HEY CRUSH || 26

20.9K 4.4K 1.1K
                                    

Assalamualaikum...


***

Tandai kalau ada typo ya 🥰🙏🏻

Pukul delapan lebih tiga puluh menit, Shabira turun dari kamarnya mengenakan salah satu gamis yang Arumi berikan beserta jilbab yang Elzio pilihkan untuknya minggu lalu. Shabira tampak cantik dan berseri, matanya berbinar sementara bibirnya terus menyunggingkan senyum manis yang satu Minggu ini lenyap.

Tak bisa di pungkiri, hatinya kini dalam suasana yang snagat baik setelah berbicara dengan Elzio lewat telepon satu jam lalu. Apalagi lelaki itu menjanjikan akan datang ke rumahnya, membuat hati Shabira lega dan sedikit berbunga-bunga.

"Masya Allah, cantik banget anaknya ayah. Mau ke mana, sih? Pakai gamis cantik begini?" Ayah Ridwan yang baru saja datang melalui pintu utama terkesima melihat bagaimana cantik putrinya yang terbalur gamis coklat dengan jilbab panjang senada.

Shabira tersenyum. "Kakak kelihatan kayak ibu-ibu nggak, sih, yah kalau pakai gamis begini?"

"Mana ada kayak Ibu-ibu," decak pria paruh baya tersebut. "Kakak kayak perempuan yang siap buat di nikahin," candanya.

"Ih ayah!" Shabira tersipu. "Make up kakak emang menor sampai di bilang siap nikah?"

"Nggak. tapi aura kakak yang bahagia gini kayak lihat perempuan mau nikah, atau nggak mau di datangin calon suaminya," jelas bapak Ridwan, pria itu menggiring Shabira agar duduk bersamanya di sofa ruang tamu. "Mau kemana, sih?"

"Nggak ke mana-mana, yah. Lagi kepengen aja pakai gamis ini."

"Bohong, tuh," ejek Bunda Khadijah yang baru saja bergabung dan duduk di samping sang suami. "El mau ke sini, makanya heboh banget mandi lagi terus dandan cantik."

"Apa, sih, Bunda." Shabira mencebik. "Aku nggak dandan juga, cuma pakai bedak sama lipbalm aja," elaknya kemudian. Hey, begini-begini Shabira mulai paham bahwa berdandan berlebihan itu tidak baik, apalagi dengan maksud agar di lihat oleh lelaki yang bukan mahrom supaya menarik perhatian.

"Loh, El udah ada ngabarin?" tanya Bapak Ridwan justru kaget. Shabira dan Bunda Khadijah mengangguk bersamaan. "Alhamdulillah, dia baik, kan? Sehat, kan?"

"Alhamdulillah sehaT, katanya yah. Cuma kemarin Papa nya di Singapura sakit," jelas Shabira. "Nanti El sendiri deh yang cerita sekaligus minta maaf, soalnya tadi cuma bilang gitu doang."

Bapak Ridwan mengangguk paham, lantas melirik sang istri. "Ayok, Bun. Udah siap?"

"Lho, ayah sama Bunda mau ke mana?"

"Ini, kan mau antar pesanan," jawab sang Bunda menunjuk paper bag besar. "Bunda minta antar ayah pakai motor aja, deh. Biar cepet soalnya, pakai mobil takut mogok lagi."

"Udah biar kakak sama ayah aja yang antar, Bunda tunggu di rumah."

"Loh kenapa, kak?"

"Bunda, kakak ngeri liat gamis bunda yang panjang begitu kalau naik motor, takut kelilit atau nyangkut nanti bahaya. Mana kerudung Bunda juga panjang lagi, ribet nanti. Biar kakak aja," usul Shabira sambil beridiri, "Yuk ayah, sekarang aja. Biar cepet selesai."

"Oh ya udah kalau gitu." Bunda Khadijah setuju, "Alamatnya udah Bunda kirim ke ayah kok. Nanti kakak pegang maps, kasih tahu ayah jalannya."

"Oke Bunda. Kita berangkat sekarang kalau gitu, ya?"

Shabira dan ayahnya lantas bersiap setelah Bunda Khadijah mengangguk, gadis itu mengenakan helm kuning miliknya kemudian naik duluan ke atas motor agar tidak kesusahan karena gamis yang dia pakai. Masih dengan senyum manis yang belum luntur, Shabira menikmati perjalanan walau sesekali harus mengernyit karena sinar matahari menyilaukan matanya.

IN THE SHADOW OF PRAYER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang