karena di prank temannya, Shabira mengalami hal memalukan yang tak pernah bisa dia lupakan tapi juga dia sy...