Assalamu'alaikum, aku balik lagi wkwk
Double up nih, bismillah komentarnya ramai, insya Allah update besok 🥰
***
"Huuuhh!" Shabira membuang napas lelah sambil membuka kerudungnya kemudian mendudukan diri di sofa. Jam menunjukkan pukul enam pagi, dan Shabira baru saja pulang dari pasar setelah menemani Bundanya di kios.
Sudah menjadi kebiasaan Shabira memang, menemani Bundanya di sana jika hari libur termasuk Sabtu dan Minggu. Bunda berjualan ayam potong di pasar, kios nya lumayan besar sampai ada dua karyawan di dalamnya. Hanya saja, kalau Shabira libur sekolah, dia akan senang hati membantu bunda nya di sana walaupun tidak menemaninya sampai kios tutup.
Jika Bunda nya adalah pedagang ayam, maka lain hal dengan Ayah Ridwan. Beliau adalah seorang guru Matematika di salah satu Sekolah Menengah Pertama. Shabira bahkan bersekolah di sana dulu dan sempat merasakan belajar di bawah didikan ayahnya secara langsung di kelas dua SMP.
Selain seorang guru, Bapak Ridwan juga sebenarnya mempunyai warung grosir di pasar. Namun, grosir itu kini di kelola oleh Rama, adiknya. Bapak Ridwan akan sesekali berkunjung ke sana jika hari Sabtu. Kecuali hari Minggu, beliau akan diam di rumah dan kadang menghabiskan waktu mengajak istri dan anak tercintanya jalan-jalan.
"Kak, masak dong, aku lapar!" Adam datang dan ikut duduk di sofa sambil menyalakan TV dengan volume besar.
"Kamu itu budeg apa gimana sih, Adam?! Nonton TV sendiri kayak buat nonton sekampung!" omel Shabira sambil memperkecil volume.
Adam menyengir, entahlah memang sudah kebiasaan jika menyalakan TV lalu mengencangkan volume. "Kak lapar," keluh bocah usia delapan tahun itu.
"Goreng nugget sendiri sana! Udah gede juga."
Adam berdecak. "Tadi Bunda bilang ada ayam ungkep di kulkas, kalau aku lapar minta Kakak gorengin."
"Ya Allah!" Shabira bangkit sambil membuang kerudungnya pada muka Adam. Walau menggurutu, Shabira tetap menggoreng ayam-ayam tersebut kemudian sarapan bersama dengan Adam karena Ayah dan Bunda nya baru akan pulang nanti siang.
Selesai sarapan, kemudian memutar cucian di mesin sampai mengeringkan lanjut menjemurnya, lalu menyapu dan mengepel seluruh lantai di rumah. Akhirnya jam sebelas siang, Shabira bisa bersantai di kamar dengan keadaan segar selesai mandi.
Seperti biasa, dia rebahan sambil memegang ponsel di atas mukanya. Walau pernah ketimpa ponsel sendiri, nyatanya hal itu tidak membuatnya kapok. Seperti sudah menjadi kebiasaan baru, sebelum membuka pesan group teman-temannya, Shabira lebih dulu membuka ruang chatnya dengan Elzio. Gadis itu gigit bibir sendiri saat tak ada balasan juga dari Elzio padahal dari subuh Shabira sudah tahu bahwa pesaanya sudah di baca.
Elzio aktif jam sembilan pagi tadi, dan Shabira mulai tidak percaya diri untuk mengirim pesan pada lelaki itu lagi. Mungkin benar, Elzio lebih suka perempuan pendiam seperti Fatimah, bukan pecicilan dan agresif seperti dirinya.
Shabira jadi murung, dan lebih mematikan ponselnya. Dia kemudian berdiri di depan jendela kamarnya sambil menatap atap-atap rumah tetangga karena kebayakan rumah di sini berlantai satu sementara rumah Shabira berlantai dua dan kamarnya ada di lantai teratas.
Shabira senderkan kepalanya pada kusen jendela, memerhatikan semut-semut yang berjalan dan akan bersalam-salaman dengan semut lain ketika berpapasan. "Woy! Bukan mahrom! Pegangan tangan segala kalian," peringat Shabira sambil meniup semut-semut itu sampai hilang berterbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE SHADOW OF PRAYER
Fiksi RemajaJudul awal : Hey, Crush! Shabira Farahani Widji, sudah satu tahun diam-diam naksir Elzio Prasaja. Si lelaki yang terkenal dingin. Suatu hari, karena di prank temannya, Shabira mengalami hal memalukan yang tak pernah bisa dia lupakan tapi juga dia sy...